Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Anies Rasyid Baswedan, Sahrin Hamid, menyambut baik hasil putusan Mahkamah Konstitusi yang menghapus ketentuan presidential threshold atau ambang batas minimal untuk pencalonan presiden dan wakil presiden. Ia menilai, putusan ini telah berhasil membuat demokrasi terlepas dari bayang-bayang kartel politik serta golongan oligarki.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"MK telah melepas belenggu pilpres kita di masa depan dari cengkraman kartel politik dan oligarki," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Jumat, 3 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menambahkan, putusan MK ini seolah-olah menjadi kado tahun baru dari MK kepada rakyat Indonesia. Menurutnya, putusan MK ini memang menjadi harapan besar yang sudah lama diidam-idamkan oleh masyarakat. Sebelum putusan ini dihasilkan, total sudah ada sekitar 36 gugatan uji materiil terhadap ketentuan presidential threshold.
"Putusan ini memperbaiki kualitas demokrasi kita karena ambang batas itu selama ini telah membatasi akses rakyat untuk mencalonkan diri serta membatasi akses rakyat memperoleh pemimpin bangsa yang lebih baik," kata Sahrin.
Ia juga menilai, dengan adanya keleluasaan bagi setiap partai politik atau parpol untuk mencalonkan presiden maupun wakil presiden, maka potensi-potensi anak bangsa untuk dapat menjadi pemimpin bangsa akan bisa tereksplorasi lebih baik lagi karena tidak lagi dibatasi oleh presidential threshold.
Putusan MK nomor perkara 62/PUU-XXII/2024 telah resmi menghapus presidential threshold 20 persen. Putusan tersebut dibacakan pada Kamis, 2 Januari 2025. Ketua MK Suhartoyo mengatakan norma yang ada dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 atau UU Pemilu tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat dan bertentangan dengan Pasal 6A Ayat 2 UUD 1945.
"Presidential threshold berapa pun besarnya atau angka presentasinya adalah bertentangan dengan Pasal 6A Ayat 2 Undang-Undang Dasar NRI tahun 1945," ucapnya di gedung MK.
Sebelumnya, permohonan ini diajukan oleh empat orang Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, yakni Enika Maya Oktavia, dkk. Para Pemohon mendalilkan prinsip "one man one vote one value" tersimpangi oleh adanya presidential threshold.
Raihan Muzakki ikut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.