Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai tidak semua kegiatan keagamaan perlu diatur, termasuk kegiatan ibadah sekolah minggu di gereja yang masuk dalam RUU Pesantren dan Pendidikan Agama. Setiap agama, menurut JK, memiliki caranya sendiri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JK mengatakan sekolah minggu serupa dengan pengajian yang diadakan muslim di Tempat Pendidikan Al Quran (TPA). "Kalau itu diatur oleh pemerintah kan susah amat itu karena begitu banyaknya TPA, begitu banyaknya sekolah minggu. Kalau mau diatur kan sulit," kata dia di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa, 30 Oktober 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DPR dan Pemerintah tengah membahas RUU Pesantren dan Pendidikan Agama. Namun rancangan aturan itu diprotes Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI). Mereka keberatan dengan Pasal 69 dan Pasal 70 yang mengatur kegiatan ibadah sekolah minggu dan katekisasi.
RUU mengatur soal minimal anak didik sekolah minggu dan katekisasi. Penyelenggara juga diwajibkan mengantongi izin dari kantor Kementerian Agama tingkat Kabupaten atau Kota.
Sekretaris Umum PGI Gomar Gultom mengatakan katekisasi dan sekolah minggu merupakan bagian dari peribadahan gereja meski disebut sekolah. Sekolah minggu sebagai peribadahan tidak bisa diatur jumlahnya. "Ini dibatasi 15 orang. Disebutkan juga harus dapat izin dari Kemenag. Masa untuk beribadah minta izin," kata dia saat dihubungi Tempo, Jumat, 26 Oktober 2018.
JK menuturkan, DPR dan pemerintah patut mempertimbangkan protes yang dilayangkan PGI. "Supaya jangan nanti sekolah minggu atau pengajian itu harus semua minta izin nanti ini negara anu lagi, terkontrol lagi," kata dia.
JK mengaku belum membaca RUU Pesantren dan Pendidikan Agama. Namun dia memastikan pemerintah tidak akan mengurangi kebebasan masyarakat untuk belajar agama. Aturan dibuat justru mendorong kegiatan masyarakat.