Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bangli - Belajar tak lagi membosankan. Itu lah kesan yang didapat oleh para siswa di SMP Negeri 1 Kintamani Provinsi Bali setelah guru-guru mereka mengikuti Program Organisasi
Penggerak. Berkat program yang dicanangkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Teknologi dan Riset bekerja sama dengan organisasi masyarakat itu, guru-guru bisa meningkatkan kualitas dirinya sehingga bisa memberikan pembelajaran yang lebih baik bagi anak didiknya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sebelum ada POP, guru mengajarnya flat...tak ada variasi dalam mengajar, sehingga saya kerap merasa boring saat belajar," kata I Gusti Made Bagus Dinata Putra, siswa kelas 8, Rabu, 4 Oktober
2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di SMPN 1 Kintamani, organisasi masyarakat yang turun adalah Putera Sampoerna Foundation (PSF). PSF berkontribusi secara mandiri dengan memberikan pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru.
Bagus bercerita guru-gurunya kini bisa menyampaikan materi dengan lebih baik dan menyenangkan. "Setelah ikut POP, bapak ibu guru (mengajarnya) sudah ada variasi, ada mind mapping, kerja kelompok, ada ice breaking juga biar enggak stres dalam belajar," ujarnya.
Contohnya saat mata pelajaran Bahasa Inggris. Sebelum belajar, para siswa diajak mengingat materi pelajaran sebelumnya dengan permainan snow ball. Guru melempar snow ball berupa gumpalan kertas secara random ke arah siswa. Siswa yang menangkapnya akan mempresentasikan materi pelajaran sebelumnya di hadapan teman sekelasnya.
Cara memberikan materi pun tak sekadar membuka buku lalu "menceramahi" siswa. I Nyoman Sukarma, salah satu guru yang telah mengikuti POP memberikan materi lewat video yang link-nya
dikirim kepada para siswa. Saat bertemu di kelas, para siswa dibagi menjadi beberapa kelompok untuk mendiskusikan materi tersebut. Selanjutnya, setiap kelompok akan mempresentasikan
hasil diskusinya di depan kelas.
"Di situ siswa bisa belajar tentang kolaborasi dan literasi," kata Sukarma.
Nilai-nilai itu juga yang dikejar agar dimiliki siswa Indonesia melalui P5, yaitu Proyek Penguatan Pelajar Profil Pancasila yang merupakan bagian dari penerapan Kurikulum Merdeka. Adapun
profil pelajar Pancasila mencakup enam dimensi, yaitu beriman, berkebhinekaan global, mandiri, bergotong royong, bernalar kritis dan kreatif.
Di tengah pelajaran, Sukarma juga biasanya memberikan ice breaking agar siswa tidak bosan. Contoh ice breaking yang diterapkan berupa gerakan peregangan tubuh dengan lagu-lagu
yang menarik.
Pameran P5
POP menjadi program yang dirancang Kemendikbudristek untuk memacu satuan pendidikan mengembangkan P5. Dalam penerapan P5, siswa diajak untuk mampu mengamati dan menyelesaikan berbagai permasalahan di sekitarnya dengan membuat proyek sesuai tema. Pada akhirnya, dalam proses itu, siswa diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya.
Untuk membuat proyek, siswa dikenalkan dengan alur FIDS, yaitu Find, Imagine, Do dan Share. Alur ini memudahkan sekaligus mendorong siswa untuk mengerjakan proyek dengan memberdayakan dirinya melalui proses identifikasi masalah, mendiskusikan solusi, menemukan solusi dan membagikan solusinya.
SMPN 1 Kintamani pun telah menggelar pameran yang menampilkan sejumlah proyek hasil dari pembelajaran P5 oleh para siswa. Proyek itu mengacu pada pilihan tema P5 yang dirancang oleh Kemendikbud, yaitu Gaya Hidup Berkelanjutan, Bhinneka Tunggal Ika, Kearifan Lokal, Suara Demokrasi, Bangunlah Jiwa dan Raganya, Kewirausahaan dan Keberkerjaan.
Booth yang menampilkan beragam proyek siswa melalui pembelajaran P5. TEMPO/Ninis
Bagus dan kelompoknya mengambil tema kearifan lokal. Mereka menemukan masalah berupa kurangnya kesadaran dan pemahaman anak muda Bali terhadap budaya lokal, khususnya tiga genre tari Bali dan bahasa Bali. Mereka pun merancang program untuk mengenalkan budaya tari itu dengan membuat komik digital dengan bahasa Bali.
Proyek lainnya adalah pengenalan makanan tradisional Bali bagi anak muda. Ni Putu Wismasari dan I Ketut Anindya Vivian Paramesti mengerjakan proyek itu karena melihat banyak anak muda Bali yang kini lebih suka makan atau jajan makanan kekinian dan melupakan makanan tradisional yang tak kalah nikmat. Mereka pun membuat kue Laklak dan es Daluman untuk dibagikan
sekaligus dikenalkan kepada teman-teman sekolahnya.
Kepala Sekolah SMPN 1 Kintamani I Dewa Ayu Raka Dewi mengatakan dirinya melihat perubahan besar dari guru dan siswa setelah menjalankan pelatihan POP. Para guru kini bisa mengembangkan beragam metode belajar yang efektif dan menarik untuk memantik daya kritis siswa.
"Bahkan ada guru yang merasa malu dengan dirinya yang dulu (sebelum pelatihan), sampai menutup muka begitu," kata Dewi.
Perubahan juga terlihat dari karakter para siswa. Menurut Dewi, anak-anak kini tampak lebih percaya diri. Cara berbicaranya juga berubah dan bisa bersikap lebih sopan.
"Dilihat dari rapor pendidikan juga tingkat literasi dan numerasi sekolah kami juga naik," kata Dewi yang sekolahnya telah mengikuti POP selama dua tahun.
Sukarma juga mengungkap bahwa ada respons positif dari orang tua siswa. Beberapa orang tua bercerita padanya bahwa sebelumnya anak-anak mereka malas sekolah karena rutinitas belajar yang monoton. "Tapi sekarang anak-anak menjadi semangat sekolah," kata dia.
Harapan Kemendikbud
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek Nunuk Suryani mengatakan POP merupakan program prioritas pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia melalui kolaborasi dengan pihak swasta. Ia mengapresiasi pelaksanaan POP yang telah dilaksanakan PSF di lima sekolah.
"Saya harap serah terima praktik baik PSF dilanjutkan dan disebarluaskan karena prinsipnya Merdeka Belajar adalah pergerakan," kata Nunuk.
Ia pun mendorong kepala daerah untuk melanjutkan dan mendiseminasikan program ini lebih luas secaa gotong royong. "Ada bibit baik pada siswa siswi yang berada di sini, jadi mari kita lanjutkan secara mandiri," kata Nunuk.
Head of Program and Development Putera Sampoerna Foundation-School Development Outreach Juliana juga berharap keberlanjutan POP dengan kontribusi dari berbagai pihak. Sebagai catatan, para guru yang telah menjalani pelatihan dapat menjadi diseminator untuk sekolah lainnya.
"Kami berharap program ini bisa menelurkan generasi muda yang cakap akan literasi, numerasi serta berkarakter melalui proses pembelajaran yang menyenangkan," kata Juliana.