Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Corporate Secretary PT Kalbe Farma, Vidjongtius, mengatakan perusahaannya sudah memeriksa produk Buvanest Spinal yang ditarik dari rumah sakit dan jalur distribusi. Dia enggan menjelaskan apakah isi produk yang sudah ditarik tersebut berbeda dengan yang tertera pada kemasan obat. Dia mengklaim obat anestesi itu tak bermasalah. "Tidak ada keluhan dari tempat lain," katanya ketika dihubungi kemarin.
Menurut dia, perusahaannya menarik 10.972 ampul Buvanest. Jumlah tersebut adalah 83 persen dari 13.092 ampul yang sudah dijual di 46 cabang distribusi di 42 kota. Dia mengatakan sebanyak 2.000 ampul Buvanest yang diduga bermasalah sudah dipakai masyarakat.
Obat bius produksi Kalbe Farma itu diduga menjadi penyebab meninggalnya dua pasien Rumah Sakit Siloam pekan lalu. Keduanya meninggal setelah disuntik Buvanest yang diproduksi Kalbe sejak 2006. Belakangan diketahui, obat itu bukan Buvanest, melainkan obat dengan kandungan Asam Tranexamat untuk mengatasi perdarahan.
General Manager of Corporate Communication Siloam Hospitals Group, Heppi Nurfianto, memastikan dokter dan perawat menempuh tahapan standar saat melakukan pembedahan dua pasien yang meninggal pekan lalu. Menurut dia, Kementerian Kesehatan sudah menyampaikan kepada publik soal kepatuhan rumah sakit yang dikelolanya. "Kami sudah menjalankan sesuai prosedur," katanya.
Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tulus Abadi, mengatakan petunjuk yang dikumpulkan Badan Pengawas Obat dan Makanan serta Kementerian Kesehatan saat ini mengarah pada kesalahan Kalbe Farma dalam membuat obat. Menurut dia, jika hal ini terbukti, Kalbe bisa dijerat dengan pidana dan perdata. "Kalbe bisa dikenai sanksi denda Rp 20 miliar," ujar Tulus.
Tulus menjelaskan, Kalbe berpotensi melanggar Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pasal tersebut menyebutkan, produsen tak boleh memproduksi atau memperdagangkan barang yang isinya berbeda dengan label. Dalam kasus Siloam, cairan bius yang berlabel Buvanest ternyata berisi Asam Tranexamat.
Selain bisa didenda Rp 20 miliar, Tulus melanjutkan, manajemen Kalbe bisa dikenai pidana penjara paling lama 5 tahun. Tulus mendesak BPOM dan Kementerian Kesehatan untuk segera mengumumkan hasil investigasi atas kasus obat maut ini. "Saya harap penyelidikannya berlanjut hingga penyidikan, agar tak ada korban lagi," ujarnya.
Tulus merasa Siloam dan pasien dirugikan dalam hal ini. Ia mengatakan, Siloam dan pasien berhak menggugat Kalbe. "Minta bantuan kami pun juga bisa untuk menghadirkan saksi ahli. Namun sejauh ini belum ada permintaan," ujarnya.
Koordinator Hubungan Internasional Asosiasi Rumah Sakit Swasta, Mus Aida, juga mengatakan rumah sakit dan pasien dirugikan lantaran kasus ini. Musababnya, obat bius Buvanest yang digunakan tak pernah bermasalah sebelumnya. Menurut dia, rumah sakit kini berfokus pada penarikan seluruh obat bius bermasalah. "Obat pengganti Buvanest sudah disiapkan."
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Ronny Franky Sompie mengatakan penetapan tersangka dalam kasus ini menunggu hasil penyelidikan kepolisian dan BPOM. Menurut dia, polisi masih mencari pihak yang lalai dalam pembuatan dan pemakaian Buvanest.MITRA TARIGAN | ISTMAN MP | DEWI SUCI RAHAYU
Obat yang Tertukar
TEWASNYA dua pasien bedah di Rumah Sakit Siloam, Tangerang, Jawa Barat, dipicu oleh suntikan cairan pembius. Cairan tersebut, Buvanest Spinal, merupakan obat buatan perusahaan farmasi terbesar di Indonesia, PT Kalbe Farma. Badan Pengawas Obat dan Makanan serta Rumah Sakit Siloam menemukan bukti yang mengarah pada tertukarnya kandungan obat tersebut.
Daftar Temuan
BPOM
RS SILOAM
KALBE
KORBAN
Obat Kalbe yang Ditarik
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo