Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mahasiswa di berbagai perguruan tinggi negeri menolak kenaikan biaya uang kuliah (UKT). Kenaikan UKT ditengarai karena adanya Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi atau Kemendikbudristek Tahun 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aturan Kemendikbudristek yang baru mengatur pemetaan tarif UKT menjadi lebih spesifik di tiap program studi. Contoh kampus yang akan menerapkan aturan baru tersebut adalah Universitas Indonesia (UI).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada tahun sebelumnya, UI menetapkan 11 kelompok UKT yang berbeda di setiap rumpunnya, yaitu sosial humaniora atau soshum dan sain teknologi (saintek). Sementara pada tahun ini, UI hanya menetapkan maksimal 5 kelompok UKT yang berbeda setiap program studinya.
Tak hanya UI, mahasiswa dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), dan Institut Teknologi Bandung (ITB) menghadapi tekanan besar akibat kenaikan UKT yang dinilai memberatkan.
Beda UKT dengan SPP
Bagi calon mahasiswa baru tahun ajaran 2024/2025, mungkin masih bingung membedakan UKT dengan SPP. Biasanya, sistem SPP masih diterapkan di kampus-kampus swasta. Sementara itu, UKT telah ditetapkan di seluruh kampus negeri.
Sejatinya, UKT dan sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) sama-sama merupakan biaya yang harus dikeluarkan ketika menempuh pendidikan di perguruan tinggi setiap semesternya. Namun, terdapat perbedaan di antara keduanya.
UKT merupakan biaya kuliah yang dibayarkan oleh mahasiswa perguruan tinggi negeri, khususnya yang mendaftar jalur SBMPTN atau SNMPTN, atau yang sekarang bernama SNBP dan SNBT 2024.
Penentuan besaran UKT didasarkan pada gaji orangtua serta aspek lain, seperti informasi luas tanah yang dimiliki, banyaknya kendaraan, jumlah rumah, dan pengeluaran yang dilakukan untuk keluarga.
Faktor-faktor tersebut membuat UKT memiliki lima hingga delapan golongan. Tujuannya adalah agar mahasiswa bisa mendapatkan nominal UKT yang sesuai dengan kondisi ekonominya. Hal ini bisa terjadi karena terdapat subsidi dari pemerintah melalui Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN).
Nominal UKT yang didapatkan akan berlaku di setiap semester sampai lulus kuliah. Jadi, meskipun hanya mengerjakan skripsi di semester tersebut, maka yang dibayarkan akan tetap sama.
Namun, pemimpin PTN atau rektor dapat menurunkan atau menaikkan besaran UKT melalui penetapan ulang pemberlakuan UKT terhadap mahasiswa ketika terjadi beberapa kondisi berikut, yaitu ketidaksesuaian data dengan fakta ekonomi mahasiswa, orang tua, atau pihak lain yang membiayai mahasiswa atau perubahan kemampuan ekonomi mahasiswa, orang tua, atau pihak lain yang membiayai mahasiswa.
Sementara itu, SPP adalah biaya yang harus dikeluarkan mahasiswa setiap semesternya di perguruan tinggi swasta (PTS). Biasanya SPP ditetapkan berdasarkan jalur masuk. Misalnya masuk melalui jalur prestasi, maka nominalnya akan lebih murah daripada mahasiswa yang masuk melalui jalur mandiri.
Nominal SPP di setiap semester bisa berbeda-beda Jika semakin lama berkuliah, jumlah yang dibayarkan akan semakin murah karena jumlah SKS yang diambil semakin sedikit.
Berbeda dengan PTN yang mendapat subsidi dari pemerintah melalui Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) dalam sistem UKT, PTS tidak mendapatkannya. Akibatnya. semua biaya operasional selama perkuliahan ditanggung oleh mahasiswa.
RENESIA | UMM | FANI RAMADHANI | RACHEL FARAHDIBA REGAR | INTAN SETIAWANTY
Pilihan Editor: KIKA Minta Polisi Tak Proses Laporan Rektor Unri ke Mahasiswanya