Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Melukiskan Warna Kardus

Digarap secara tanggung.

2 Januari 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tiga bocah berseragam SD sibuk bergantian bermain gadget adalah obyek lukisan berjudul 3G. Lukisan jenis oil on canvas ini bernuansa kardus. Di sebelahnya, dengan latar kanvas bernuansa warna kardus, ada tiga anak yang sedang bermain kelereng. Lukisan ini berjudul Goli Cella-yang berarti kelereng merah.

Yang menarik dari lukisan Goli Cella ini adalah ada salah satu anak yang berdiri mengenakan sarung tinju berwarna merah. Sebuah lukisan yang bisa memiliki beberapa interpretasi makna. "Sebenarnya anak yang mengenakan sarung tangan ini mau saya blurkan, jadi seolah berada dalam kardus, tapi waktu sudah tak cukup," ungkap Adi Wijaya, pelukis yang juga mahasiswa Universitas Muhammadiyah Makassar itu. Pameran lukisan di Auditorium Al Amien ini berlangsung sejak Rabu lalu hingga hari ini.

Di sudut ruang lain di Auditorium Al Amien, saya kembali menemukan tiga lukisan bernuansa kardus dengan tema anak-anak. Dari lukisan Perjalanan Waktu-seorang bocah yang lagi-lagi berseragam sekolah dan seekor sapi yang menyatu dengan bola lampu. "Saya ingin berpesan, betapa perlunya menghemat sumber energi," kata Adi, Rabu lalu.

Di sebelahnya, seorang anak meniup busa sabun menjadi balon, di dalam balon itu terdapat dua anak lain yang juga bermain hal serupa. Dalam lukisan ini, sang pelukis berusaha menghadirkan dua unsur warna kardus, yakni saat basah dan kering. Di bidang yang kering, pelukis menambahkan kode-kode dengan cat merah, seperti jangan sampai kena basah, mudah pecah, dan jangan diinjak.

Nuansa kardus yang digunakan Adi paling pas dalam lukisannya yang berjudul Wajah Kardus. Lukisan itu bercerita tentang seorang bocah yang bermain topeng, dua topeng manusia dibiarkan tergeletak, lalu ia memilih sobekan kardus bergerigi sebagai topeng untuk wajahnya.

Memilih nuansa kardus, bagi Adi, bukan tanpa alasan. Menurut dia, kardus punya banyak fungsi, sehingga ia menghadirkan nuansa kardus dalam warna maupun tema-tema lukisan untuk tugas akhirnya. Jadilah lukisan Adi tampak berbeda dengan karya-karya lain di ruang pameran bertajuk "Garis Warna" ini.

Sayang, pelukis masih memperlakukan karyanya secara amatir. Lukisannya dibungkus dalam keadaan masih basah, sehingga masih ada jejak-jejak koran di beberapa permukaan. Untuk ide karakter kardus, Adi patut diberi apresiasi, tapi tema-temanya masih perlu diolah lebih mendalam.

Mahasiswa seni rupa lain yang juga mengangkat tema anak dalam karyanya adalah Karman K. Ia mencoba menggambarkan anak-anak jalanan, kelaparan, kehilangan keluarga, dan tidak punya tempat tinggal. Tapi pesan yang ingin disampaikan Karman tak kesampaian. Ia kurang mampu menghadirkan karakter kuat dalam wajah-wajah anak-anak ini.

Belum lagi, dari tujuh lukisannya, ada dua lukisan yang cukup mengganggu karena tak sesuai dengan tema yang hendak dihadirkan, yakni Potret dan Budaya Pingitan. "Saya memang bingung harus membuat apa," katanya kepada Tempo. Karman juga mengaku tak punya waktu yang cukup untuk menggarap karya-karyanya.

Menurut Muh Faisal, kurator pameran, karya Adi dan Karman mencoba menelusuri dunia anak, sebuah realitas empiris tentang generasi dunia. Keduanya mencoba mengkonstruksi dari dimensi persoalan sosial. Dari karya-karya yang ditampilkan, mereka sudah memiliki dasar pemahaman tentang komposisi bentuk dan penggunaan struktur simbolis dalam membangun wacana anak.

Pameran itu tidak hanya memajang karya Adi dan Karman. Ada tiga mahasiswa lain yang turut memamerkan karyanya. Ali Akbar mencoba menghadirkan lukisan dengan nuansa warna yang ramai. Ia mendefinisikan warna sebagai wujud visual dari rasa. Lalu Yudi Pahlawan yang membuat topeng-topeng wajah manusia suku Sasak yang bermukim di Lombok. Juga Irawan yang mencoba melestarikan musik tradisional pada era modern dengan menghadirkannya sebagai karya grafis pada baju kaus.

Faisal menilai gagasan yang ingin disampaikan oleh Irawan belum didukung oleh pengalaman desain grafis yang maksimal, sehingga antara konsep dan proses penciptaannya belum menemukan prosedur kreatif yang seimbang secara maksimal. Padahal, dengan media baju kaus ini, dituntut komposisi dan teknik desain yang inovatif.

Karya-karya seni rupa ini masih digarap secara tanggung. Yang paling mencolok tampak pada penataan ruang pameran. Ada lukisan yang ditempatkan menutupi karya yang lain. Juga tidak ada keterangan pemilik karya yang membuat pengunjung kesulitan. Apalagi ketersediaan katalog yang disiapkan juga sangat terbatas. (*)


Agenda Komunitas

-Festival Pulau Sanrobengi
Tempat: Kabupaten Takalar
Waktu: September-Oktober 2014

-Diskusi Makassar Kota Geng Motor
Bersama Lembaga Pers Mahasiswa Hukum Universitas Hasanuddin
Tempat: Ruang Promosi Doktor Fakultas Hukum Unhas
Waktu: Kamis, 9 Oktober 2014

-Bom Benang 2014
Tempat: Kampung Buku Jalan Daeng Sirua
Waktu: 10-12 Oktober 2014

-Bedah buku "Health is Beautiful"
Karya Fatmah Afrianty Gobel (Dosen FKM UMI)
Tempat: Auditorium Al-Jibra, Universitas Muslim Indonesia
Waktu: Sabtu, 11 Okrober 2014

-Baby & Kids Racetoons (Makassar Running Festival)
Tempat: Lapangan Karebosi
Waktu: Sabtu, 11 Oktober 2014

-Kreatif Project
Kepo tentang Mobile Video & Digital Writing
Tempat: Menara Phinisi
Waktu: Sabtu, 11 Oktober 2014

-Celebes Jambore Jeep
Tempat: Pucak Arra, Kabupaten Maros
Waktu: 11-12 Oktober 2014

-Makassar Half Marathon(Makassar Running Festival)
Tempat: Anjungan Pantai Losari
Waktu: Minggu, 12 Oktober 2014

-Identitas Book Fair
"Menyemai Budaya Baca Menuju Esensi Peradaban"
Tempat: Lantai Dasar Perpustakaan Universitas Hasanuddin
Waktu: 13-17 Oktober 2014

-Teroka Kota: Kelas Menulis dan Meneliti Isu Perkotaan
Tempat: Kampung Buku di Jalan Daeng Sirua
Waktu: 15-16 Oktober 2014

***

Infokan agenda kampus, budaya, dan kegiatan komunitas Anda ke nomor 0813 5536 9005 atau e-mail [email protected].

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum