Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

PDIP Sebut Pelaporan Rieke Diah Pitaloka ke MKD Bakal Berdampak ke Daya Kritis Anggota DPR

Ketua DPP PDIP Deddy Yevri Sitorus menyebut, laporan pelanggaran kode etik terhadap Rieke Diah Pitaloka bakal berdampak terhadap daya kritis anggota DPR.

30 Desember 2024 | 14.12 WIB

Image of Tempo
material-symbols:fullscreenPerbesar
Ketua DPP PDIP Bidang Pemenangan Pemilu Eksekutif Deddy Yevri Hanteru Sitorus saat memberikan keterangan kepada media perihal adanya upaya mengacak-acak internal PDIP jelang Kongres yang akan digelar tahun 2025 mendatang, Kantor DPP PDIP, Menteng, Kamis, 19 Desember 2024. TEMPO/Ilham Balindra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua DPP PDIP Deddy Yevri Sitorus menyebut, laporan pelanggaran kode etik terhadap Rieke Diah Pitaloka bakal berdampak terhadap daya kritis anggota DPR. Sebagaimana diketahui, Rieke dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan atau MKD DPR oleh seorang bernama Alfadjri Aditia Prayoga karena dinilai memprovokasi publik terkait penolakan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN 12 persen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Menurut saya, apa yang dilakukan MKD akan berdampak kepada daya kritis anggota DPR dan berpotensi membuat masyarakat kehilangan kepercayaan kepada lembaga DPR," katanya saat dihubungi Tempo, pada Senin, 30 Desember 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia menjelaskan bahwa DPR merupakan lembaga yang menjalankan fungsi check and balances terhadap pengelolaan kekuasaan pemerintahan. Fungsi pengawasan itu, kata Deddy, dijalankan dan dimanifestasikan oleh anggota DPR. 

"Yang harusnya dipermasalahkan adalah kalau anggota DPR itu abai, kebal terhadap tugas dan aspirasi masyarakat," kata dia.

Alih-alih anggota yang aktif bersuara, menurut Deddy yang harusnya diperiksa oleh MKD adalah anggota DPR yang tidak pernah menyampaikan aspirasi. Baik di ruang sidang, maupun kepada publik melalui media mainstream, atau media sosial. 

"Parlemen itu asal katanya 'parle', artinya 'berbicara'. Kalau anggota DPR tidak bersuara, untuk apa rakyat membayar gajinya yg berasal dari APBN itu?" ujar Deddy.

Menurut dia, harusnya MKD itu dibuat untuk melindungi kebebasan anggota DPR dalam berbicara, bukan justru untuk mengekang atau menghukum. Dia menyebut, sangat berbahaya bagi DPR jika MKD dipakai sebagai sarana untuk menggunting lidah para anggotanya. 

Ketika setiap sikap kritis anggota dewan di-framing sebagai kejahatan lewat pengaduan masyarakat, kata Deddy, lembaga DPR berpotensi sekadar menjadi stempel bagi kekuasaan. "Sesuatu yang tentu bertentangan dengan alasan DPR membuat lembaga yang namanya MKD," ujarnya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus