Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Dai-dai baru bak matahari terbit

Hadirnya para dai baru yang bukan dari kalangan santri, membantu tugas dai formal. karena mereka dapat menarik golongan tertentu agar tertarik pada islam. dai dari artis, sampai politikus.

11 April 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MALAM itu Rendra naik podium dengan mengenakan kemeja teluk belanga kuning gading, berkopiah, dan syal berwarna merah hati. Dalam ceramah sekitar 30 menit Selasa pekan lalu itu, di Hotel Tiara berbintang lima di Medan, tak satu pun ayat Quran atau doa yang keluar dari mulut Rendra. Ia hanya berkisah tentang perjalanan ke tanah suci di tahun lalu, dan sedikit cerita tentang beralihnya ia ke agama Islam. Tapi sejumlah pengunjung, yang membayar tiket masuk seharga Rp 25.000 per orang, tampak cukup puas. Mereka sering terkekeh karena "dakwah" Rendra disampaikan dengan guyon. Inilah, kata sementara orang, gaya dakwah para dai yang baru muncul sekitar tiga tahun belakangan ini. Daidai yang "jauh" dari latar belakang Islam, yang tak berani bicara tentang fikih, tapi begitu memukau menceritakan persentuhan batinnya dengan Islam. Di Yogyakarta, Sitoresmi Prabuningrat, bekas istri kedua Rendra, seperti tak mau kalah dengan bekas suaminya. Sejak dua setengah tahun lalu Sito mengganti naskah dramanya dengan ceramah agama. Dan kabarnya ia laris, pernah dalam sebulan "saya diundang memberikan 65 kali ceramah agama," tuturnya. Para pendengar Sito, kebanyakan ibuibu dari kalangan pengajian di Yoyakarta, memang senang mendengarkan Sito. Kata Nyonya Ramdon, salah satu penggemar ceramah Sitoresmi, kehebatan dai baru ini terletak pada gaya penyampaiannya. Volume suaranya enak didengar, lembut, kadang-kadang menghentak-hentak kalau perlu. Itu diiringi dengan ekspresi wajah yang menarik. "Pokoknya, volume suara dan ekspresi wajahnya berubahubah sesuai dengan cerita yang dibawakannya," kata Nyonya Ramdon kepada Nanik Ismiani dari TEMPO. Bagi Sito sendiri, soal seperti itu tentu bukan hal yang sulit. Ia dulu salah seorang pemain drama andalan Bengkel Teaternya Rendra. Kini Sito tak lagi sekadar berkisah tentang bagaimana ia sampai di jalan Islam. Ia sudah berani berbicara tentang orang lain, tentang sikap istri terhadap suami, tanggung jawab seorang ibu terhadap pendidikan anaknya, dan sebagainya yang berkaitan dengan keluarga menurut akidah Islam. Di Jakarta, penyanyi rock kondang Harry Mukti juga beralih dari hentakan irama musik keras ke mimbar dakwah. Itu terjadi sekitar dua tahun lalu ketika Harry diminta berdialog dengan remaja Islam di Masjid Al Azhar, Jakarta. Waktu itu ia ditanya oleh remaja masjid, antara lain, apakah ia suka minuman keras? Apakah ia tidak mabuk sewaktu menyanyi di panggung? Dan berbagai pertanyaan lainnya. Pertanyaan para remaja itu rupanya ada hikmahnya bagi diri Harrry. Sejak itu ia terdorong memperdalam Islam. Dan ia bukannya kapok diundang berdialog dengan kalangan Islam. Sebaliknya ia mengaku mendapatkan ketenteraman dengan memberikan ceramah agama. Tak mengherankan, selama bulan puasa ini ia sudah 10 kali diminta ceramah di masjid, radio, di depan mahasiswa UI dan Trisakti, dan di lain tempat. Lalu ada Kang Ibing di Bandung, dan H. Nurul Qomar di Jakarta. Kedua mereka ini bukan penyanyi atau pembawa acara, meski keduanya suka berdiri di depan corong suara. Yang pertama adalah anggota grup De Kabayan's, dan Qomar salah satu dari grup Empat Sekawan. Kedua grup itu bukan organisasi mafia atau kelompok pendaki gunung tapi pelawak yang berusaha memeras ketawa pendengar dan pemirsanya. Dan mereka meluncur di rel Islam sebagai dai sedikit lebih dulu dibandingkan dengan Rendra dan Sitoresmi. Kata Ibing, April ini ia sudah dibooking memberikan ceramah tentang halal bi halal di banyak tempat. Pada umumnya, tematema ceramah yang dibawakan pelawak Jawa Barat ini menyangkut persoalan kehidupan sehari-hari, misalnya, tidak boleh mengunjingkan orang lain, mencari rezeki yang halal. Ibing mengakui, selama ia berdakwah, hadirin lebih banyak tertawa daripada diam. Mungkin dakwah-dakwah seperti ini yang banyak disukai masyarakat ketimbang ceramah agama yang disampaikan secara serius. Agaknya itu pula resep H. Nurul Qomar dalam menyampaikan ceramah agamanya di Radio Suara Kejayaan, Jakarta, lewat acara bernama Optimis, kependekan dari Obrolan Pagi tentang Iman dan Islam. Lalu, selama puasa ini, setiap sore menjelang berbuka di radio Suara Kejayaan ada acara Korma atau Komar Ngobrol Menjelang Adzan. Misalnya pada Ahad sore pekan lalu, topik obrolan berkisar tentang Lailatul Qadr. Radio Prambors yang bermarkas di Jalan Borobudur Jakarta juga tak ketinggalan berdakwah di bulan suci Ramadhan ini. Dalam acara Obrolan Puasa yang disingkat menjadi Opus, radio ini juga menampilkan dai baru yang bukan berasal dari kalangan ulama. "Kami sengaja memilih dai yang digemari anak muda, dekat dengan remaja, dan menguasai masalahnya, " kata Chandra Novriadi, manajer siaran Prambors, tentang kriteria pemilihan dai dalam Opus -- kriteria yang kirakira senapas dengan radio ini yang memang sengaja ditujukan untuk anak muda. Acara itu berlangsung setiap Ahad, sekitar pukul 10-12.00. Pernah diundang berbicara di Opus adalah Baharuddin Lopa, Dirjen Pemasyarakatan. Atau Hakim Agung Bismar Siregar. Juga guru bahasa Inggris Arief Rachman. Juga Zoebaeri Djurban, dokter ahli AIDS, yang berbicara tentang Freddy Mercury, anggota grup rock Queen yang meninggal karena AIDS, dan Magic Johnson, pemain basket jempolan dari Amerika yang juga diberitakan terkena AIDS tapi belum meninggal. Tapi jangan keburu salah menyimpulkan. Bila selama puasa ini Dirjen Pemasyarakatan Prof. Dr. Baharudddin Lopa hampir setiap malam memberikan ceramah di berbagai tempat, itu bukan karena ia lalu populer setelah berbicara di Radio Prambors. Sebelumnya pun Lopa sudah ceramah di sana dan di sini. Sejak beberapa tahun lalu ahli hukum ini selalu menjadi khatib pada shalat Idul Fitri. "Hanya saja baru Ramadhan ini, saya lebih intensif melakukannya," kata Lopa kepada Sri Wahyuni dari TEMPO. Bila di kalangan pejabat ada Lopa, dari kalangan politik ada Amir Murtono, bekas Ketua Umum Golkar. Amir Murtono mengaku sering memberikan dakwah di lingkungan organisasi istrinya, yakni kelompok pengajian Al Hidayah. Sesungguhnya kecenderungan kalangan umum untuk menjadi dai tak cuma tercermin dari banyaknya artis atau pejabat atau aktivis partai jadi pendakwah. Hal itu juga terlihat dari peserta kursus di Lembaga Ibnu Sina, Jakarta, sebuah lembaga pengkaderan dai di Jakarta. Menurut K.H. Nanang Kurnia Wahab, ketua yayasan pendiri lembaga tersebut, belakangan ini peserta kursus dai dari kalangan umum dan kalangan pesantren seimbang. Boleh dikatakan, 100 peserta kursus -- jumlah maksimum yang bisa ditampung oleh lembaga ini -- 50 orang datang dari kalangan umum. "Biasanya mereka itu ingin tampil di masyarakat untuk sekadar memberi sambutan," kata K.H. Nanang Kurnia. Ia belum berani mengatakan bahwa ada yang kemudian berpraktek secara tetap sebagai dai. Juga di Badan Komunikasi Pemuda Masjid Indonesia, dari sekitar 50an dai di sini sebagian besar dari kalangan umum. "Mereka kebanyakan berasal dari kampus," kata Abdurrahman Tardjo, ketua umum Badan Komunikasi itu. Adakah kemudian hadirnya para dai baru yang bukan dari kalangan santri, yang seperti tiba-tiba munculnya itu lalu merusak dunia dakwah? Kata K.H. Nanang Kurnia, dari Lembaga Ibnu Sina itu: "Sebenarnya mereka malah membantu tugas kami." Jelasnya, mereka lebih bisa menarik golongan tertentu, misalnya para artis untuk setidaknya tertarik pada Islam -- hal yang tak mudah dilakukan oleh umumnya dai, yang biasanya asing pada lingkungan bintang-bintang panggung dan layar putih itu. Tapi Kiai Nanang memang punya kritik kepada para dai yang tak punya latar belakang pendidikan dakwah itu. Ia ambil contoh ceramah Nurul Qomar, pelawak itu, di Radio Kejayaan. "Yang diucapkan Qomar kadang tidak pas," kata Kiai Nanang. Misalnya, untuk mendukung industrialisasi, Qomar memakai Surat Al Hadiid yang artinya Surat Besi. Memang salah satu ayat dari surat ini menyatakan bahwa Allah menciptakan besi yang kukuh yang bisa dibuat berbagai peralatan oleh manusia untuk kepentingannya sendiri, agar manusia tahu siapa penciptanya. Tapi pada hakikatnya Surat Besi menyatakan bahwa segala sesuatunya itu milik Allah, dan karena itu janganlah manusia merasa berat menafikan harta dan rezeki di jalan Allah. Jadi, Qomar tidak salah, tapi kurang tepat. "Nah, dilihat dari soal ketepatan ini, banyak dai baru dari kalangan nonsantri itu, seperti Qomar, agak meleset mengutip suratnya," kata Kiai Nanang Kurnia itu. Dengan dasar yang kurang kuat itu, baik Kiai Nanang maupun Ketua Korps Mubaligh Jakarta Dalari Oemar meramalkan musim dai baru dari kalangan nonsantri kini tak akan berlangsung lama. Nanti juga akan surut, kata mereka. Yakni setelah mereka satu per satu berkurang kegiatan dakwahnya karena kembali sibuk di profesinya semula. "Matahari yang terbit saat fajar, kemudian memuncak, lalu sorenya akan terbenam," kata Dalari Oemar bertamsiltamsil. Boleh jadi Ketua Korps Mubaligh Jakarta itu benar. Tapi setidaknya masih satu hal yang dilihat oleh Kiai Nanang dengan optimistis. Yakni, seandainya para dai baru itu nanti tak lagi berdakwah, ia harap "mereka sendiri sudah kembali ke jalan yang lebih positif". Dan bukankah dengan memberikan teladan sebenarnya mereka melakukan dakwah bil haal, dakwah dengan perbuatan, yang sebagian orang menganggapnya lebih nyata daripada dakwah bil lisan? Julizar Kasiri, Siti Nurbaiti, Wahyu Muryadi (Jakarta), Ahmad Taufik (Bandung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus