Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Inisiator Nasional Komunitas Pemilu Bersih, Arif Nur Alam mengungkap temuan praktik perjokian petugas pemutakhiran data pemilih (pantarlih) dalam proses pencocokan dan penelitian (Coklit) pemilih di Jawa Barat. Dimana petugas Pantarlih, kata Arif, tidak bisa menunjukkan Surat Keputusan (SK) saaf proses coklit dilaksanakan di rumah warga.
Arif mengatakan temuan ini mestinya menjadi perhatian penuh khusunya bagi penyelenggara Pemilu yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
"Jawa Barat merupakan salah satu wilayah yang terjadi praktik seperti ini. Harusnya kedua lembaga penyelenggara pemilu memberikan perhatian serius," ucapnya dalam keterangannya, Jumat 10 Maret 2023.
Arif mengatakan proses coklit ini menjadi atensi bersama. Pasalnya, tahapan ini merupakan proses penting untuk memastikan keabsahan daftar pemilih tetap (DPT) sebagai modalitas pelaksanaan pemilu.
Selanjut Arif mengatakan bila saja temuan ini tidak segera dilanjuti dengan serius oleh KPU atau Bawaslu akan berpengaruh pada kredibilitas instansi tersebut sebagai penyelenggara pemilu dan proses pelaksanaannya.
"Ini soal kredibilitas dan kepercayaan publik terhadap lembaga penyelenggara dan pelaksanaannya," ucapnya.
Perjokian Pantarlih juga terjadi di daerah lain
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Arif membeberkan selain di Jawa Barat, temuan kasus perjokian Pantarlih juga terjadi di beberapa daerah lainnya seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung dan daerah-daerah lainnya. Arif menyebutkan hingga kini, KPU sebagai institusi terkait belum mengetahui motif apa yang melatarbelakangi kasus tersebut.
"Apa pun motifnya, harusnya KPU bisa melacak soal ini. Masyarakat kan hanya tahunya persoalan ini akan bermuara ke KPU sebagai lembaga penyelenggara," jelas Arif.
Eks Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Abhan mengatakan terjadinya perjokian coklit di beberapa daerah merupakan bentuk adanya ketidakberesan dalam pemilu. Tentunya, ini kasus masalah serius.
"Kasus joki coklit ini serius bagi lembaga penyelenggara. Ini bukan saja bentuk pelanggaran administratif, tapi juga merupakan pelanggaran etik," ujar Abhan yang juga inisiator nasional Komunitas Pemilu Bersih.
Abhan pun mendesak KPU segera tanggap untuk melakukan perbaikan mengingat tahapan pemilu 2024 terus bergulir. Peristiwa joki coklit ini dapat menyebabkan hak pilih masyarakat hilang, sehingga mereka tidak bisa menggunakan hak politiknya dalam pemilu mendatang.
"Perlu ada sanksi tegas kepada pelaku ini. Tak hanya dikenakan sanksi pemecatan, mereka juga dapat dipidana akibat perbuatannya," ucap Abhan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pilihan Editor: Arsul Sani PPP Sebut Koalisi Parpol Masih Terbuka untuk Berubah