Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin, mengatakan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) harus dibekali dengan teknik kemanusiaan atau soft power yang mumpuni untuk melengkapi kemampuan operasi militernya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Saya sudah beri masukan kepada Panglima TNI dan Danjen Kopassus. Kita tidak hanya berbicara operasi hard power, tetapi juga soft power. Oleh karena itu, kita perlu memfasilitasi hal-hal yang menyangkut kemanusiaan di dalamnya,” kata Sjafrie Sjamsoeddin dalam keterangannya di Jakarta, Ahad, 12 Januari 2025 dilansir dari Antara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal tersebut disampaikannya saat meninjau Pusat Pendidikan dan Latihan Pasukan Khusus (Pusdiklatpassus) Kopassus di Batujajar, Bandung, bersama Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto.
Apa itu Soft Power?
Dilansir dari jurnal Yanyan Mochamad dan Elnovani Lusiana berjudul “Soft Power dan Soft Diplomacy”, soft power pertama kali dicetuskan oleh ilmuwan politik bernama Joseph Nye di tengah carut-marut perang dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet kala itu.
Melalui tulisannya, Nye secara persuasif mengajak dunia untuk membahas kepentingan nasional Amerika di kancah global melalui geliat soft power, hard power hingga hadirnya smart power di masa duet Obama dan Hillary Clinton. Soft power Amerika dikemukakan sebagai the ability to affect others to obtain the outcomes one wants through attraction rather than coercion or payment.
Dari definisi tersebut diatas dapat diinterpretasi bahwa soft power adalah kemampuan suatu negara untuk mempengaruhi pihak lain dengan menggunakan daya tarik, bukan menggunakan penekanan atau pemaksaan seperti yang terjadi di masa-masa sebelumnya.
Perbedaan antara soft power dan hard power terletak pada pendekatannya. Hard power lebih mengacu pada penggunaan kekuatan militer dan ekonomi untuk memaksa negara lain mengikuti keinginan negara yang lebih kuat. Sebaliknya, soft power lebih tentang membujuk dan menarik orang atau negara lain untuk setuju atau mengadopsi sudut pandang tertentu.
Nye memaparkan setidaknya ada tiga elemen utama dalam soft power, yaitu budaya, nilai politik, dan kebijakan luar negeri. Aspek-aspek budaya seperti musik, film, seni, sastra, dan pendidikan dapat mempengaruhi cara pandang orang-orang di negara lain. Misalnya, popularitas budaya pop Amerika di seluruh dunia telah berkontribusi pada daya tarik nilai-nilai dan gaya hidup Amerika.
Jika nilai-nilai politik suatu negara, seperti demokrasi, hak asasi manusia, dan kebebasan, dianggap menarik atau ideal oleh negara lain, maka negara tersebut memiliki daya tarik politik. Negara yang dianggap berhasil dalam penerapan nilai-nilai ini cenderung memiliki soft power yang kuat.
Kebijakan yang dianggap adil, berprinsip, dan menguntungkan bagi komunitas internasional akan meningkatkan daya tarik sebuah negara. Misalnya, program bantuan kemanusiaan atau keterlibatan aktif dalam penyelesaian konflik global.
Contoh penggunaan soft power adalah pertukaran pelajar, pameran budaya, dan festival internasional adalah cara untuk mempromosikan budaya dan menciptakan citra positif di dunia internasional. Bisa juga dengan menjamurnya industri budaya mainstream seperti film Hollywood atau fenomena K-Pop.
Salah satu manfaat soft power adalah negara bisa memperkuat citranya di mata dunia, yang dapat meningkatkan investasi asing, pariwisata, dan hubungan diplomatik tanpa menggunakan kekuatan militer yang opresif.