Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Surat Ilegal dari Bina Graha

Pejabat Kantor Staf Presiden ikut mengatur cawe-cawe tender proyek listrik 35 ribu megawatt. Melampaui kewenangan.

7 September 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEMARAHAN Luhut Binsar Pandjaitan terlontar ketika rapat dengan para deputi dan staf khusus Kantor Staf Presiden, Selasa pekan pertama Agustus lalu, baru saja dibuka. Luhut, yang saat itu menjabat Kepala Staf Presiden, menyindir ada pejabat Kantor Staf Presiden yang bergerak sendiri-sendiri, tanpa melapor kepadanya. Dia lalu memerintahkan semua pejabat Kantor Staf Presiden bekerja di bawah koordinasinya.

Seorang peserta rapat mengatakan kemarahan Luhut dipicu oleh beredarnya surat dari seorang pejabat Kantor Staf Presiden kepada sejumlah investor proyek listrik 35 ribu megawatt. Surat yang dibuat Bambang Beathor Suryadi, tenaga ahli utama Deputi IV Kantor Staf Presiden, itu dinilai tidak pantas karena mengambil kewenangan lembaga lain. "Malu saya. Masak, kayak itu?" ujar pejabat tadi menirukan pernyataan Luhut.

Luhut membenarkan soal pertemuan yang digelar di gedung Bina Graha, kompleks Istana Presiden, Jakarta, itu. "Sudah beres, sudah saya tegur langsung," katanya Kamis dua pekan lalu.

Surat bernomor B-28/KSP/D.IV/07/2015 tertanggal 22 Juli 2015 dengan kop Kantor Staf Presiden Republik Indonesia, yang salinannya diperoleh Tempo, ditujukan Beathor kepada para investor luar negeri. Menggunakan bahasa Inggris, dia mengajak pemodal asing berpartisipasi dalam pembangunan konstruksi pembangkit listrik 2 x 200 megawatt di Sampit, Kalimantan Tengah.

Proyek pembangkit di Sampit adalah salah satu dari 109 pembangkit yang akan dibangun dalam proyek listrik 35 ribu megawatt. Presiden Joko Widodo mencanangkan proyek yang ditargetkan selesai dalam lima tahun ke depan itu di Bantul, Yogyakarta, awal Mei lalu. Megaproyek ini diperkirakan menghabiskan anggaran Rp 1.127 triliun, yang terdiri atas Rp 512 triliun dari PT PLN dan Rp 615 triliun dari swasta.

Dalam surat itu, Beathor menunjuk seorang pengusaha bernama Lim Hong Siang dan dua perusahaan, yaitu PT Wahyu Murty Garuda Kencana dan PT Borneo Energy Prima, sebagai perantara lokal bagi calon pemodal asing. Dia juga menjanjikan dukungan dan kemudahan investasi bagi pemodal yang ingin berinvestasi di proyek Sampit.

Dua kali Beathor merepresentasikan diri dengan kalimat "me and my cabinet" untuk membujuk para pemodal. Surat ditutupnya dengan mencantumkan jabatan sebagai Direktur Deputi IV Presiden Indonesia. Sebagai pelengkap, dia membubuhkan stempel Kantor Staf Presiden di atas tanda tangannya.

Sejumlah keganjilan terlihat di surat Beathor. Deputi II Kantor Staf Presiden, Yanuar Nugroho, mengatakan surat itu ilegal karena diteken oleh seorang anggota staf. "Surat resmi adalah yang ditandatangani Kepala Kantor Staf Presiden atau para deputi," ucapnya. Lebih aneh lagi, jabatan direktur deputi tidak pernah ada di kantor itu.

Konstruksi pembangkit berkapasitas 2 x 200 megawatt di Sampit yang tertulis di surat Beathor juga tidak masuk rencana megaproyek listrik. "Tak ada proyek pembangkit berkapasitas sebesar itu di Sampit," ujar Direktur Pengadaan dan Energi Primer PLN Amin Subekti. Menurut dia, dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PLN 2015-2024, yang menjadi pedoman proyek listrik 35 ribu megawatt, tidak pernah dicantumkan kapasitas sebesar itu.

Pembangkit listrik yang akan dibangun di Sampit hanya berkapasitas 2 x 25 megawatt. Bentuknya akan berupa pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dan rencananya mulai beroperasi pada 2018. Pembangunan dan pengelolaan pembangkit ini ditangani PLN, bukan pihak swasta.

Selain PLTU Sampit, ada empat rencana pengembangan pembangkit lain di Kalimantan Tengah yang ditangani PLN, yakni proyek Pulang Pisau (2 x 60 megawatt), Bangkanai 1 (155 megawatt), Kuala Pambuang (2 x 3 megawatt), dan Bangkanai 2 (140 megawatt). Di luar itu, ada dua rencana pengembangan lain yang diserahkan ke pihak swasta melalui skema independent power producer, yakni proyek Kalsengteng 1 dan 3, masing-masing berkapasitas 2 x 100 megawatt. Dua proyek itu masih dalam tahap pengadaan.

Wakil Ketua Unit Pelaksana Program Pembangunan Ketenagalistrikan Nasional Agung Wicaksono mengatakan pihak swasta mesti memenangi tender jika ingin terlibat di megaproyek listrik. Menurut dia, mekanisme tender sepenuhnya ditangani PLN. "Tak ada yang melalui Kantor Staf Presiden," katanya. Amin mengiyakan mekanisme ini. "Semuanya lewat PLN."

Dua perusahaan tambang batu bara yang ditunjuk Beathor sebagai perantara investasi punya cacat perizinan. PT Wahyu Murty Garuda Kencana beroperasi sejak 2014 di wilayah yang tak sesuai dengan peruntukan perizinan, yaitu di Kecamatan Parenggean, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. "Tapi bisa mendapat status clear and clean dari Kementerian Energi," ucap Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Kalimantan Tengah Arie Rompas. Begitu juga Borneo Energy Prima, yang beroperasi sejak 2005 di Kecamatan Batulicin, Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.

Seorang pejabat di Kantor Staf Presiden mengatakan Beathor punya motif ekonomi di balik pengiriman surat itu. Menurut dia, surat itu dibuat menjelang Idul Fitri lalu. "Istilahnya mencari THR (tunjangan hari raya)," kata pejabat ini.

Luhut mengaku kecolongan. Dia tahu surat itu dua hari setelah surat beredar karena ada pengaduan calon pemodal yang menghubunginya guna mengetahui asal-usul surat. Luhut kemudian mengontak Deputi IV Eko Sulistyo, yang membawahkan Beathor, untuk merespons pengaduan itu. Tapi Eko menyatakan tidak tahu karena Beathor tidak melapor kepadanya. "Saya juga kaget mendengar ada surat itu," ujar Eko. Menurut dia, bidangnya tidak berwenang mengundang investor.

Dua hari berselang, Luhut meminta Beathor datang menemuinya guna menjelaskan surat tersebut. Luhut mengatakan ia langsung marah dan menegur keras Beathor. "Dia tak punya hak mengeluarkan surat itu," katanya. Luhut menganggap Kantor Staf Presiden tidak punya wewenang mengundang pemodal. Kendati demikian, dia memastikan Beathor tidak menikmati keuntungan dari surat yang dibuatnya itu.

Beathor mengakui membuat surat itu. Dia juga membenarkan mendapat peringatan keras dari Luhut karena mengabaikan koordinasi dan melampaui kewenangan. Beathor berdalih membuat surat seperti itu tidak memerlukan koordinasi ke atasan. "Kan, cuma mengundang orang," tuturnya.

Dia berdalih surat undangan dibuat untuk membuka jalan bagi para pemodal yang ingin terlibat di megaproyek listrik. Sebab, hanya ada satu pintu bagi para pemodal, yakni Kantor Wakil Presiden. "Satu pintu bisa bikin antrean panjang. Saya potong dengan surat ini," ujarnya.

Beathor membantah jika disebut mencari keuntungan dari surat itu. "Tidak ada cawe-cawe. Tujuannya hanya mengundang investor," katanya. Menurut Beathor, surat baru sekali dikirim, yakni ke e-mail Lim Hong Siang. "Surat aslinya masih ada di saya."

Menurut dia, Lim adalah warga Singapura pemilik PT Wahyu Murty Garuda Kencana dan PT Borneo Energy Prima yang ditemuinya beberapa hari sebelum penerbitan surat tersebut. Saat itu Lim menyampaikan keluhan pemodal asing mengenai sulitnya berinvestasi di proyek listrik. Dari sana, Beathor berinisiatif membuat surat dan menunjuk perusahaan Lim sebagai perantara.

Ihwal proyek di Sampit, Beathor berkukuh pembangkit berkapasitas sebesar itu masuk rencana megaproyek listrik. Alasan biaya menjadi pertimbangan Beathor memilih proyek Sampit untuk dijajakan ke pemodal asing. "Itu yang paling murah yang bisa dikerjakan," ucapnya.

Prihandoko, Reza Aditya `

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus