Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti bidang hukum dari The Indonesian Institute (TII), Christina Clarissa Intania, menyoroti minimnya pelibatan publik dalam penyusunan program legislasi nasional. Dia juga tidak melihat DPR punya agenda setting untuk kepentingan publik dalam menyusun prolegnas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Terutama untuk RUU yang sudah lama tersangkut di daftar prolegnas, tapi belum juga disahkan,” kata Christina melalui siaran pers yang diterima Tempo, Selasa, 12 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Christina mengatakan komisi di DPR seharusnya memiliki agenda setting dalam mengusulkan rancangan undang-undang yang dimasukkan dalam prolegnas prioritas. Sebab, ujar dia, indikator sebuah RUU masuk dalam prolegnas prioritas juga harus memperhatikan kebutuhan publik.
Christina berpendapat penetapan RUU yang dijadikan prioritas tidak bisa hanya berdasarkan persinggungan dengan kinerja pemerintah saja. Dia mengatakan aspek seperti kebutuhan hukum yang nyata di masyarakat dan urgensinya terhadap kemaslahatan orang banyak perlu juga menjadi pertimbangan.
Dia mengatakan beberapa RUU yang seharusnya dijadikan prioritas seperti RUU Masyarakat Adat dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga justru tidak masuk dalam prolegnas. Kedua RUU tersebut sudah mengendap di DPR dan tak kunjung disahkan.
Di lain sisi, dia menilai harusnya Badan Legislasi DPR bisa berinovasi dalam menyusun prolegnas prioritas. Terlebih saat ini DPR sudah memiliki Badan Aspirasi Masyarakat. “Seharusnya hal ini bisa menjadi motivasi baru juga untuk berinovasi dalam manajemen penyusunan RUU yang lebih efektif dan mengedepankan partisipasi bermakna,” katanya.
Christina berujar, DPR hanya perlu beradaptasi dan berbenah dalam teknis penyusunan RUU dengan lebih melibatkan publik. Ketika publik terlibat dalam penyusunan prolegnas prioritas, kata Christina, maka kualitas draft RUU yang dihasilkan bisa lebih baik.
“Publik perlu aktif menyuarakan isu yang penting untuk disorot DPR sebagai bentuk kebutuhan hukum yang nyata di masyarakat. Dalam menetapkan daftar Prolegnas, DPR harus berdialog dengan lebih banyak pihak, tidak hanya bersama pemerintah,” katanya.
Adapun Baleg DPR telah menerima 83 RUU yang akan menjadi inisiatif DPR dalam Prolegnas 2024-2029. RUU usulan DPR itu disampaikan oleh masing-masing pimpinan komisi dalam rapat pleno Baleg pada Selasa, 12 November 2024.