Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Misteri Pembunuhan Kiai

14 Oktober 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PONDOK Pesantren As-Salafiyah kini berbeda dengan pondok-pondok pesantren lain. Ia bukan lagi pondok yang terbuka dan aman dikunjungi siapa saja. Terlebih bila kunjungan ke pondok di Desa Raguklampitan, Jepara, itu dilakukan pada malam hari. "Keamanan tidak terjamin," ujar tukang ojek yang biasa mengantar tamu ke pondok, Jumat pekan lalu. Situasi mencekam itu terjadi setelah Kiai Shodiq, pengasuh pondok itu, dibunuh sekelompok orang bertopeng pada 5 Oktober silam. Kekhawatiran akan ada aksi balas dendam ratusan santri, bisa jadi, membuat para penduduk sekitar takut berkunjung ke lokasi itu. Sehari setelah Shodiq meninggal, beredar rumor para santri akan membalas kematian kiai mereka. Namun, hingga Jumat pekan lalu, tidak terbukti adanya balas dendam itu. Lantas, siapa pembunuh kiai berusia 40 tahun itu? "Sudah ada lima orang yang kami tangkap," ujar Kapolres Jepara, Ajun Komisaris Besar Pria Siswadi Ismail, kepada Ecep S. Yasa dari TEMPO. Namun, demi alasan penyelidikan, Ismail tidak mau mengungkap jatidiri para tersangka itu. Menurut polisi, ada dugaan kematian Shodiq terkait dengan aksi pembunuhan Teguh bin Kusnan. Warga Dukuh Gendola yang letaknya dekat dengan pondok itu dikeroyok di jalan desa dekat pondok pesantren pada 28 September lalu. Sepeda motornya dibakar. Tidak jelas siapa pelakunya. Tapi, dari pengakuan beberapa warga, ada yang melihat pelaku aksi lari ke dalam pondok. Tiga hari berselang, polisi menangkap Suwandi, Tamsi, dan Kahar, yang disangka sebagai pembunuh Teguh. Bersama tertangkapnya mereka, polisi juga menyita 6 pistol rakitan, 4 senapan, serta beberapa peluru. Dari pengakuan tersangka, polisi mendapat informasi bahwa tersangka lainnya berada di Pondok Pesantren As-Salafiyah. Maka, pada 4 Oktober—sehari sebelum Shodiq terbunuh—aparat penegak hukum itu menggeledah pondok. Operasi yang dipimpin langsung Kapolres dan Komandan Distrik Militer 0719 Jepara, Letkol Akhmadi Kuntopo, itu berhasil menangkap dua tersangka, Rifai dan Supadi alias Joni. Hasil penyelidikan polisi, ada dugaan pesantren tersebut menjadi tempat berlindung para pelaku. "Rencananya, kami akan memanggil Shodiq dalam kaitan ini, tapi yang bersangkutan keburu terbunuh," ujar Ismail. Dari pengakuan beberapa warga, rupanya pesantren itu meresahkan masyarakat. "Warga dipaksa menjadi donatur pesantren," kata Ismail. Pada 23 Agustus lalu, warga sekitar pondok melayangkan surat kepada Kepala Polri, Menteri Koordinator Polkam, dan Menteri Kehakiman dan HAM. Surat yang ditembuskan kepada Kapolda Jawa Tengah itu berisi keluhan atas aksi pemaksaan tersebut. Soal motif pembunuhan Kiai Shodiq, menurut Ismail, ada beberapa kemungkinan. Pertama, bisa saja ada sekelompok warga yang selama ini disakiti melakukan balas dendam. Kemungkinan lain, pelaku adalah anak buah Shodiq sendiri yang dendam karena Shodiq tidak mampu melindungi rekan mereka. Sayang, segala tuduhan yang mengarah ke Shodiq tidak dijawab keluarganya. "Kami keberatan memberikan keterangan apa pun," kata mertuanya, Kiai Ahmad, kepada pers. Namun, protes justru datang dari Dewan Pimpinan Wilayah Partai Persatuan Pembangunan Jawa Tengah. Melalui surat bernomor 121.28, mereka meminta Kapolda Jawa Tengah dan Pangdam IV Diponegoro mencopot Kapolres dan Dandim 0719 Jepara. Keduanya diduga ikut terlibat dalam aksi pembunuhan Shodiq. Indikasi itu terlihat karena pembunuhan terjadi sehari setelah polisi melakukan penggerebekan ke pondok. Tuduhan itu dijawab Ismail dengan santai. "Soal usulan agar saya dicopot, silakan saja, itu hak mereka," ujarnya. Suara keras justru datang dari Markas Besar Polisi di Jakarta. "Polisi tidak punya kepentingan apa pun terhadap Shodiq. Atas dasar apa mereka menuduh polisi?" kata Kepala Bidang Penerangan Umum Polri, Ajun Komisaris Besar Prasetyo, kepada pers, Kamis pekan lalu. Atas tuduhan itu, polisi dalam waktu dekat akan memanggil pengurus DPW PPP Jateng. Johan Budi S.P. dan Tempo News Room

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus