Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengungkapkan adanya kejanggalan terhadap sejumlah organisasi kemasyarakatan yang lolos seleksi Program Organisasi Penggerak (POP). “Kami melihat organisasi masyarakat yang terpilih itu indikasinya tidak jelas,” kata Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah, Kasiyarno, saat dihubungi Tempo, Kamis, 23 Juli 2020.
POP merupakan program peningkatan kualitas pendidikan dan penguatan sumber daya manusia yang digagas oleh Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud. Beberapa waktu lalu Kemendikbud mengumumkan ada 156 organisasi yang memenuhi kriteria melaksanakan POP.
Ormas-ormas tersebut akan mendapatkan bantuan yang dibagi berdasarkan tiga kategori, yaitu Gajah memperoleh bantuan maksimal Rp 20 miliar per tahun. Lalu Macan memperoleh bantuan maksimal Rp 5 miliar per tahun. Kemudian Kijang memperoleh bantuan maksimal Rp 1 miliar per tahun.
Menurut Kasiyarno, ada ormas yang levelnya hanya bimbingan belajar, paguyuban, dan forum yang lolos untuk melaksanakan POP. Kebanyakan organisasi ini juga tidak memiliki kantor dan rekam jejak yang jelas di bidang pendidikan.
Bahkan, kata Kasiyarno, proposal yang diajukan tidak memiliki program yang jelas. “Ada yang judulnya peran guru penggerak dalam peningkatan pendidikan. Terus opo (apa) kegiatannya?” tanya dia.
Kasiyarno menambahkan, “Itu kan semacam paper disampaikan dalam 30 menit selesai, padahal program harus 1-3 tahun. Meragukan.”
Muhammadiyah mengetahui adanya organisasi yang diduga abal-abal ini dari jaringannya di sejumlah daerah. Kasiyarno pun mempertanyakan transparansi Kemendikbud dalam menyaring proposal dan melakukan verifikasi lapangan.
Sebab, ia memandang tidak ada kriteria yang jelas bagi organisasi yang layak menerima dana hibah kategori Gajah. “Ada yang berapa hari baru dapat badan hukum sudah bisa mengajukan Gajah. Itu kan repot,” ujarnya.
Kejanggalan lainnya, Kasiyarno melihat bahwa jumlah organisasi yang dinyatakan lulus verifikasi lapangan oleh lembaga independen Institut SMERU (lembaga yang ditunjuk Kemendikbud) tidak ada bedanya dengan jumlah yang lulus administrasi. “Ini saya juga ada kesan bahwa verifikasi lapangan hanya formalitas, memenuhi prosedural. Buktinya semua masuk, padahal terindikasi tidak jelas,” kata dia.
FRISKI RIANA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini