Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kini tak pengap lagi

Perpustakaan nasional yang dihibahkan oleh yayasan harapan kita untuk pemerintah RI, diresmikan presiden soeharto. biaya pembangunan Rp 12 milyar. menampung koleksi 750.000 eksemplar buku, majalah, dll.

18 Maret 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KITA punya kebanggaan baru: Perpustakaan Nasional. Berdiri di tanah hampir 17.000 meter persegi, terletak di jantung Kota Jakarta di Jalan Salemba Raya. Terdiri dari empat blok, dengan halaman sangat luas, dua blok di antaranya berlantai 7 dan 9, perpustakaan nasional yang dihibahkan oleh Yayasan Harapan Kita ini, Sabtu 11 Maret lalu, diresmikan oleh Presiden Soeharto. Hari itu Kepala Negara antara lain menegaskan perlunya mengembangkan semangat cinta buku dan gemar membaca. Perpustakaan ini menampung koleksi sebanyak 750.000 eksemplar, terdiri dari buku, majalah, koran, mikrofilm. Sekitar 500.000 di antaranya pindahan dari perpustakaan nasional di Museum Pusat Jalan Merdeka Barat. Sisanya dari perustakaan di Jalan Merdeka Selatan. Menurut Kepala Perpustakaan Nasional Ny. Mastini Hardjoprakoso, gedung baru ini mampu menampung 2,5 juta eksemplar. Dibandingkan dengan perpustakaan di negara-negara ASEAN, menurut Mastini, perpustakaan ini paling lengkap. Sekitar 100.000 eksemplar koleksi mengenai sejarah sosial dan politik Indonesia. Ada pula kisah perjalanan pelaut Italia yang melewati Indonesia, tejrbitan 1556. Juga ada kamus Melayu-Latin terbitan Roma (1631), Quran terbitan Hamburg (1694), peta cetakan 1154. Ada pula lukisan mengenai Batavia abad ke-18 karya Johannes Rach. "Dari sudut kuantitas, kita kalah dibandingkan dengan perpustakaan negara-negara ASEAN, kecuali dengan perpustakaan negara Malaysia," tambah Mastini. Perpustakaan nasional ini, sesungguhnya kelanjutan dari Bataviasche Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Lembaga Kesenian dan Ilmu Pengetahuan Batavia (1770) yang belakangan dikenal sebagai Museum Pusat. Selama bertahun-tahun, perpustakaan nasional di Museum Pusat tidak terawat. Ini diakui oleh Mastini. "Dulu banyak koleksi yang rusak karena disimpan berdempet-dempetan," katanya. Hal itu disaksikan pula oleh Ny. Tien Soeharto yang pada 1968 meninjau pameran surat kabar langka yang memuat sejarah perjuangan bangsa. Ketika itu Ny. Tien juga menyaksikan dokumen-dokumen penting yang ditumpuk-tumpuk begitu saja di ruangan yang pengap. "Sekali dokumen itu hilang atau rusak, kita kehilangan sumber yang tidak ternilai harganya dan tidak pernah tergantikan selama-lamanya", katanya dalam kata sambutan peresmian gedung baru perpustakaan nasional itu. "Sejak itu terpikir oleh saya mendirikan bangunan perpustakaan yang baik", tambahnya. Maka pada 1985, rapat pleno Yayasan Harapan Kita memutuskan untuk melaksanakan gagasan tersebut. Dan jadilah kini gedung baru perpustakaan nasional itu, yang dibangun sejak Oktober 1985 dengan biaya Rp 12 milyar. Semula bangunan itu sebuah sekolah Belanda yang dibangun pada 1860, dan terakhir digunakan oleh sebuah instansi dalam lingkungan Angkatan Darat. Pengelolaan perpustakaan ini cukup profesional. Menurut Hediyanto, Direktur Proyek Pembangunan Gedung Perpustakaan Nasional, ada enam konsultan yang dihubungi, untuk urusan arsitektur maupun penyelenggaraan teknis perpustakaam Antara lain, dari Guild Hall Library (London), Library of Congress (Washington D.C.), New York Public Library, Museum Sonobudoyo, Yogya. Tampaknya, yang harus dipikirkan kini ialah pembiayaaan perawatan dan pengembangan perpustakaan nasional ini. Sebab, perpustakaan-perpustakaan besar di mana pun -- bahkan juga di negara-negara kaya -- selalu bergantung kepada subsidi swasta. Dan di sinilah relevansi kata sambutan Presiden Soeharto ketika meresmikan gedung tersebut. "Apa yang dilakukan oleh Yayasan Harapan Kita ini hendaknya menggugah para hartawan kita untuk mengikutinya," katanya.Laporan Ahmadie Thaha dan Diah Purnomowati

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum