Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Jokowi Menjawab 'Kerisauan' SBY soal Cawe-cawe

Setelah sepekan berlalu, Jokowi baru menanggapi materi buku SBY tersebut.

3 Juli 2023 | 22.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono saat tiba untuk bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Ruang Garuda, Istana Merdeka, Jakarta, Kamis 10 Oktober 2019. Pertemuan dilakukan di tengah isu Demokrat menyatakan siap mendukung pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin. Meskipun, PDIP telah mengutarakan sinyal penolakan ada parpol di luar koalisi Jokowi-Ma'ruf yang gabung usai Pilpres 2019. TEMPO/Subekti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pada Senin, 26 Juni 2023, Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY meluncurkan buku berjudul Pilpres 2024 & Cawe-cawe Presiden Jokowi. Dengan tebal 27 halaman, buku bersampul warna merah bata kombinasi hitam itu merupakan opini pribadi jenderal Angkatan Darat kelahiran Pacitan, Jawa Timur itu.

Hal itu terlihat pada halaman pertama saat SBY menulis, “Apa yang saya ungkapkan pada artikel ini sepenuhnya pandangan dan pendapat saya. Yang setuju dengan saya monggo, yang tidak setuju saya hormati.”

Buku tipis itu agaknya ditulis SBY untuk merespon isu yang sedang hangat kala itu, yakni endorsement Presiden Joko Widodo pada Pemilu 2024, khususnya dalam menentukan sosok calon presiden. SBY seperti merasa ‘risau’ bila cawe-cawe Presiden Jokowi itu melambungkan calon presiden dan wakil presiden di satu sisi, namun menghalang-halangai pasangan capres dan cawapres di sisi yang lain.

Sehingga buku itu berangkat dari lima kerisauan yang jawabannya dianalisis sendiri oleh Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat itu. Pada poin kedua umpamanya, SBY mengaku mendapat informasi dari berbagai sumber kredibel bahwa Jokowi hanya menginginkan dua pasangan capres-cawapres saja.

Menurut SBY tidak ada yang salah dari kehendak dan harapan Jokowi tersebut. “Yang bisa membuat cawe-cawe Pak Jokowi menjadi masalah apabila beliau melakukan tindakan (bersama dengan pembantu-pembantunya) yang dinilai melanggar hukum dan atau menyalahgunakan kekuasaan (abuse of power) guna mencegah pasangan capres-cawapres yang ketiga.”

Di poin ketiga, SBY menyebutkan bahwa sudah diketahui oleh banyak pihak bahwa Jokowi tidak suka dengan Anies Baswedan dan tak ingin yang bersangkutan jadi capres. Menurut SBY, ketidaksukaan Jokowi pada Anies adalah hak. Namun menjadi persoalan bila cara yang dipilih Jokowi mencegah Anies sebagai capres bertentangan dengan etika seorang presiden.

“Misalnya dicari-cari kesalahan Anies Baswedan secara hukum, dan akhirnya dijadikan tersangka atas pelanggaran hukum tertentu. Kalau memang secara hukum Anies terbukti bersalah, rakyat bagaimanapun mesti menerimanya. Tetapi, kalau sebenarnya tidak bisa dibuktikan secara hukum bahwa ia bersalah, maka hal ini akan menjadi kasus yang serius,” tulis SBY.

SBY juga menyinggung-nyinggung kemungkinan adanya kerja politik untuk mengamputasi dukungan partai  pada Anies sehingga yang bersangkutan gagal berlaga. Ia pun melihat kemungkinan Anies “dikerjain” melalui Peninjauan Kembali kubu Kepala Staf Presiden Moeldoko atas sengketa Partai Demokrat.

“Kalau ingin menggagalkan Demokrat untuk mendukung Anies ini memang “nekat, gelap mata dan ingin memamerkan kekuasaan yang dimilikinya,” saya duga akan menjadi perhatian yang luar biasa dari masyarakat luas,” tutur SBY.

Adapun di poin kelima, SBY menulis bahwa menurut pengakuan dan pernyataan sejumlah pimpinan parpol, baik terbuka maupun tertutup, Jokowi akan menentukan dan memberikan kata akhir siapa pasangan capres-cawapres  yang mesti diusung oleh partai-partai politik itu.

Menurut SBY Jokowi tak dapat dipersalahkan kendati ada yang bilang presiden melanggar etika karena mengambil alih kedaulatan sejumlah partai politik. “Kalau benar-benar yang menentukan capres dan cawapresnya adalah Pak Jokowi, dan bukan parpol-parpol yang bersangkutan, justru yang mesti dikritisi ialah para pemimpin parpol-parpol itu. Mengapa mau diperlakukan begitu,” kata SBY.

Setelah sepekan berlalu, Jokowi baru menanggapi materi buku SBY tersebut. Menurut presiden, pemerintah tetap memberikan dukungan terhadap penyelenggaraan Pemilu 2024, baik dari sisi keamanan maupun distribusi logistik.

"Saya kira sudah berulang kali saya sampaikan bahwa penyelenggara pemilihan umum itu adalah KPU. Pemerintah memberikan dukungan, baik dari sisi keamanan maupun membantu dalam distribusi logistik," kata Jokowi  di Pangkalan Udara Halim Perdana Kusuma, Jakarta, seperti dikutip Antara, Senin, 3 Juli 2023.

Kepala Negara menekankan netralitas TNI-Polri serta aparatur sipil negara (ASN) yang terus dijaga. "Birokrasi kita betul-betul harus kita jaga dan agar tetap netral. Jadi enggak usah, enggak ada kekhawatiran mengenai itu," ujar Jokowi.

Pilihan Editor: Ada Apa Jokowi dan Anies Baswedan? SBY: Tidak Jadi Soal Kalau Tidak Suka, Asal...

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini




 

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus