Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Klaten - Bagi sebagian difabel, sepeda motor beroda tiga bukan sekadar alat transportasi yang memudahkan mobilitas mereka di luar rumah. "Saat pertama kali bisa mengendarai sepeda motor lagi, itu rasanya luar biasa. Rasa percaya diri saya bangkit lagi setelah bertahun-tahun mengurung diri," kata Partoyo saat ditemui Tempo di rumahnya di Dusun Pulorejo, Desa Mlese, Gantiwarno, Kabupaten Klaten, pada Selasa, 4 Desember 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca: Saat Jokowi Dialog dengan Adul, Difabel yang Merangkak ke Sekolah
Partoyo adalah penyandang disabilitas paraplegia (penurunan motorik atau fungsi sensorik gerak tubuh) yang mengelola bengkel spesialis modifikasi sepeda motor roda tiga untuk difabel di Klaten sejak 2008. Paraplegia yang memaksa Partoyo menggantungkan hidup pada kursi roda, karena lumpuh pada kedua kakinya, itu akibat kecelakaan kerja. Dia mengalami cedera sumsum tulang belakang karena jatuh saat mengelas atap gudang di Jakarta di tahun 2000.
Pada 2001, Partoyo pulang kampung karena kondisi fisiknya tidak memungkinkan lagi untuk bertahan di perusahaan tempatnya bekerja. Sejak itu Partoyo menganggur di rumah sampai 2007. "Kalau keluar pakai kursi roda tidak bisa sampai jauh, paling hanya ke tetangga sekitar," kata Partoyo mengenangkan masa-masa sulitnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada kurun 2001 - 2007, Partoyo berujar, sebenarnya sudah ada sepeda motor modifikasi beroda tiga untuk penyandang disabilitas ringan alias masih bisa berjalan dengan bantuan tongkat kruk. "Tapi sepeda motor untuk pengguna kursi roda saat itu masih sangat jarang, apalagi di Klaten," ujar Partoyo yang pertama kali mengendarai sepeda motor roda tiga dengan sespan untuk pengguna kursi roda pada 2008.
Sepeda motor dengan setang yang dipindahkan ke sespan itu merupakan pinjaman dari KARINA atau Caritas Indonesia, yayasan milik Konferensi Waligereja Indonesia (KWI). Caritas Indonesia memberikan pelatihan keterampilan serta bantuan modal bagi para difabel korban gempa 27 Mei 2006 di wilayah Klaten.
Partoyo duduk di atas sespan sepeda motor roda tiga hasil rakitannya. Partoyo adalah penyandang disabilitas paraplegia asal Dusun Pulorejo, Desa Mlese, Kecamatan Gantiwarno, Kabupaten Klaten, yang mengelola usaha bengkel spesialis modifikasi sepeda motor roda tiga untuk difabel. Dinda Leo Listy / KLATEN
Setelah mengikuti kursus yang diselenggarakan KARINA, Partoyo yang memiliki keahlian di bidang pengelasan, mulai mengelola bengkel spesialis modifikasi sepeda motor beroda tiga sejak 2008. Dari tabungan hasil kerjanya, Partoyo bisa merakit sepeda motor bersespan milik sendiri pada 2014.
Selama sepuluh tahun mengelola bengkel bersama rekan-rekannya sesama difabel, Partoyo telah memodifikasi sekitar 80 motor pesanan dari para difabel dari wilayah Solo dan Yogyakarta. Tarif modifikasinya bervariasi, sekitar Rp 4 - 7 juta, tergantung tingkat kerumitannya. Adapun tempo perakitan untuk satu unit sepeda motor berkisar dua pekan sampai sebulan.
Selain mengiklankan usaha bengkelnya melalui sejumlah grup WhatsApp dan media sosial Facebook, Partoyo juga terkadang berkeliling dengan sepeda motornya untuk mengunjungi para difabel berkursi roda di wilayah Klaten yang belum memiliki sepeda motor. "Tujuannya, saya ingin membantu saudara sesama difabel agar bisa mandiri, bebas ke mana-mana sendiri tanpa harus diantar," kata Partoyo.
Artikel lainnya: Uber Sediakan Armada Khusus untuk Penumpang Kursi Roda