Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Perwakilan Daerah atau DPD, Sultan B Najamuddin mengusulkan agar budaya musyawarah untuk mengusulkan nama calon presiden atau capres di MPR kembali dihidupkan. Ia menilai, hal tersebut dapat membuat proses demokrasi lebih efektif setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi atau MK yang mengizinkan semua partai politik atau parpol mengusulkan capresnya masing-masing.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Hal ini dilakukan agar terjadi pembentukan maksimal dua poros kekuatan politik pengusung capres-cawapres," tulis Sultan dalam keterangannya yang diterima oleh Tempo, Kamis, 2 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meskipun ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold kini ditetapkan menjadi nol persen. Sultan menilai proses pilpres harus tetap diusahakan agar tidak perlu dilaksanakan lebih dari satu kali.
"Proses pilpres harus tetap dilaksanakan secara efisien dan efektif agar proses pilpres tidak perlu dilaksanakan lebih dari satu kali," ujar dia.
Mantan Wakil Gubernur Bengkulu tersebut juga mengusulkan agar waktu pelaksanaan pemilihan presiden atau pilpres dan pemilihan legislatif atau pileg kembali dilakukan secara terpisah. Dalam tahun 2024 kemarin, pilpres dan pileg diketahui dilakukan dalam waktu yang bersamaan.
Ia sendiri menyambut baik putusan MK tersebut. Menurut Sultan, keputusan MK untuk menghapus presidential threshold telah sesuai dengan harapan dan keinginan seluruh masyarakat Indonesia.
"Kami atas nama lembaga DPD termasuk menjadi pihak yang menggugat pasal 22 UU 7 tahun 2017 itu ke MK. Namun gugatan puluhan pihak penggugat ditolak oleh MK saat itu," ujarnya.
Putusan MK nomor perkara 62/PUU-XXII/2024 telah resmi menghapus presidential threshold 20 persen. Putusan tersebut dibacakan pada Kamis, 2 Januari 2025. Ketua MK Suhartoyo mengatakan norma yang ada dalam Pasal 222 UU Pemilu tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat dan bertentangan dengan Pasal 6A Ayat 2 UUD 1945.
"Presidential threshold berapa pun besarnya atau angka presentasinya adalah bertentangan dengan Pasal 6A Ayat 2 Undang-Undang Dasar NRI tahun 1945," ucapnya di gedung MK.
M. Raihan Muzakki ikut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.