Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pj Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin mengatakan Pemprov Jabar telah tiga kali menolak pengajuan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) dari PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (PT TRPN) berkaitan dengan pembangunan pagar laut di Bekasi. Pengajuan ditolak karena tak sesuai dengan aturan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bey mengatakan pengajuan PKKPRL itu dilakukan oleh PT TRPN sebelum terbitnya Undang-Undang Cipta Kerja (UU CK) pada 2020. Sebelum UU Cipta Kerja berlaku, pengajuan PKKPRL masih berada di tangan pemerintah daerah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sebelum UU CK itu (PKKPRL) adanya di provinsi dan kami menolaknya. Dan setelah terbit UU CK tetap mengajukan karena perlu rekomendasi (provinsi), tapi tetap kami tolak juga sebetulnya karena tak memenuhi aturan RTRW," kata Bey, Rabu, 29 Januari 2025.
Karena itu, Bey mengaku heran perusahaan itu memiliki sertifikat di ruang laut karena Pemprov Jabar tidak menerbitkan rekomendasi. Karena sepengetahuannya, PT TRPN dan Pemprov Jabar memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS) untuk pengelolaan lahan darat di sana. "Makanya saya pastikan juga kan katanya ada uang ke Pemprov. Saya pastikan Pemprov Jabar itu hanya menerima uang sewa aja, yang sesuai aturan," ujarnya.
Menurut Bey, tidak ada aliran uang ke Pemprov Jabar selain sewa menyewa lahan milik Pemprov Jabar untuk dikelola. Namun, jika kelak diketahui ada pihak yang menerima dana di luar peraturan, Bey berkomitmen akan memberikan sanksi berat sampai pemecatan. "Jadi saya pastikan tidak ada uang ke Pemprov. Dan kalau ada oknum yang memang menerima, kami akan proses untuk dipecat. Itu sudah komitmen kami," ujarnya.
Pemprov Jabar telah memberi teguran kepada pihak PT TRPN karena adanya pelanggaran ruang laut dalam kasus pagar laut di Desa Segarajaya, Tarumajaya, Kabupaten Bekasi. Area pemagaran laut itu kini disegel Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Sekretaris Daerah (Sekda) Jabar Herman Suryatman menjelaskan bahwa surat teguran ini berdasarkan koordinasi Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Jabar, DLH Jabar, DBMPR Jabar, Bappeda Jabar, Biro Hukum Jabar, Satpol PP Jabar, dan KKP. Semua lembaga memastikan bahwa pagar laut itu tidak berizin dan melanggar tata ruang laut.
Herman menduga PT TRPN memasang dan memiliki pagar laut itu karena memiliki hak atas lahan tersebut dengan adanya sertifikat yang memiliki luas 4 hektare dengan panjang 4 kilometer. Ia tidak mendetailkan jenis sertifikat milik PT TRPN. Namun, Herman mengatakan bahwa pagar itu berada di luar zona energi, tetapi tidak berizin dari KKP dalam bentuk surat kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut (KKPRL) meski didirikan di atas laut.
Ia pun menyebut lokasi pagar laut tersebut berada di luar objek perjanjian kerja sama (PKS) sewa-menyewa antara PT TRPN dan Pemprov Jabar. Lahan yang masuk objek PKS seluas 5.700 meter persegi adalah yang diperuntukan bagi akses jalan dari 7,4 hektare milik Pemprov Jabar. "Sebagai kompensasi sosial (atas PKS), PT TRPN akan membantu melakukan penataan bagi area yang terdampak (kios dan kantor)," kata Herman.
Selain memberikan teguran atau peringatan karena pelanggaran yang dilakukan, Herman mengatakan bahwa Pemprov Jabar tetap meminta PT TRPN menaati dan melaksanakan semua klausul dalam PKS, termasuk kompensasi sosial. Ketiga, Pemprov Jabar akan melakukan monitoring lapangan untuk memastikan tidak ada gangguan ketenteraman dan ketertiban umum.
PT TRPN telah mengakui pembangunan pagar laut di perairan Kampung Paljaya itu melanggar peraturan. “Kami dari awal mengakui kami melanggar undang-undang,” kata kuasa hukum PT TRPN Deolipa Yumara, Jumat, 24 Januari 2025.
Deolipa mengatakan PT TRPN sudah mengajukan permohonan PKKPRL. Namun permohonan tersebut ditolak oleh KKP karena ada persyaratan yang belum terpenuhi. Salah satu syaratnya, PT TRPN diminta berkoordinasi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Jawa Barat. Sebab, wilayah tempat berdirinya pagar laut itu merupakan aset milik DKP Jawa Barat.
PT TRPN pun melaksanakan perintah KKP dan pada akhirnya membuat perjanjian kerja sama dengan DKP Jawa Barat. Hasil perjanjian itu, PT TRPN diminta untuk melakukan penataan ulang Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Paljaya di kawasan tersebut. Pagar laut pun dibangun dengan alasan untuk alur pelabuhan.
Pembuatan pagar laut dilakukan hanya berbekal surat perintah kerja dari DKP Jawa Barat. Sementara PKKPRL dari KKP belum juga keluar. Walhasil, pagar laut yang telah dibangun pun akhirnya disegel oleh KKP pada Rabu, 15 Januari 2025.
Adi Warsono dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.