Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Gentong Babi di Tahun Politik

Bansos yang langsung diberikan kepada masyarakat kerap rentan dipolitisasi. Praktik politik gentong babi menjelang pemilu.

27 Januari 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sejumlah warga membawa karung beras yang didapatkan saat penyaluran bantuan pangan cadangan beras pemerintah oleh Presiden Joko Widodo di Tingkir, Salatiga, Jawa Tengah, 22 Januari 2024. ANTARA/Aloysius Jarot Nugroho

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Bansos merupakan bagian dari politik anggaran pemerintah.

  • Pegiat mengkritik bansos yang mengarah dukungan kepada salah satu calon.

  • Bansos sejak 2021 tak lagi berbentuk barang.

JAKARTA — Program bantuan sosial atau bansos bukan hal baru dalam politik di Indonesia. Bansos merupakan bagian dari politik anggaran pemerintah. Negara hadir dalam wujud program bantuan sesuai dengan mandat konstitusi. Salah satu contoh bansos adalah bantuan langsung tunai (BLT).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2019 tentang Pekerja Sosial menyebutkan bansos merupakan bagian dari skema perlindungan sosial. Tujuan bansos untuk mencegah dan menangani risiko masyarakat dari guncangan sosial. Dengan begitu, bansos dalam salah satu bentuk berupa bantuan langsung tunai merupakan bantuan negara bagi warga, keluarga, atau kelompok masyarakat yang mengalami kerentanan sosial sehingga dapat tetap hidup secara wajar.

Skema perlindungan sosial sejatinya sudah pernah dilaksanakan pada krisis ekonomi 1998. Semua presiden setelah Soeharto di era pemerintahannya punya program bantuan sosial, meski dengan nama yang berbeda-beda. Presiden B.J. Habibie sampai Presiden Joko Widodo atau Jokowi merancang dan mengeksekusi beragam program bantuan seperti subsidi pupuk, bantuan kesehatan, serta jaminan biaya pendidikan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY, program bansos dikembangkan yang kemudian diperluas pada era Presiden Jokowi. Selama masa pandemi Covid-19, dari Maret 2019 hingga 2022, bansos bisa dikatakan mampu membantu masyarakat yang didera kemandekan kegiatan ekonomi.

Sifat bansos yang langsung memberi pada pemenuhan kebutuhan masyarakat kerap berdampak dan rentan dipolitisasi, meski faktanya hal tersebut merupakan bagian dari politik anggaran pemerintah. Bansos akan selalu menghebohkan setiap tahun politik, apalagi dikucurkan menjelang pencoblosan pada tahun politik dalam Pemilu 2024.

Dalam konteks Pemilu 2024, heboh soal bansos bermula dari pernyataan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan di Kendal, Jawa Tengah, pada akhir Desember 2023. Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) ini mengklaim bansos dan bantuan langsung tunai diberikan oleh Presiden Joko Widodo sehingga rakyat mesti mendukung Gibran Rakabuming Raka, putra Jokowi, yang maju sebagai calon wakil presiden pendamping Prabowo Subianto. PAN adalah salah satu partai pendukung pasangan calon Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dalam kontestasi pemilihan presiden 2024.

Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, seperti dilansir dari laporan majalah Tempo edisi pekan lalu, saat membagi-bagikan paket beras di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, pada 14 Januari 2024, kemudian meminta keluarga penerima berterima kasih kepada Jokowi. Ketua Umum Partai Golkar ini melaksanakan perintah Presiden untuk membagikan bansos paket beras sampai Juni 2024.

“Jadi, tolong bicara terima kasih, Pak Jokowi,” ujar Airlangga yang juga menjabat Ketua Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran. Empat hari kemudian, Airlangga kembali menyinggung jasa Jokowi ketika menyalurkan bantuan pangan di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat.

Politisasi Bansos ke Salah Satu Pasangan Calon

Isu politisasi bansos tampaknya menguat di era Presiden Jokowi. Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai Presiden Jokowi terlihat aktif memberikan bantuan langsung kepada keluarga penerima bansos di tengah-tengah musim kampanye dan menjelang pencoblosan pilpres pada 14 Februari mendatang.

Menurut Titi, hal ini berbeda dengan kondisi saat pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Di era SBY, penyaluran tidak dengan turun langsung membagikan ke banyak titik atau daerah, melainkan melalui transfer atau via Kantor Pos," ujarnya saat dihubungi pada Jumat, 26 Januari 2024.

Sifat bansos yang populis tentunya bisa mempengaruhi pilihan politik masyarakat penerima. Bansos dengan jumlah penerima yang banyak bisa berdampak signifikan. Apalagi jika tim pemenangan dari salah satu pasangan calon yang berkontestasi dalam pilpres 2024 mampu meyakinkan masyarakat pemilih agar memilih sesuai dengan pilihan yang diinginkan tim pemenangan.

Dengan begitu, kubu pasangan calon akan mendapat manfaat elektoral melalui bansos. Sebaliknya, kubu yang posisinya berbeda akan mengkritik dengan alasan bansos telah diselewengkan sebagai komoditas politik. "Sifatnya yang populis, menyasar langsung kebutuhan masyarakat, dan dengan spektrum sasaran yang meluas menjadikan bansos selalu rentan dipolitisasi," ujar Titi.

Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) juga menganggap pemerintahan Presiden Jokowi memobilisasi kuasa anggaran dan kebijakan melalui program bansos. Peneliti dari Fitra, Gurnadi Ridwan, mengatakan bansos mengerek kepuasan rakyat terhadap kinerja Presiden.

Dia menilai kepuasan rakyat juga menjadi modal penting untuk memberikan efek ekor jas pada salah satu pasangan yang didukung oleh Presiden. "Di berbagai daerah, Presiden sangat aktif turun langsung menyalurkan bansos dan ditengarai termasuk mempolitisasi pemberian bansos lewat berbagai seremonial," ujar Gurnadi, kemarin.

Dalam konteks anggaran publik, menurut Gurnadi, Presiden memiliki sumber daya berupa alokasi anggaran untuk perlindungan sosial sepanjang 2019-2024 sebesar Rp 2.668 triliun. Anggaran bansos sepanjang 2019-2024 mencapai Rp 953,9 triliun. Presiden sendiri memiliki alokasi anggaran yang bersumber dari Bendahara Umum Negara (BUN) dengan nama program Bansos Presiden.

Pegiat pemilu dan transparansi anggaran ini juga mengkritik lonjakan anggaran perlindungan sosial melalui program bansos menjelang Pemilu 2024. Mereka menilai pemerintah tengah menerapkan praktik pork barrel politics atau politik gentong babi pada periode elektoral dengan tujuan merebut suara dan dukungan pemilih.

Politik gentong babi merupakan upaya calon pemimpin memberikan uang atau barang kepada masyarakat untuk memikat pemilih sekaligus mendulang suara. Cara ini biasanya dilakukan calon inkumben yang telah memiliki kekuasaan.

Alokasi anggaran perlindungan sosial untuk 2024 mencapai Rp 496,8 triliun. Dibanding pada masa pandemi, alokasi anggaran perlindungan sosial 2024 tetap tertinggi. Di masa pandemi pada 2021, anggaran perlindungan sosial terbatas sebesar Rp 468,2 triliun dan pada 2022 turun menjadi Rp 460,6 triliun. Tanpa adanya urgensi seperti pada masa pandemi, sepertinya penyaluran bantuan sosial menjelang Pemilu 2024 bisa dikatakan jorjoran.

Ketua Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto mengecam dugaan praktik politisasi bansos, apalagi yang mengarah ke salah satu pasangan calon. Politisasi bansos ini sangat mungkin digerakkan untuk mengarahkan persepsi publik agar memilih paslon yang terafiliasi dengan inkumben. Alokasi anggaran yang menggelembung setiap tahun politik bisa dianggap menguntungkan kandidat yang terafiliasi dengan inkumben dalam kontestasi Pemilu 2024.

Menurut Agus, tidak adanya penyangkalan ataupun klarifikasi dari Istana soal pernyataan Airlangga dan Zulkifli Hasan soal bansos yang dibagikan seolah-olah kebaikan hati Jokowi menguatkan dugaan afiliasi Jokowi dan salah satu pasangan calon. “Pasangan calon yang disebut terafiliasi dengan pemerintahan saat ini mendapat keuntungan dari situasi ini," kata Agus. Seharusnya, kata Agus, masyarakat harus diberikan informasi bahwa bansos bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta pajak masyarakat itu sendiri, bukan dari pihak tertentu. 

Menanggapi hal tersebut, Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi mengatakan, dari tahun lalu, sejak Maret hingga Mei, bantuan pangan sudah ada. "Jadi, bukan karena ada pemilu, lalu bantuan cair," ujarnya dalam wawancara dengan majalah Tempo pekan lalu. Dia pun merasa heran bantuan sosial berupa pangan selalu dikaitkan dengan pemilu.

Bansos Sejak 2021 Tak Lagi Berbentuk Barang 

Dalam kesempatan terpisah, Menteri Sosial Tri Rismaharini mengatakan lembaganya sejak 2021 tidak lagi memberikan bansos program bahan kebutuhan pokok (sembako) berbentuk barang. Kementerian Sosial memberikan dalam bentuk uang tunai dan disalurkan melalui rekening keluarga penerima.

Menteri Tri Rismaharini dalam konferensi pers pada awal Desember tahun lalu mengatakan program sembako sejak 2021 diberikan lewat rekening karena telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2017 bahwa mekanisme penyaluran bantuan sosial dilakukan secara nontunai.

Menurut Menteri Risma, penyaluran bantuan langsung berbentuk barang dan bahan pangan memiliki risiko kerusakan karena cuaca, pengemasan, atau faktor lainnya. Penyaluran nontunai akan mempermudah pengecekan status dan posisi bansos. “Bansos dalam bentuk uang akan mudah diketahui apakah masih di bank atau di pos penyalur. Bisa diketahui pula, apakah uang bansos sudah diterima atau belum oleh penerima manfaat. Cara ini juga membantu Kementerian soal pertanggungjawaban penggunaan anggaran.”

Hal yang ironis manakala Kementerian Sosial menyalurkan mekanisme pencairan anggaran bansos sudah melalui transfer, Presiden Joko Widodo malah terlihat menyalurkan bansos kepada masyarakat di tengah-tengah kontestasi politik. Politisasi bansos merupakan keniscayaan dalam politik. Namun sistem bansos dalam perspektif saat kontestasi pilpres 2024 saat ini seakan-akan dipertanyakan efektivitasnya untuk mengatasi kerentanan masalah sosial dan ekonomi di masyarakat.

YUNI ROHMAWATI

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus