Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

politik

Terseret Suap Izin Mendirikan Bangunan

KPK mendalami dugaan Haryadi Suyuti menerima imbalan dari berbagai izin pembangunan saat menjabat Wali Kota Yogyakarta. Ia ditetapkan sebagai tersangka kasus suap izin pembangunan apartemen milik PT Summarecon Agung.

6 Juni 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • KPK akan mengembangkan kasus suap Wali Kota Yogyakarta periode 2017-2022, Haryadi Suyuti, ke izin pembangunan lainnya.

  • Haryadi diduga menerima suap secara bertahap dari pihak PT Summarecon Agung dengan nilai total sekitar Rp 440 juta.

  • PT Summarecon Agung menghormati proses hukum kasus suap tersebut di KPK.

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi akan mengembangkan kasus suap Wali Kota Yogyakarta periode 2017-2022, Haryadi Suyuti, ke izin pembangunan lainnya yang diterbitkan pemerintah kota. Juru bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan lembaganya akan melihat data perizinan yang dikeluarkan Haryadi selama sepuluh tahun menjabat wali kota.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Fokus pengecekan pada sejumlah izin bangunan yang dikeluarkan pemerintah kota di kawasan wisata Malioboro. Wilayah itu merupakan kawasan cagar budaya. “Kami akan cek apakah ada deal-deal lain yang dilakukan di baliknya,” kata Ali Fikri kepada Tempo, Ahad, 5 Juni 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Haryadi ditetapkan sebagai tersangka kasus suap izin mendirikan bangunan (IMB) apartemen Royal Kedhaton di kawasan Malioboro, tepatnya di Jalan Bhayangkara, Kemetiran Lor, Gedongtengen, Jumat pekan lalu. Apartemen itu milik PT Summarecon Agung Tbk. Politikus Partai Golkar itu diduga menerima suap secara bertahap dari pihak Summarecon dengan total sekitar Rp 440 juta.

Tahap awal, Haryadi diduga menerima Rp 50 juta. Lalu, ia diduga menerima lagi uang sebesar US$ 27.258 atau setara dengan Rp 390 juta lewat sekretaris pribadinya, Triyanto Budi Wuyono; serta Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Yogyakarta, Nurwidhihartana, Kamis pekan lalu.

Uang itu diberikan Vice President Real Estate PT Summarecon Agung, Oon Nusihono. Saat proses penyerahan uang tersebut, penyidik KPK menangkap Triyanto, Oon Nusihono, Nurwidhihartana, dan Haryadi. Keempatnya pun ditetapkan sebagai tersangka kasus suap ini.

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, menjelaskan kronologi pemberian suap tersebut. Awalnya, kata dia, Direktur Utama PT Java Orient Property--anak usaha PT Summarecon Agung--Dandan Jaya K., mengurus IMB pembangunan apartemen Royal Kedhaton ke Dinas Penanaman Modal Kota Yogyakarta pada 2019. Pengurusan izin ini berlanjut hingga tahun ini.

Selama pengurusan izin, Oon Nusihono dan Dandan melobi Wali Kota Yogyakarta Haryadi. Selanjutnya, Haryadi memerintahkan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Yogyakarta, Hari Setyowacono, untuk menerbitkan IMB apartemen Royal Kedhaton.

Sebelum menerbitkan IMB, Dinas Pekerjaan Umum lebih dulu meneliti kelengkapan permohonan izin tersebut. Hasil pengkajian Dinas Pekerjaan Umum mendapati permohonan izin perusahaan tak memenuhi syarat, khususnya tinggi dan kemiringan bangunan.

Lahan calon apartemen Royal Kedhaton di Jalan Kemetiran Lor Kota Yogyakarta. Tempo/Pribadi Wicaksono

Apartemen itu direncanakan dibangun setinggi 40 meter. Bangunan 14 lantai tersebut akan dibangun di atas tanah seluas hampir 6.000 meter persegi. Petak tanah rencana pembangunan apartemen Royal Kedhaton merupakan kawasan cagar budaya.

Peraturan Daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota Yogyakarta mengatur bahwa tinggi bangunan di kawasan cagar budaya maksimal 24 meter. Namun Haryadi justru mengesampingkan aturan tersebut dan menerbitkan surat rekomendasi persetujuan IMB perusahaan. Pemerintah kota akhirnya menerbitkan IMB Royal Kedhaton pada 2 Juni lalu.

Di samping IMB Royal Kedhaton, kata Alexander, lembaganya menduga Haryadi juga menerima suap dari izin pembangunan lainnya. Ia memastikan lembaganya akan mengembangkan perkara suap ini ke izin lainnya tersebut. “HS juga diduga menerima sejumlah uang dari penerbitan IMB lainnya,” kata Alexander saat konferensi pers, Jumat lalu. “Hal ini akan dilakukan pendalaman oleh tim penyidik.”

Haryadi tak menjawab konfirmasi awak media saat ia keluar dari gedung KPK, Jumat lalu. Penjabat Wali Kota Yogyakarta yang juga Asisten Sekretaris Daerah Bidang Pemerintahan Yogyakarta, Sumadi, mengaku tak mengetahui urusan IMB apartemen Royal Kedhaton. Ia memang baru saja menggantikan Haryadi sebagai pemimpin di Kota Yogyakarta pada 22 Mei lalu. “Kami menyerahkan kepada KPK,” kata dia.

General Manager Corporate Communication PT Summarecon Agung, Cut Meutia, mengatakan perusahaannya menghormati proses hukum kasus suap mantan Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti, di KPK tersebut. “Kami siap bekerja sama dengan seluruh pihak agar proses hukum dapat segera terselesaikan dengan baik,” katanya lewat keterangan tertulis.

INDRI MAULIDAR | M. ROSSENO AJI | ANTARA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus