Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Tidur di Jalan, Pengungsi Tunanetra Wyata Guna Mulai Sakit

Para pengungsi tunanetra itu adalah eks penghuni panti sosial Wyata Guna yang kini beralih fungsi menjadi Balai.

18 Januari 2020 | 14.51 WIB

Mahasiswa tunanetra eks penghuni Asrama Panti Sosial Bina Netra Wyata Guna menggeglar jumpa pers terkait pengusiran 32 mahasiswa tuna netra dari asrama, di trotar Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Kamis, 16 Januari 2020
Perbesar
Mahasiswa tunanetra eks penghuni Asrama Panti Sosial Bina Netra Wyata Guna menggeglar jumpa pers terkait pengusiran 32 mahasiswa tuna netra dari asrama, di trotar Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Kamis, 16 Januari 2020

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Bandung - Sebagian mahasiswa tunanetra eks Panti Sosial Bina Netra mulai sakit. Sejak Selasa malam, 15 Januari lalu, mereka tinggal di sisi jalan setelah harus hengkang dari asrama terkait perubahan status dari panti menjadi Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (BRSPDSN) Wyata Guna Bandung.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

“Ada tiga orang yang sakit demam dan pusing mungkin karena lingkungan dan cuaca,” kata Elda Fahmi, Juru bicara kelompok mahasiswa tunanetra yang tergabung dalam Forum Akademisi Luar Biasa kepada Tempo di lokasi, Jumat, 17 Januari 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Para mahasiswa yang berjumlah sekitar 30-an orang itu tidur di Jalan Pajajaran dekat halte dan trotoar depan Balai Wyata Guna. Beralas karpet dan kasur tipis, bentangan terpal berfungsi sebagai pelindung angin dan hujan. “Rasanya seperti kemping,” kata Indri Fransiska, anggota forum.

Selama tidur di jalan itu, Indri mengaku tidak enak dan tidak nyaman. Udara dingin membuat badannya juga sakit. “Kalau tidurnya dienak-enakin,” ujar mahasiswi IKIP Siliwangi berusia 21 tahun itu.

Aksi solidaritas tinggal di jalan itu merupakan bentuk protes mereka terhadap perubahan panti menjadi balai. Mereka menuntut pencabutan Peraturan Menteri Sosial Nomor 18 Tahun 2018.
“Kami inginkan fungsi panti secara nasional agar generasi berikutnya bisa menerima pembinaan dan pelayanan kembali,” kata Elda.

Saat menjadi panti, anak-anak tunanetra bisa bersekolah dari SD hingga SMA dan sampai lulus kuliah bisa menetap tinggal di asrama Wyata Guna. Setelah menjadi Balai per 1 Januari 2019 sesuai Permensos itu, Wyata Guna hanya mengurus peserta rehabilitasi dengan masa tinggal di asrama 6 bulan. Balai tidak lagi mengurus soal pendidikan atau SLB Tunanetra. Hak tinggal di asrama pun dihilangkan.

Aksi mahasiswa tunanetra itu mendapat simpati dan pendampingan dari mahasiswa berbagai kampus dan warga. Ada yang mengirim kasur, makanan dan minuman. Kelompok ojek online pun ikut membantu dan mengerahkan mobil ambulans walau isinya belum dilengkapi alat medis. Mobil itu sementara berfungsi untuk mengantar makanan bagi pengungsi.

Ninis Chairunnisa

Ninis Chairunnisa

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus