Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyarankan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) melaporkan dugaan teror yang dialami sejumlah pengurus setelah menggeruduk rapat tertutup DPR membahas revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dasco mengatakan belum bisa berpendapat ihwal perkara dugaan teror yang dialami badan pengurus Kontras. Sebab, dia mengaku tak mengetahui siapa dan pelaku teror tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kalau merasa terganggu laporkan saja ke aparat hukum," kata Dasco dalam konferensi pers di komplek Parlemen Senayan, Senin, 17 Maret 2025.
Sejumlah pengurus Kontras yang menginterupsi rapat revisi UU TNI di Hotel Fairmont Jakarta dilaporkan ke Kepolisian Daerah Metro Jakarta Raya. Laporan itu dilayangkan oleh satuan pengamanan Hotel Fairmont.
Berdasarkan informasi yang diterima oleh Tempo, laporan dibuat dengan menggunakan beberapa dasar hukum, di antaranya adalah Pasal 170 KUHAP; pasal 335 KUHAP; dan Pasal 406 KUHAP.
Pelapor juga berupaya menjerat dengan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum karena dinilai mengganggu hak konstitusional peserta rapat.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Ade Ary Syam Indradi membenarkan adanya laporan tersebut. “Benar,” kata Ade melalui pesan singkat, Ahad, 16 April 2025.
Namun, Ade belum menjawab pertanyaan Tempo ihwal pemeriksaan pelapor dan terlapor.
Selain dilaporkan ke kepolisian, kantor Kontras di Jalan Kramat II, Kwitang, Jakarta Pusat, juga disambangi tiga orang tidak dikenal pada Ahad dini hari, sekitar pukul 00.16 WIB.
Wakil Koordinator Bidang Eksternal Kontras Andrie Yunus mengatakan ada tiga pria asing yang menekan bel berkali-kali tanpa tujuan. Andrie adalah salah satu badan pengurus yang menginterupsi rapat RUU TNI.
“Kami sempat menanyakan dari mana? Salah seorang berbaju hitam kemudian menjawab 'dari media' sambil terus membunyikan lonceng di pagar kami,” ujar Andrie.
Dalam rentang waktu yang hampir bersamaan, Andrie juga mendapatkan tiga panggilan telepon dari nomor tidak dikenal. Panggilan telepon itu terjadi dalam rentang pukul 00.00 hingga 00.15 WIB.
Andrie meyakini kedatangan tiga orang asing itu adalah bentuk teror terhadap KontraS. “Kami menduga ini adalah aksi teror pasca kami bersama koalisi masyarakat sipil mengkritisi proses legislasi revisi UU TNI,” kata Andrie.
Koalisi Masyarakat Sipil memprotes dan menolak pembahasan RUU TNI karena berpeluang mengembalikan dwifungsi TNI. RUU itu membahas tentang perpanjangan usia pensiun tentara dan pemberian jabatan sipil di banyak sektor.
Kembalinya dwifungsi TNI, selain bertentangan dengan demokrasi, juga mengkhianati cita-cita Reformasi 1998. Gerakan Reformasi mengamanatkan agar tentara kembali ke barak, keluar dari jabatan sipil dan politik praktis. Dengan senjata dan kekuasaan melekat pada satu orang, tentara akan cenderung sewenang-wenang, seperti kekuasaan Orde Baru selama 32 tahun.