Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Polisi menjadi aktor negara paling banyak melakukan kekeraasan terhadap jurnalis.
Kantor Pakuan Raya dibakar orang tak dikenal pekan lalu.
Selain menjadi aktor, polisi juga acap tak tuntas mengusut kasus kekerasan terhadap wartawan.
KEKERASAN terhadap jurnalis terus berulang dari tahun ke tahun. Kejadian terbaru adalah terbakarnya kantor redaksi Pakuan Raya di Kota Bogor, Jawa Barat. Para saksi mengatakan dua orang tak dikenal dengan sengaja menyulut kantor redaksi. Beberapa bulan sebelumnya, kantor redaksi Jubi di Papua juga diteror dengan dilempari bom molotov.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mencatat jumlah kasus kekerasan terhadap wartawan sejak Januari hingga pengujung Desember 2024 sebanyak 63 kasus. Peristiwa paling parah menimpang seorang wartawan Tribrata TV di Karo, Sumatera Utara. Ia dibunuh bersama keluarganya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Ketua Aliansi Jurnalis Independen Nani Afrida ada beberapa penyebab kekerasan terhadap wartawan terus terjadi dari tahun ke tahun. Yang utama adalah lambannya polisi menangani laporan dari media. Ketika ditanganipun, kasusnya mandek atau tidak tuntas menangkap pelakunya.
Jika polisi bisa sampai ke pengadilan, hakim memvonisnya sangat ringan karena bukti-bukti minim kekerasan terhadap wartawan yang membahayakan kebebasan berekspresi. Polisi dan jaksa tak bisa menarik hal penting dari ancaman kebebasan pers terhadap demokrasi dan konstitusi. “Karena itu hukum seperti memberikan imunitas kepada pelaku bahwa tindakan kekerasan yang dilakukan hanya akan diganjar vonis ringan,” kata Nani kepada Tempo, Senin, 30 Desember 2024.
Koordinator Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Erick Tandjung mengatakan, meski jumlah kekerasan terhadap jurnalis pada 2024 lebih rendah dibanding pada tahun lalu, adanya kekerasan terhadap jurnalis menjadi bukti bahwa negara belum memiliki keseriusan penuh dalam menjaga dan menegakkan kemerdekaan pers.
Ia menilai penanganan kasus kekerasan yang selama ini sering mandek di kepolisian menjadi faktor penyebab kasus kekerasan terhadap jurnalis terus berulang. “Kalaupun ada yang diadili, mereka adalah bawahan, bukan pelaku utama kekerasan itu,” ujar Erick.
Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menegaskan bahwa jurnalis dalam menjalankan tugasnya dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Jadi intimidasi ataupun kekerasan terhadap jurnalis merupakan pelanggaran serius yang harus ditindak tegas. Dia meminta kepolisian segera mengungkap dan menuntaskan pelbagai laporan kekerasan terhadap jurnalis yang tengah ditangani. “Agar hal ini tidak menjadi impunitas,” tuturnya. ●
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo