Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Penggunaan anggaran pemilu menjadi topik hangat dalam Rapat Dengar Pendapat antara Komisi II DPR RI dengan Komisi Pemilihan Umum atau KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Rapat yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat pada Selasa, 10 September 2024 itu membahas perihal penyesuaian rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga pada 2025.
Dalam rapat tersebut, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia meminta KPU menjelaskan penggunaan anggaran Pemilu 2024. Dia meminta penjelasan itu setelah mendengar pernyataan dari seluruh anggota Komisi II DPR.
“Ketika mendengar cerita anggota Dewan yang lain, ini ada penyesalan bagi saya. Karena menurut saya, anggaran yang kami perjuangkan itu membuat gaya hidup bapak, ibu, menjadi mewah semuanya,” kata Doli.
Politikus Partai Golkar itu mengaku terkejut dengan penggunaan anggaran Pemilu 2024 seperti untuk rumah dinas dan apartemen maupun penggunaan pesawat jet pribadi. “Private jet. Saya tadi tidak menduga, tetapi ternyata laporannya benar ada, diakui memakai uang APBN,” tuturnya.
Doli juga mempertanyakan KPU yang membuat dua film untuk Pemilu 2024, yakni Kejarlah Janji dan Tepatilah Janji.
“Coba jelaskan sama kami apa background film itu dibuat dan output-nya apa? Seingat saya membuat film itu minimal Rp 10 miliar. Sekarang sudah ada dua film. Bayangkan, dua film KPU buat dalam periode ini,” ujar dia.
Doli kemudian meminta KPU menjelaskan siapa saja target penonton hingga alasan pembuatan dua film tersebut. “Apakah itu bagian dari sosialisasi? Kalau sosialisasi, sejauh mana efeknya terhadap apa? Terhadap partisipasi publik? Pemahaman publik tentang pemilu atau apa?” Kata dia.
DPR Pertanyakan Rencana KPU Bikin Akademi Pemilu
Doli juga mempertanyakan rencana KPU membuat Akademi Pemilu RI. “Lebih lucu lagi ini Bapak, Ibu, minta persetujuan kami buat Akademi Pemilu Indonesia. Ini kan berarti lima tahun enggak ada kerja kepemiluan, Bapak, Ibu mengajar atau membuat kampus, me-manage semacam itu?” kata Doli.
“Pertanyaan saya, di undang-undang ada enggak aturan untuk membuat sekolah? Tugas utama Bapak, Ibu adalah pelaksana undang-undang, di undang-undang itu ada enggak Bapak, Ibu disuruh buat sekolah? Mau bisnis, Pak?” tanya Doli menambahkan.
Dia mengatakan hampir muncul penyesalan baginya yang disebut telah membela KPU agar dapat membuat pemilu semakin berkualitas dan berwibawa, tetapi memunculkan ide pembuatan akademi. Terlebih, kata dia, ide tersebut menunjukkan anggaran KPU RI berlebih.
“Setahu saya badan, kementerian/lembaga yang mempunyai itu (sekolah kedinasan) Kementerian Dalam Negeri punya IPDN, Badan Pertanahan Nasional punya STPN. Maksudnya ini (pembuatan Akademi Pemilu) kan menunjukkan Bapak, Ibu kelebihan duit,” katanya.
Sebelumnya, Ketua KPU Mochammad Afifuddin menjelaskan rencana pendirian Akademi Pemilu RI untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia Kesekjenan KPU RI, KPU Provinsi, KIP Aceh, serta Sekretariat KPU Kabupaten/Kota.
Dia juga mengatakan akademi tersebut menjadi salah satu sumber rekrutmen untuk memenuhi kebutuhan PNS di Sekjen KPU, Sekretariat KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota dengan mempertimbangkan kondisi saat ini yang dinilai minim dan belum merata.
“Kedua, kebutuhan PNS yang diperlukan untuk menggantikan PNS yang memasuki masa purnabakti dan meninggal dunia. Ketiga, kebutuhan kualitas PNS yang memenuhi kompetensi dan kualifikasi pendidikan kepemiluan di Sekretariat Jenderal KPU, Sekretariat KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota,” ujar dia.
Alasan KPU Membuat Dua Film
Menanggapi pertanyaan Komisi II DPR, Ketua KPU Mochammad Afifuddin mengatakan pembuatan dua film untuk Pemilu dan Pilkada 2024 berjudul Kejarlah Janji dan Tepatilah Janji merupakan upaya kesinambungan sosialisasi.
“Seingat saya pada 2019 ada film yang dibuat. Suara April dulu judulnya. Jadi ini bagian dari kesinambungan usaha jajaran KPU untuk sosialisasi melalui film,” kata Afifuddin.
Karena itu, dia mengatakan pembuatan film tersebut menjadi bagian dari ikhtiar KPU dalam menyosialisasikan pemilu dan pilkada.
“Nanti jajaran provinsi semua juga akan memutar film ini. Hanya memang premiere atau kick off dilaksanakan di beberapa kota. Untuk selanjutnya, biasanya kami putar di kampus, tempat aktivis organisasi kepemudaan, pesantren, dan lain-lain,” ujar dia menjelaskan.
Dia mengatakan pemutaran film menjadi salah satu medium sosialisasi, terutama jika ditayangkan di layar-layar alternatif atau bukan bioskop karena dapat menjangkau banyak masyarakat dengan cara tatap muka.
Pilihan editor: Ketika Bacagub Jateng Ahmad Luthfi Jaring Aspirasi di Pasar Bintoro Demak
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini