SEJAK Bung Hatta dikebumikan di Tanah Kusir, pemakaman umum itu
menjadi perhatian orang. Sampai Jumat sore pekan lalu penziarah
hampir tak pernah putus. Mereka tafakur, berdoa dan sesekali
memotret berombongan atau sendiri-sendiri.
Sore Jumat itu dua putri Bung Hatta, Meutia dan Gemala, juga
tampak di antara penziarah. Setelah berdoa, keduanya berbicara
agak lama dengan Safiri, salah seorang penjaga makam. Kepada
laki-laki itu mereka mengatakan hari itu ibu mereka, Nyonya
Rahmi Hatta, akan menabur bibit rumput di sekitar makam.
Taman Pemakaman Umum Pusat (TPUP) Tanah Kusir terletak di RW 015
Kelurahan dan Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Dibuka
pada 1965, mula-mula luasnya hanya 2,5 ha. Tapi menurut rencana
akan diperluas menjadi 67 ha -- meliputi tanah di selatan makam
yang kini masih dihuni penduduk. Jika sudah diperluas, TPUP ini
dapat menampung 100.000 Iebih makam.
Warga Jakarta, terutama Jakarta Selatan, tampaknya kini lebih
suka memakamkan keluarganya di TPUP Tanah Kusir ini. Tanahnya
sendiri sudah terbilang matang, artinya padat karena dibuldozer
sebelum diresmikan sebagai tempat penguburan. Juga letaknya
cukup tinggi sehingga tidak mengandung air. Dalam rencana Pemda
DKI jalan menuju TPUP ini, Ciputat-Bintaro, akan diperlebar dari
7 meter menjadi 15 meter.
Tanah Kusir sebelumnya adalah tempat perkebunan penduduk --
sebagian lagi tanah persawahan. Dari rencana perluasan menjadi
67 ha tadi, baru 42 ha yang dibebaskan. Sisanya masih tawar
menawar ganti rugi dengan pemiliknya. RW (Rukun Warga 015,
tempat pemakaman itu berada, berpenduduk hampir 1.000 jiwa.
"Dulu sebagian besar penduduk di sini petani," ungkap Ketua RW
015, Mahali, "sekarang setelah banyak tanah menjadi tempat
pemakaman, kebanyakan penduduk di sini menjadi buruh."
Asal mula wilayah ini bernama Tanah Kusir ada 2 versi. Seorang
nyonya, Laila, yang mengaku telah puluhan tahun tinggal di
kawasan itu mengungkapkan, "karena dulu di sini banyak tinggal
kusir." Tapi Mahali yang sudah 10 tahun lebih menjadi Ketua RW.
015 ini mengutip cerita orang-orang tua. Dulu, katanya, di
daerah ini terkenal seorang tuan tanah keturunan Tionghoa. Suatu
hari ia mengadakan pertemuan di rumahnya dengan mengundang
banyak tamu, termasuk beberapa pembesar Belanda.
Ketika pertemuan sedang berlangsung, si tuan tanah tiba-tiba
kentut dengan keras. Hadirin kaget dan segera menutup hidung
karena baunya bukan main. Khawatir kehilangan muka, si tuan
tanah buru-buru menuduh kusirnya, yang duduk tak jauh darinya,
sebagai sumber angin busuk itu. Si kusir, karena takut akan
amarah tuannya, langsung mengaku bahwa ia yang telah telanjur
melepas angin.
Babah tuan tanah lega. Dan karena pengakuan tadi, ia kemudian
menghadiahi kusirnya tadi tanah seluas areal yang sekarang
bernama Tanah Kusir. "Baik juga hati Cina itu," kata Mahali
dalam logat Betawi.
Tabanas Rp 1,5 juta
Seminggu setelah Bung Hatta dimakamkan, di TPUP itu tampil
sebuah tim rohani sukarela dari Mampang (Jakarta Selatan),
dipimpin Haji Asmuni, seorang pengusaha almunium. Ia membiayai
hampir segala keperluan para penziarah yang datang untuk
berdoa, mengaji dan bersembahyang. Menurut rencana tim Haji
Asmuni akan terus berada di pemakaman sampai jenazah berusia 40
hari.
Diterangi 3 buah lampu patromak jumlah penziarah yang datang
untuk mengaji justru bertambah banyak pada malam hari. Pengajian
berlangsung sampai subuh.
Makam proklamator itu sendiri menempati bekas areal parkir di
kanan pintu gerbang, sekitar 30 meter dari jalan kereta api
Jakarta-Serpong. Luasnya 2.000 meter persegi. Tentang akan
dibuatkan nisan seperti makam Bung Karno di Blitar atau tidak,
"itu terserah pemerintah," kata Meutia Swasono, putri sulung
almarhum. Tetapi, tambahnya, "saya ingin seperti yang di
Arlington, hanya petak kecil tempat meletakkan bunga." Arlington
adalah tempat bekas Presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy,
dimakamkan.
Menurut Mensesneg Sudharmono, sampai sekarang pemerintah belum
ada rencana untuk memugar makam Bung Hatta "Masih akan
dirundingkan dulu dengan keluarga Bung Hatta," kata Sudharmono
pekan lalu. Namun menurut kalangan keluarga almarhum, makam Bung
Hatta tidak perlu terlalu mewah. "Disesuaikan saja dengan
kesederhanaan ayah," kata Gemala Chalil, putri kedua almarhum.
Sebab, tambahnya, "percaya nggak, sampai saat meninggal, ayah
hanya punya tabungan di tabanas sebanyak Rp 1,5 juta -- itu
saja."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini