Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Komisi IV DPR akan Dalami Kasus Pagar Laut selain di Tangerang

Pemasangan pagar laut terjadi di banyak wilayah, tidak hanya di Tangerang dan Bekasi.

1 Februari 2025 | 16.03 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Petugas kepolisian dari Dirpolairud Polda Metro Jaya tengah mengikatkan tali ke batangan bambu yang digunakan untuk mengkaveling laut di lepas pantai Desa Kramat, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten. TEMPO/Nandito Putra.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi IV DPR Alex Indra Lukman mengatakan mereka akan mendalami kasus-kasus pemasangan pagar laut yang terjadi di sejumlah wilayah, selain perairan utara Tangerang. Menurut dia, saat ini fokus Komisi IV masih terhadap pagar bambu sepanjang 30 kilometer di Tangerang lantaran menjadi sorotan publik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Satu persatu akan kami tuntaskan. Hanya kemudian, ini kan fokus masyarakat, fokus publik kepada pagar laut yang ada di Tangerang,” kata Alex saat dihubungi Tempo pada Sabtu, 1 Februari 2025.

Menurut politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu, pemagaran laut terjadi di banyak lokasi. Namun dalam berbagai bentuk yang berbeda. Ia mencontohkan di Pulau Pari pesisir utara Jakarta, ada reklamasi ilegal yang juga menyerupai pagar laut. Selain itu, pagar laut di perairan Bekasi juga ia soroti.

Masalah semacam itu, menurut dia, menjadi hal yang kompleks. Musababnya, Indonesia merupakan negara kepulauan dengan perairan yang sangat luas. “Semuanya akan kami dalami. Bukan hanya di Bekasi,” ujar dia.

Belakangan, pagar laut milik PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (PT TRPN) Bekasi disegel oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Penyegelan ini menjadi yang kedua setelah Kementerian Kelautan dan Perikanan telah lebih dulu menyegelnya pada 15 Januari lalu.

Staf khusus Menteri KKP, Doni Ismanto, menilai bahwa pembongkaran proyek pagar laut di Bekasi milik PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (PT TRPN) seharusnya dilakukan sendiri oleh perusahaan. Terlebih lagi, jika kegiatan perusahaan di perairan Bekasi itu melanggar ketentuan pemanfaatan ruang laut.

"Proses penegakan aturan sedang berjalan, dan ini jelas siapa yang punya. Masak negara juga yang tanggung semua kalau ada bongkaran," kata Doni saat dihubungi, Sabtu, 1 Februari 2025.

Adapun pembongkaran bangunan menjadi salah satu sanksi administratif yang dikenakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan terhadap pihak yang melanggar ketentuan pemanfaatan ruang laut. Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 31 Tahun 2021.

Selain sanksi pembongkaran, ada sanksi berupa teguran tertulis, denda, penghentian sementara kegiatan, penghentian sementara pelayanan umum, penutupan lokasi, pencabutan dokumen persetujuan, pembatalan dokumen persetujuan, hingga keharusan untuk memulihkan fungsi ruang laut.

Dia mengatakan bahwa kementeriannya telah memanggil PT TRPN untuk pemeriksaan lanjutan pada akhir Januari 2025. TRPN telah memenuhi pemanggilan pemeriksaan tersebut. "Saya harus cek dulu hasil pemeriksaan TRPN sama tim Polsus," ujarnya.

Novali Panji Nugraha berkontribusi pada tulisan ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus