TAK ada perayaan 17 Agustus di kampus Universitas Andalas (Unand) dan IKIP Padang pekan lalu. Bukan karena urang awak melupakan hari penting itu, tapi kedua kampus di kawasan Air Tawar, Padang, itu ditutup sehari menjelang HUT Proklarnasi. Kegiatan baru ada Senin pekan ini. Ada "masalah kecil" yang melibatkan mahasiswa kedua perguruan tinggi negeri itu. Senin pekan lalu, seorang mahasiswa baru IKIP pergi ke masjid untuk salat asar. Pulangnya ia melewati Fakultas Pertanian Unand. Kebetulan mahasiswa Unand sedang Opspek (Orientasi Program Studi dan Pengenalan Kampus). Mahasiswa IKIP tadi "ditangkap" mahasiswa senior Unand, dengan tuduhan masuk ke lokasi yang dilarang. Ia tak terima, karena tak melihat ada larangan. (Belakangan mahasiswa Unand menyebutkan mahasiswa IKIP ini melontarkan ejekan.) Terjadilah adu jotos. Mahasiswa IKIP yang sendirian itu babak belur. Sore harinya, puluhan mahasiswa IKIP melempari kampus Unand dengan batu. Petugas keamanan segera turun tangan dan keadaan tidak parah. Tapi esoknya, mahasiswa Unand membalas serangan IKIP dengan semangat lebih tinggi. Gedung Registrasi IKIP yang persis di depan Fakultas Pertanian Unand dirusakkan dan diobrak-abrik. Kerusuhan berakhir setelah 200-an polisi dan tentara mengamankan kampus itu. Rektor IKIP yang mengenakan helm langsung menyatakan kampus itu tertutup. Begitu pula rektor Unand. Enam mahasiswa luka. Kedua kampus rusak berat. Kenapa mahasiswa sampai bermusuhan? "Tak perlu dicari penyebabnya. Mereka sudah saling memaafkan," kata Ir. Firdaus Rifai, purek I Unand. Memang, sudah ada pernyataan bersama antara pimpinan dan ketua senat mahasiswa kedua perguruan tinggi itu, yang diadakan di Makorem 032 Wirabraja, Padang, disaksikan Danrem Kol. A. Arifuddin. Semua pihak menyesali perbuatan itu. Rektor IKIP Padang, Prof. Djamil Bakar, kemudian melontarkan ide untuk mengadakan kegiatan bersama, entah berupa seminar, diskusi, atau kegiatan sosial. "Mudah-mudahan, dengan kegiatan itu hubungan mahasiswa bisa lebih dekat," kata Djamil kepada Fachrul Rasyid dari TEMPO. Wali Kota Padang Syahrul Udjud, S.H. berkomentar, "Unand dan IKIP itu pada awalnya satu perguruan. Mengapa mahasiswa sekarang tidak saling memahami?" Cikal bakal IKIP Padang bermula pada 1954, dengan nama Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG), yang berlokasi di Bukit Gombak, Batu Sangkar, sekitar 100 km dari Padang. Ketika terjadi pergolakan PRRI/Permesta, kampus PTPG itu nyaris hancur. Dengan alasan keamanan, kegiatan perkuliahan dipindahkan ke Padang. Kendati kemudian aman, PTGP tak pulang kandang. Malahan bersama Kursus B-I Bahasa Inggris di Bukittinggi dan KursusKursus B-I Ilmu Pasti, Bahasa Indonesia, serta Ilmu Perniagaan di Padang, bergabung dengan Unand. Jadilah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unand. Tahun 1964 FKIP ini berubah status menjadi cabang dari IKIP Jakarta. Setahun kemudian resmi menjadi IKIP Padang. Karena pernah bersatu, ketika berpisah tak ada batas yang jelas. Di kompleks Air Tawar seluas 100 hektar itu bercokol enam fakultas milik IKIP dan tiga fakultas milik Unand (Fakultas Pertanian, Peternakan serta Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam). Tiga fakultas lainnya di Unand (Kedokteran, Ekonomi, Hukum & Sastra) sudah menempati kampus baru di JalanJati. Cita-cita untuk menyatukan kedua kampus Unand yang terpisah itu bukannya tidak ada. Kampus itu terletak di Ulu Gadut dan sudah mulai dibangun. Menurut sumber TEMPO, Unand sebaiknya segera menempati kampus barunya dan pisah dengan IKIP. Kedua perguruan tinggi dengan orientasi studi yang berbeda ini memiliki mahasiswa dengan status sosial yang tidak sama. Gesekan kecil di Air Tawar bisa berakibat pahit. Yusroni Henridewanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini