Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Mencari kerajaan pertama

Seminar mencari sebuah tempat di aceh yang persis bisa dianggap daerah/kerajaan islam yang pertama di indonesia, diputuskan dalam seminar tersebut, kerajaan perlak sebagai daerah islam pertama. (ag)

11 Oktober 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PULUHAN orang mengacungkan tangan dan berseru "Setuju!" Maka resolusi yang mengusulkan perdamaian Irak-lran pun dibacakan di hadapan sekitar 200 hadirin. Bukan, ini bukan acara muktamar atau kongres resolusi yang dipungut 27 September itu -- bersama beberapa saran lain -- berada dalam kerangka sebuah seminar tentang sejarah Islam. Diselenggarakan oleh Majlis Ulama Daerah Istimewa Aceh bersama Pemda Kabupaten Aceh Timur, di Kompleks Pertamina Rantau, Kuala Simpang, 25-30 bulan lalu, acara ini membahas 18 makalah dari Indonesia (termasuk Prof Elamka dan Dr. Ruslan Abdulgani) dan Malaysia. Juga dihadiri peninjau dari Yale University di AS, Ecole Francail D'Extreme Orient, dan Universitas Hyderabad, Pakistan. Tujuan yang tampak paling menonjol: mencari sebuah tempat, di Aceh, yang secara persis bisa dianggap daerah atau kerajaan Islam yang pertama di Nusantara -- meski fokus ini agak kabur, karena luasnya pembicaraan. Sudah disepakati, dalam seminar sejarah masuknya Islam ke Indonesia di Medan, 1963, Islam masuk ke sini langsung dari Arab -- sejak abad pertama Hijri. Dalam seminar berikutnya tentang Islam di Aceh, 1978, disimpulkan pula bahwa tiga kerajaan merupakan daerah Islam pertama: Perlak, Lam Huri dan Pasai. Hanya, manakah dari tiga daerah itu yang paling afdol, belum dibahas. Sampai datangnya seminar kali ini, yang memutuskan Kerajaan Perlak sebagai didirikan pada 225 Hijri (abad IX Masehi), dan merupakan yang pertama dari yang tiga. Putri Nurul A'la Dua kertas kerja mencalonkan Perlak ini. Pertama dari Tim Sejarah Aceh Timur, didirikan Pemda kabupaten setempat empat tahun lalu, dan kedua dari Prof. A. Hasjmy, Ketua Majlis Ulama Provinsi dan Rektor IAIN Ar-Raniri Banda Ach, yang juga ketua panitia seminar. Lokasi kerajaan itu diduga di sekitar Kampung Paya Meuligou sekarang, di tepi Sungai Peureula. Di situ syahdan terdapat dua kuburan, yang diduga kubur Sultan 'Alaiddin Saiyyid Maulana 'Abdul 'Azi Syah, raja pertama, serta permaisurinya Putri Murail Meurah Mahdum Khudawy. Di Delta Krueng Tuan juga terdapat makam lain dari Putri Nurul A'la. permaisuri Sultan Ahmad Syah (501-527 Hijri) yang dalam Hikayat Nurul A'la -- masyhur di Aceh -- disebut begitu mustahil cantik moleknya. Hikayat itu sendiri merupakan bahan pertimbangan. Juga Hikayat Raja-Raja Pasai dan Hikayat Banta Beuransah (tentang Perlak). Tapi terutama yang pokok adalah naskah Izharul Haqq fi Mamlakatil Farlah wal Fasi (Menyingkap Kebenaran tentang Kerajaan Perlak dan Pasai) karangan Abu Ishaq Makarani Al Fasi. Hasjmy, seperti juga tim sejarah tadi, memang beranjak dari bahan-bahan lokal. Hanya rupanya tidak semua orang sangat menyetujui kekuatannya. Naskah Izharul Haqq itu, misalnya, yang didapat hanyalah transkripsi (dari huruf Arab Melayu) oleh M. Yunus Jamil (almarhum), dari salinan oleh Lebai Pemaron Akub Gayo terhadap naskah aslinya. Itu pun hanya lembaran lepas hanya sebagian. Dan dalam yang sebagian itu konon terdapat cukup banyak pertentangan tahun -- sehubungan dengan pemerintahan raja-raja maupun nama-nama rajanya. Tahun-tahun yang diceritakan sendiri berada di abad III H. (abad X M). Tapi Abu Ishaq Makarani Pase, pengarangnya, hidup di masa Putri Narisyah memerintah Pasai, abad XV M. Sedang Drs. Hasan Muarif Ambary, Kepala Bidang Arkeologi Islam pada Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Departemen P & K, mengatakan dalam makalahnya pada seminar itu "Melihat gaya penulisan, naskah ini seharusnya dibuat tidak lebih dari abad XVIII atau XIX (Masehi)." Karena semua sebab itulah, menurut dia, "masih kita perlukan memperoleh data banding yang relevan." Dan data banding itu, karena kurang kuat bila hanya hikayat, adalah arkeologi. Hasan Ambary sendiri enam tahun lalu sudah menengok kuburan-kuburan tua di Kecamatan Peureuhl itu. Juga Prof. Dr. N.A. Baloch, ahli Sejarah Islam dari Universitas Hyderabad, Pakistan -- setelah sepuluh tahun sebelumnya Tgk. M. Arifin Amin yang kemudian menjadi Ketua Tim Sejarah Aceh Timur, berusaha mencari petunjuk. Sayangnya, di dua kubur di kompleks yang pada 1979 sudah dipugar Dinas Purbakala. Aceh itu, tidak terdapat tanda-tanda yang meyakinkan. Harun Al Rasyid Toh Prof. Hasjim maupun tim Aceh Timur, seperti juga para peserta lain, makin sekali pada kesimpulan seminar itu -- meskipun dalam redaksi keputusan masih ditaruh catatan "perlu diperkuat dengan penelitian-penelitian arkeologi." Sebab meski penelitian arkeologi tidak (atau belum?) memberi kesimpulan positif, memang tidak pernah terdengar sumber lain yang menyatakan yang lain dari kerajaan Islam pertama di Aceh. Atau belum, siapa tahu. Betapapun, seminar juga memutuskan mendirikan sebuah monumen yang akan menjadi tanda kedatangan Islam pertama kali, di kampung bekas menteri P & K Dr Syarif Thayeb itu. Disebut Monumen Islam Asia Tenggara (karena dari sinilah Islam menyebar ke seluruh kawasan), batu pertamanya telah diletakkan oleh Sekjen Departemen Agama Drs. Kafrawi MA 30 Septeml)el lalu. Menteri Agama juga sudah menyumbang Rp 5 juta -- untuk sebuah bangunan berbentuk kubah segi lima, yang akan juga dilengkapi masjid dan madrasah, dan direncanakan berharga Rp 2 milyar. Dari mana biaya selebihnya? Selain dari Pemda Aceh Timbul dari berbagai pihak, terutama diharapkan Bahrain -- seperti dikatakan Hasjm pada TEMIO. Sebab Bahrain (dan Hasjmy sendiri pernah ke sana, dan bertemu para pejabat) dianggap bersangkut paut dengan riwayat pengislaman perlak dahulu. Itu di masa Khalifah Al Ma'mun, putra Harun Al Rasyid yang memerintah di Baghdad. Layak juga, ada resolusi menyangkut perang Teheran-Baghdad.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus