Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Amran Sulaiman dan Haji Isam disebut pernah bertemu dengan Helmut dalam urusan PT CLM.
Eddy Hiariej diduga pernah meminta saham PT CLM ke Helmut.
Helmut sudah menjelaskan semua kronologi pertemuan ke KPK.
JAKARTA – Kepala Bagian Pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi Ali Fikri mengatakan penyidik masih mengumpulkan alat bukti untuk mengusut kasus dugaan suap serta penerimaan gratifikasi Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej. Penyidik juga mulai mengagendakan pemeriksaan saksi-saksi perkara ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Pemeriksaan saksi-saksi kami agendakan ke depan," kata Ali di gedung KPK, Jumat, 10 November lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ali mengatakan KPK membutuhkan waktu untuk menyelesaikan perkara tersebut, dari proses pemeriksaan saksi-saksi hingga nanti dilimpahkan ke pengadilan tindak pidana korupsi.
Dua hari lalu, KPK menyampaikan penetapan empat tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terhadap Eddy Hiariej. Keempat tersangka itu adalah Edward serta dua asisten pribadinya, yaitu Yogi Arie Rukmana dan Yosi Andika Mulyadi, serta Helmut Hermawan, mantan Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (CLM)—perusahaan tambang nikel di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Perkara ini pertama kali dilaporkan oleh Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso ke KPK pada 14 Maret lalu. Dalam laporannya, Eddy lewat Yogi dan Yosi diduga menerima uang sekitar Rp 7 miliar dari pihak Helmut pada 2022.
Penyerahan uang tersebut dilakukan secara bertahap. Awalnya, pihak CLM diduga menyerahkan uang Rp 4 miliar kepada Eddy Hiariej lewat rekening Yogi. Uang itu ditransfer dalam dua tahap, yaitu masing-masing sebesar Rp 2 miliar pada 22 April 2022 dan 17 Mei 2022. Lalu Helmut diduga menyerahkan uang secara tunai sebesar US$ 200 ribu atau setara dengan Rp 3 miliar kepada Eddy Hiariej lewat Yogi pada Agustus 2022.
Pemberian uang itu diduga agar Eddy Hiariej mengurus atau mengamankan akta PT CLM di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM. Saat itu, Helmut tengah bersengketa dengan Zainal Abidin Siregar dalam urusan kepemilikan PT CLM yang memiliki konsesi tambang nikel seluas 2.660 hektare di Luwu Timur.
Di samping itu, pemberian uang ini bertujuan untuk membantu Helmut melobi Badan Reserse Kriminal Polri agar menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) atas perkara Helmut. Saat itu, Bareskrim tengah mengusut kasus dugaan penipuan terkait dengan jual-beli 85 persen saham PT CLM antara PT Asia Mining Resources (APMR)—pemilik CLM—dan PT Aserra Capital. Helmut menjadi tersangka atas perkara yang dilaporkan Zainal Abidin tersebut. Bareskrim pernah menerbitkan SP3 perkara ini, tapi Zainal menggugatnya lewat praperadilan dan memenanginya.
Selama waktu penerimaan uang itu, Eddy diduga pernah membuat surat katebelece kepada Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum. Isinya meminta agar memproses pengurusan akta baru PT CLM dengan mencantumkan Helmut sebagai pemilik saham. Eddy, yang pernah dimintai konfirmasi, membantah surat tersebut untuk memudahkan Helmut. “Itu hanya permintaan agar diproses sesuai dengan aturan,” kata Eddy.
Sampai saat ini, Eddy, Yogi, dan Yosi belum menjawab pertanyaan Tempo mengenai penetapan tersangka ini. Koordinator Humas Setjen Kementerian Hukum dan HAM Tubagus Erif Faturahman mengatakan Kementerian ataupun Eddy Hiariej belum menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) perkara dugaan suap dan gratifikasi tersebut.
Tubagus mengatakan pihaknya berpegang pada asas praduga tak bersalah atas perkara ini. “Soal bantuan hukum dari Kemenkumham akan kami koordinasikan lebih dulu,” kata Tubagus.
Lewat keterangan tertulis, kuasa hukum Helmut, M. Sholeh Amin, membantah kabar bahwa kliennya telah menyuap Eddy Hiariej. Ia justru mengatakan pengaduan yang sampai ke KPK adalah dugaan pemerasan dalam jabatan yang dilakukan oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM.
“Perlu kami tegaskan bahwa terkait dengan penyerahan uang yang sudah dilakukan, sama sekali tidak ada kaitannya dengan adanya permintaan untuk membantu perubahan profil AHU Perseroan PT Citra Lampia Mandiri,” kata Sholeh.
Kuasa hukum Helmut lainnya, Rusdianto Matulatuwa, mengatakan, dalam perkara ini, kliennya diduga diperas oleh Eddy serta Eddy memberi janji kepengurusan Helmut atas PT CLM disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM.
Amran Sulaiman dan Haji Isam di Pusaran Perkara
(Dari kiri) Idrus Marham, Edward Omar Sharif Hiariej, Amran Sulaiman, Helmut Hermawan, Emmanuel Valentinus Domen, dan Thomas Azali di Jakarta, 2022. Istimewa
Kuasa hukum Helmut, Tadjuddin Rachman, mengatakan kliennya sudah menceritakan secara lengkap kronologi perkara PT CLM serta keterlibatan Eddy Hiariej ke KPK. Selain itu, kliennya menyebutkan sejumlah nama beken berada dalam pusaran perkara itu, di antaranya pengusaha batu bara Andi Syamsuddin Arsyad alias Haji Isam, Menteri Pertanian Amran Sulaiman, dan mantan Menteri Sosial dan juga politikus Partai Golkar, Idrus Marham.
“Ada pertemuan di antara mereka,” kata Tadjuddin, kemarin.
Tempo mendapatkan dokumen tertulis Helmut yang berjudul “Kronologis Wamenkumham”. Dokumen yang diteken Helmut pada 5 Juli 2023 itu berisi penjelasan jual-beli saham PT CLM, kronologi Helmut berurusan dengan Eddy Hiariej, hingga berbagai pertemuan yang melibatkan Eddy Hiariej, Haji Isam, Amran Sulaiman, dan Idrus Marham.
Misalnya, pertemuan Helmut beserta jajaran PT CLM dengan Eddy Hiariej, Amran Sulaiman, dan Idrus Marham di Restoran Wisma Nusantara, Jakarta, pada 19 September 2022. Pada pertemuan itu, Amran mengatakan Haji Isam meminta 45 persen saham PT CLM. Amran juga mengatakan, jika tidak menyerahkan saham perusahaan tersebut, Helmut bisa dipidanakan dan dikriminalisasi. Eddy membenarkan hal itu.
Beberapa jam kemudian, Helmut dihubungi kembali oleh Eddy Hiariej dan Idrus. Kepada Helmut, keduanya mengatakan Haji Isam meminta bertemu. Akhirnya, pada malam harinya, mereka kembali bertemu di Hotel Gran Melia Kuningan, Jakarta Selatan. Namun Haji Isam tidak hadir dalam pertemuan itu.
Pada kesempatan tersebut, Amran mengatakan Haji Isam tetap menghendaki 45 persen saham PT CLM. Atas saran dan rekomendasi Eddy Hiariej dan Idrus, Helmut menyetujuinya. Lalu Amran berjanji membantu masalah hukum PT CLM dan mengupayakan terbitnya SP3 yang kedua terhadap perkara Helmut.
Tiga hari berselang, Helmut bertemu dengan Haji Isam dan Idrus. Mereka membahas urusan PT CLM. Lalu Helmut kembali bertemu dengan Haji Isam di kediaman pengusaha tambang itu pada 28 September 2022. Pertemuan ini turut dihadiri mantan Direktur PT CLM, Thomas Azali; Eddy Hiariej; Yosi; dan Idrus Marham. Di sini, Haji Isam meminta Helmut dan Thomas Azali membayar ganti rugi sebesar US$ 15-20 ribu kepada Zainal Abidinsyah Siregar—pihak yang bersengketa dengan Helmut. Jika tidak, Helmut akan berhadapan dengan proses hukum.
Baca juga: Saudagar Borneo Sarat Kontroversi
Satu hari berikutnya, Helmut bertemu dengan Eddy Hiariej dan Idrus di kediaman Helmut di kawasan Cipete, Jakarta Selatan. Di sini, Eddy dan Idrus meminta tambahan saham PT CLM sebesar 25 persen atau di luar 45 persen saham untuk Haji Isam. Namun Helmut menolaknya.
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Sharif Hiariej (kedua dari kanan) serta Syamsudin Andi Arsyad alias Haji Isam (tengah) di rumah Haji Isam di Kebayoran Baru, Jakarta, 27 September 2022. Istimewa
Dalam dokumen Helmut ini juga tercantum tahapan pemberian uang ke Eddy Hiariej lewat Yogi dan Yosi serta proses pengembalian uang tersebut, yaitu Yogi mentransfer uang itu ke rekening PT CLM pada 17 Oktober 2022. Berselang dua jam kemudian, Helmut mentransfer kembali uang itu ke rekening Yosi.
Tadjuddin Rachman dan Rusdianto Matulatuwa membenarkan semua pertemuan berbagai pihak tersebut. “Iya, semua pertemuan dan pembahasan ini benar terjadi,” kata Rusdiantoro, kemarin. Adapun Tadjuddin mengatakan Helmut sudah menceritakan semua kronologi itu ke KPK.
Eddy Hiariej, Yogi, dan Yosi belum membalas permintaan konfirmasi Tempo mengenai hal ini. Eddy pernah membantah tuduhan menerima suap Rp 7 miliar dari Helmut. “Soal tuduhan suap dan gratifikasi itu fitnah,” kata Eddy melalui pesan WhatsApp pada 4 November lalu.
Sebelumnya, melalui WhatsApp, Yosi enggan menjelaskan soal aliran uang dari Helmut ke Eddy. “Selain yang sudah saya sampaikan sebelumnya, belum ada hal lain,” kata Yosi.
Kuasa hukum Haji Isam, Junaidi, tidak menjawab pertanyaan Tempo lewat WhatsApp. Ia juga tak mengangkat panggilan telepon Tempo, kemarin. Sebelumnya, Junaidi membantah kliennya terlibat dalam sengketa saham di PT CLM.
“Yang punya saham justru saya, tapi tidak besar,” kata Junaidi, Maret lalu.
Tempo juga berusaha meminta konfirmasi soal ini kepada Amran Sulaiman melalui dua stafnya, yaitu Yasir Mahmud dan Syahdar Patiwi. Namun keduanya hanya membaca pertanyaan Tempo. Idrus juga belum merespons permintaan konfirmasi Tempo.
Mantan Ketua Wadah Pegawai KPK, Yudi Purnomo Harahap, meminta KPK bergerak cepat dalam menuntaskan kasus tersebut. Yudi menyarankan penyidik menelusuri aliran uang dalam perkara suap dan gratifikasi itu.
“Segera lakukan pemblokiran hingga penyitaan, termasuk juga penggeledahan tempat-tempat yang diduga menjadi lokasi disembunyikannya barang bukti,” kata Yudi, kemarin. Ia berharap penyidik KPK mengembangkan perkara tersebut.
HENDRIK YAPUTRA | EKA YUDHA SAPUTRA | AVIT HIDAYAT | BAGUS PRIBADI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo