Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Fe, antara ijon dan jarig

Fe-ui dan ugm merayakan hut ke-40 dan 35. kedua fe tersebut banyak membuat prestasi, dan lulusannya semakin laris. banyak yang belum lulus sudah dipesan. fe ugm memperkenalkan kuliah pilihan case writing.

15 September 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BEBERAPA poster dipajang di seputar Fakultas Ekonomi UI. Di kampus Bulaksumur Yogya, sejumlah spanduk juga digelar di gedung Fakultas Ekonomi UGM. Maklum, kedua FE ini lagi berhari jadi. FE UI, 12 September ini, merayakan jarignya yang ke-40. Sementara itu, FE UGM pada 19 September tepat berusia 35 tahun. Serangkaian acara untuk memeriahkan ulangtahun diselenggarakan kedua fakultas ekonomi itu. UI, misalnya, Sabtu pekan lalu mengadakan khitanan masal. FE UGM merayakannya lebih mat-matan, dengan menggelarkan wayang kulit semalam suntuk. Di samping itu, ada pula acara ilmiah seperti seminar atau ceramah. Usia kedua FE itu memang benar-benar sudah dewasa. Keduanya telah berhasil mengukir prestasi. FE UI, misalnya, layak menepuk dada karena sejumlah alumninya duduk di kabinet dan sejumlah kursi pejabat tinggi. Sebagian jabatan puncak di beberapa perusahaan negara dan swasta sempat diduduki lulusan FE UI. Bahkan, setelah terjadi boom dunia bisnis lulusan FE UI nampaknya semakin laris. Tak sedikit perusahaan yang berani "mengijon" mahasiswa yang duduk di semester-semester terakhir. Artinya, sebelum lulus pun sudah dipesan. Namun, itu tak berarti bahwa lulusan FE sudah pasti andal. Tak kurang Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo sendiri yang melempar kritik. Sumitro, yang sering disebut sebagai "suhu" ekonomi Indonesia, menyayangkan mahasiswa FE tak suka memilih jurusan ekonomi studi pembangunan. Memang, dari tiga jurusan (manajemen, akuntansi, dan ekonomi studi pembangunan atau ESP), jurusan akuntansi paling banyak diincar. Tahun 1989-90, jurusan akuntansi punya mahasiswa 629 orang. Jurusan manajemen kebagian 324 dan ESP cuma 202 mahasiswa. Padahal, kata dosen FE UI itu, setiap sarjana ekonomi seharusnya mendalami ekonomi pembangunan. Agar mereka tahu beleid pemerintah. Memang tak semua dosen memandang mahasiswa FE UI dengan kaca mata hitam. Kata Moh. Arsyad Anwar, Dekan FE UI, pada TEMPO, "Kalau seluruh mahasiswa ekonomi Indonesia, mungkin. Tapi khusus UI, menurut saya, kualitas mereka kok semakin baik." Arsyad memang tak sekadar ngomong. Dia membeberkan data predikat yang dicapai lulusan FE UI. Sejak berdiri pada 1950 hingga saat ini, telah dihasilkan 6.200 sarjana. Pada tahun 1960-1970, yang lulus dengan predikat sangat memuaskan cuma 6,6 persen, tahun 1971-1980 melonjak menjadi 6,9 persen, dan 1981-1990 naik lagi menjadi 20,6 persen. Menanggapi kritikan bahwa banyak sarjana FE yang kurang siap pakai, Arsyad pun membela lulusannya. "Memang bukan itu tujuan mendidik sarjana sekarang. Sarjana harus mampu bernalar. Artinya, kalau ingin menjadi sarjana siap pakai, mereka perlu belajar lagi di lapangan," katanya. Nampaknya, suara pendidik di kampus masih seirama. "Sebab, tujuan pendidikan sekarang tidak untuk mencetak praktisi," kata Dibyo Prabowo, Dekan FE UGM. Urusan selanjutnya, ya, diserahkan pada pemakai. Sebuah bank, bila ingin merekrut sarjana ekonomi dari universitas mana pun, pasti harus memberi training lebih dahulu. Untuk mencetak praktisi, kata doktor ekonomi pertanian lulusan Washington State University itu, adalah tugas sekolah tinggi atau program diploma. Namun, kedua FE itu bukannya tak meluluskan praktisi. Buktinya, sejak dua tahun lalu keduanya diizinkan membuka program magister manajemen, setaraf dengan program M.B.A. (master of business administration). Ijazahnya diakui pemerintah. Di samping itu, FE UI juga punya "proyek" lain. Sejak 1961, UI membuka FE Extension untuk jam kuliah sore hari. Dari 2.700 mahasiswa FE UI, 1.200 orang adalah peserta program extension. Masih ada lagi Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM), Lembaga Manajemen dan Lembaga Demografi. Ketiganya melaksanakan "proyek" ilmiah. Yang mungkin patut dipertanyakan adalah kaitan kurikulum FE UI dan perkembangan dunia bisnis yang begitu cepat. Menurut sebuah sumber TEMPO yang pernah menjadi staf pengajar di FE UI, kurikulum fakultas itu saat ini sudah tak mampu menjawab tantangan kemajuan bisnis. "Karena masih terpaku pada prinsip-prinsip ilmu ekonomi lama," katanya. Kalau tak dikembangkan, maka lulusan FE sekarang jelas akan pontang-panting mengejarnya. Memang, tuntutan lulusan FE dulu dan sekarang sangatlah berbeda. Menurut Bakir Hasan, Sekjen Departemen Perdagangan, ketika kuliah di FE UI -- lulus 1965 -- dunia usaha tak berkembang pesat seperti sekarang. Ia berharap, mata kuliah selalu dikaitkan dengan aplikasi di lapangan, agar mahasiswa bisa langsung siap pakai. Artinya, kurikulum di FE seyogyanya mengikuti laju perkembangan bisnis. -FE UGM, misalnya, memperkenalkan beberapa mata kuliah yang "kontemporer", dengan menampilkan mata kuliah studi ekonomi ASEAN. Mulai semester baru ini, FE UGM juga memperkenalkan kuliah pilihan case writing. Setiap mahasiswa dihadapkan pada kasus-kasus bisnis. Untuk penyempurnaan kurikulum FE, Emil Salim, guru besar FE UI, mengusulkannya agar sesuai dengan derap pembangunan. "Jadi, isinya sekarang harus ditingkatkan. Tak bisa mengajar seperti tahun 70-an," ujarnya. Gatot Triyanto, Priyono B. Sumbogo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus