Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Hamengku Buwono Ke IX Memberi ...

Hamengkubuwono ke IX memberikan jawaban tertulis tentang tidak bersedianya dicalonkan kembali sebagai wapres dan menyatakan bersedia membantu dalam kelanjutan usaha pembangunan nasional.(nas)

1 April 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIDAK bersedianya Sri Sultan Hamengkubuwono IX dicalonkan kembali sebagai Wakil Presiden, banyak mengundang tanda tanya. Betulkah ia mundur hanya sekedar kesehatan matanya? Dan kalimat yang menyatakan "saya merasa cukup mampu dan karena itu tetap bersedia, apabila dikehendaki, untuk membantu dalam kelanjutan usaha pembangunan nasional di negara kita," apakah itu berarti mundur untuk kemudian maju lagi? Sri Sultan (tanggal 12 April nanti usianya baru 66 tahun) kemudian memberikan jawaban tertulis, setelah menolak semua wartawan yang ingin mewawancarainya secara langsung. Mungkin ia merasa "risi" pada wartawan atau mungkin agar jawabannya akan lebih akurat bila ditulis. Ia rupanya terutama hendak membantah, bahwa ia tak mau dicalonkan lagi karena tidak sefaham dengan Presiden Soeharto. Katanya: "Andaikata fikiran itu benar, sudah pasti saya tidak akan bersedia untuk membantu dalam kelanjutan usaha pembangunan nasional kita." Tapi kapan sebenarnya ia memutuskan secara bulat? Dan kalangan terdekat Sultan ada membisikkan bahwa putusan itu diambil di tanggal 21 Januari. Apa yang benar-benar jadi alasannya tetap tidak jelas, meskipun yang rupanya mengganggu ialah "soal pengawalan ke mana saja ngarsa dalem pergi," seperti dikatakan Prof. Selo Sumardjan, sekretaris yang sering jadi "tangan kanan Sultan dan mulut Sultan" itu. Di rumah pribadi Sultan, Jalan Mendut 21, memang tak kurang dari 20 orang tentara yang mengawal bergantian siang dan malam. Anak-anaknya jadi tidak bebas lagi, demikian juga isterinya keempat, nyonya Tjiptaningrum. Dan Sri Sultan tentu saja tidak boleh menyetir mobil sendiri. Dulu ketika jadi Menteri Negara Urusan Ekonomi, Keuangan dan Industri, Sultan sering menelpon Selo Sumardjan di rumahnya, dan cuma berpesan: "Saya mau datang jam sekian, ada tamu." Rumah Selo Sumardjan di Jalan Kebumen, Jakarta, selalu jadi tempat pertemuan Sri Sultan untuk menerima tamu-tamu pribadinya, kalau itu harus dilakukan setelah jam kantor. "Anak-anak saya sudah biasa melihat ngarsa dalem di rumah, tapi selama jadi Wakil Presiden, 5 tahun lamanya Sri Sultan tidak lagi bisa datang ke rumah saya." Bagaimanakah dengan soal kesehatannya? Jawaban tertulis Sultan: "Bagaimana keadaan kesehatan saya pada dewasa ini yang mengetahui sebenarnya adalah Team Dokter Ahli bagi Presiden dan Wakil Presiden. Saya sendiri dalam tahun-tahun terakhir ini setiap hari berkantor dan mengerjakan kewajiban sebagai Wakil Presiden tanpa sesuatu gangguan kesehatan yang berarti. Namun seperti diketahui oleh umum kalau membaca dan menulis, saya mengalami kesulitan. Kecuali kesulitan dalam membaca itu, maka saya tidak pernah merasa kabur penglihatan saya dalam kehidupan sehari-hari." Sri Sultan hampir setiap hari berangkat dari rumah persis jam 07.00 pagi. Sekitar 10 menit, sampailah sudah ia di kantornya di Merdeka Selatan. Kantor yang tdah didandani semenjak Sultan diangkat jadi Wakil Presiden itu, juga mempunyai gedung besar bertingkat di pekarangan belakang. Dalam sejarah, kantor Wakil Presiden --selama di Jakarta--sudah empat kali pindah alamat sejak 1945. Kantor Wakil Presiden (dan Presiden juga waktu itu) yang pertama kali adalah di gedung sebelah kanan Departemen Keuangan,Lapangan Banteng Timur. Kini dipakai untuk gedung Mahkamah Agung. Setelah 1950, Wakil Presiden berkantor di samping Istana Merdeka yang kini dijadikan gedung Dewan Pertimbangan Agung. Kemudian di bawah Sultan, pindah ke Merdeka Selatan, yang oleh para wartawan biasa diringkas jadi Istana Mersela (Istana Merdeka Selatan). Kini dibawah Adam Malik di sayap kiri dari Istana Negara. Setelah tak lagi jadi Wakil Presiden, Sultan ternyata tetap di kantor yang sudah dihuninya lebih dari 10 tahun itu. Ini menimbulkan dugaan, bahwa Sultan akan menjabat lagi sebuah jabatan. Mungkin setaraf dengan Menteri. Rupanya, Sultan cukup cinta pada kantornya di Merdeka Selatan ini. Setiap kali Sultan bepergian dari luar kota, tempat yang dituju pertama kali setibanya di Jakarta ialah kantornya ini. Biarpun hanya 5 menit atau tengah malam sekalipun ia langsung ke Merdeka Selatan dulu dan baru kemudian ke Jalan Mendut, rumah pribadinya. Kamar kerjanya cukup sederhana. Isinya seperangkat kursi berukir untuk tamunya, sebuah bufet model abad 17 dari Belanda, sebuah rak yang ditutup tirai putih. Di dinding terpampang beberapa lukisan pemandangan alam. Di atas rak dan bufet ada beberapa emblem olahraga dan pramuka. Di sudut lain, ada foto Ratu Yuliana dan suaminya Pangeran Bernhard dengan tandatangan langsung dari pasangan kerajaan Belanda tersebut. Meja tulisnya yang berbentuk kuno menempel ke jendela yang menghadap jalanan. Meja itu biasanya bersih dari tumpukan map. Sebuah radio transistor merek Philips berada di sebelah kanannya. Ada sebuah tempat kuwe model susun terbuat dari perak. Isinya korek api. "Saya langsung bisa bertemu dengan beliau, secara bebas, selama Sri Sultan masih di Jakarta," ujar Selo Sumardjan. "Kalau sudah masuk kraton Yogya, saya tidak bisa lagi menemui beliau secara langsung," tambahnya. Sultan yang taat kepada adat istiadat ini akan berobah 180ø kalau sudah berada di kratonnya yang tua. Baik cara berpakaian, cara bicara dan cara bertemu. Ia rupanya tetap hidup dalam dua dunia--tanpa bimbang dan goncang. Di hari pelantikan Gusti Dorojatun jadi Sultan Hamengkubuwono IX di Yogya 44 tahun yang silam, ia menyatakan: "Al ben ik Westers opgevoed, ik ben en bliif een Javaan." "Biarpun saya tdah dididik secara Barat, saya adalah dan tetap seorang Jawa." Di tanggal 24 pagi, keesokan hari setelah ia tidak dikawal lagi, Sultan tampak meluncur menyetir mobil Ford Cortina L berwarna merah menyala. Apa yang akan jadi tugasnya? Ada yang menjawab: "Penasehat Presiden, atau semacam itu."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus