Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Respons AJI Surabaya soal Dilaporkannya Dirty Vote ke Polisi: Kemerdekaan Berpendapat Belum Dijamin

Tiga pakar hukum dan sutradara Dirty Vote dilaporkan ke polisi. Begini pendapat AJI Surabaya.

14 Februari 2024 | 17.32 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Foto tangkapan layar dari film Dirty Vote, Zainal Arifin Mochtar (kiri), Bivitri Susanti (tengah), Feri Amsari (kanan), narasumber dalam film Dirty Vote. Youtube

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Film Dirty Vote beberapa hari lalu dirilis kanal resmi YouTube Dirty Vote (Official). Film dokumenter ini disutradarai Dandhy Laksono dan dibintangi tiga Ahli Hukum Tata Negara, yaitu Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketiganya memaparkan sejumlah data dan mengurai pelanggaran hukum dan berbagai indikasi kecurangan pada Pemilu 2024. Mereka menjelaskan potensi-potensi kecurangan berdasarkan kacamata hukum di Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film ini dibuka dengan kumpulan video yang memperlihatkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan bahwa anak-anaknya tidak ada yang tertarik untuk terjun ke dunia politik karena masih fokus membuka berbagai jenis usaha. Namun kemudian, diperlihatkan juga video deklarasi Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka yang merupakan anak sulung Presiden Jokowi sebagai pasangan calon presiden dan calon wakil presiden pada Pemilu 2024.

Zainal Arifin Mochtar seorang Ahli Hukum Tata Negara kemudian menjelaskan tentang narasi Pemilu satu putaran yang digaungkan oleh tim sukses pasangan capres-cawapres nomor urut dua, yakni Prabowo-Gibran. Dia menilai apabila Pilpres 2024 berjalan dua putaran, maka ada potensi kekalahan akan dialami oleh Prabowo-Gibran, yang saat ini memimpin dalam berbagai survei.

Feri Amsari Akademisi Hukum Universitas Andalas juga membeberkan kejanggalan penunjukan sejumlah PJ kepala daerah sejak 2021 lalu. Dijelaskan ada 20 PJ Gubernur yang dipilih oleh presiden dan 182 PJ Walikota/ Bupati yang dinilai Komisi Informasi Pusat (KIP) dan Ombudsman sebagai mala praktik administrasi. Adapun para penyelenggara negara tersebut menguasai sekitar 140 juta daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2024 di berbagai wilayah di Indonesia.

Pemilihan Gubernur oleh Presiden juga berpotensi adanya kecurangan dan penyalahgunaan wewenang oleh kepala daerah. Salah satunya satunya adalah soal ketidaknetralan penyelenggara negara dalam pelaksanaan kampanye Pilpres 2024. Misalnya, pencopotan baliho Ganjar-Mahfud di Bali, hingga pencabutan izin kampanye Anies Baswedan di berbagai daerah.

Belum lagi sejumlah organisasi desa yang menyatakan dukungannya kepada salah satu paslon pada Pilpres 2024. Organisasi desa yang diisi hampir 81 juta suara ini berpotensi menyalahgunakan jabatannya dalam data pemilihan, penggunaan dana desa, data penerima bansos, hingga wewenang alokasi bansos.

Terbaru Sutradara dan tiga pakar hukum tata negara yang menjadi pemeran film dokumenter Dirty Vote dilaporkan ke polisi pada Selasa, 13 Februari 2024, laporan itu dilayangkan Dewan Pimpinan Pusat Forum Komunikasi Santri Indonesia (DPP Foksi) ke Markas Besar Polisi Republik Indonesia (Mabes Polri) dengan terlapor Zainal Arifin Mochtar, Feri Amsari, Bivitri Susanti beserta Dandhy Laksono selaku sutradara.

"Kami sedang usaha laporkan. Kemarin kami telah laporkan hanya saja kekurangan berkas. Hari ini kami melengkapi berkas," kata Ketua Umum Foksi, M. Natsir Sahib, dalam pesan tertulisnya kepada Tempo, Selasa, 13 Februarai 2024.

Tanggapan AJI Surabaya

Ketua Aliansi Jurnalis Independen atau AJI Surabaya, Eben Haezer memberikan tanggapan mengenai pelaporan 3 Pakar Hukum Tata Negara dan sutradara Dirty Vote.

"Pelaporan terhadap Dandhy Laksono dan 3 pakar hukum tata negara yang terlibat dalam Dirty Vote menguatkan persepsi bahwa kemerdekaan berpendapat dan berekspresi, belum mendapatkan jaminan," Ujar Ketua AJI Surabaya Eben Haezer dalam pesan tertulisnya kepada Tempo.co, Rabu, 14 Februari 2024.

"Kita semua bisa melihat, data-data yang ditampilkan dalam produksi Dirty vote, dilakukan lewat riset mendalam dan sangat ilmiah. Harusnya, bila keberatan dengan konten dalam film itu, maka sajikanlah data yang dapat dijadikan sebagai bantahan," katanya.

"Tapi, alih-alih demikian, pihak yang merasa keberatan dengan konten Dirty Vote, malah berusaha mengkriminalisasi dan hanya fokus membedah identitas mereka yang terlibat dalam produksi film itu. AJI Surabaya menyesalkan hal ini dan mendesak agar laporan itu dicabut," ujarnya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus