Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari, mengatakan surat edaran yang dikeluarkan lembaganya merupakan langkah menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung tentang aturan 30 persen calon legislatif perwakilan perempuan dan pasal calon legislatif bekas terpidana korupsi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Terhadap keputusan tersebut KPU sudah menerbitkan surat kepada partai politik, itu salah satu cara KPU menindaklanjuti keputusan Mahkamah Agung," kata Hasyim di kantor Bappenas, Menteng, Jakarta Pusat, Senin, 9 Oktober 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dekan Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana, Umbu Rauta, mengatakan fungsi surat edaran hanya sekadar penjelasan ke peserta pemilihan umum supaya mentaati putusan MA. "Yang memiliki kekuatan hukum mengikat yaitu Putusan MA," kata Umbu, Jumat, 6 Oktober 2023.
Sebelumnya, KPU RI mengeluarkan surat edaran kepada partai politik supaya mengikuti putusan MA Nomor 24 P/HUM/2023 dan Nomor 28 P/HUM/2023 dalam penyusunan daftar caleg di tingkat DPR RI hingga DPRD Kabupaten/Kota pada Pemilu 2024.
Putusan MA Nomor 24 membatalkan Pasal 8 ayat 2 Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 soal tata cara perhitungan calon legislatif perempuan. Pasal itu sebelumnya menyatakan bahwa perhitungan kuota caleg perempuan menggunakan pembulatan ke bawah jika ditemukan adanya bilangan desimal di bawah 0,5.
Adapun putusan MA Nomor 28 P/HUM/2023 membatalkan Pasal 11 ayat 6 PKPU Nomor 10 dan Pasal 18 ayat 2 PKPU Nomor 11 Tahun 2023 soal aturan mantan narapidana menjadi caleg. Dalam kedua pasal itu, KPU tidak memasukkan syarat mantan narapidana harus melewati masa lima tahun seusai mereka menjalankan hukumannya.
Terkait surat edaran yang disebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat, Hasyim menjelaskan, Mahkamah Agung sudah mengubah rumusan norma dalam Peraturan KPU. "Kalau sudah mengubah kan sudah berlaku," ujar dia. "Jadi semua ini komitmen bersama."
Perihal aturan itu akan dipatuhi partai politik, Hasyim mengatakan kepatuhan itu kembali kepada komitmen setiap partai politik. Semua rumusan norma dalam undang-undang, kata dia, dibuat oleh DPR yang di dalamnya terdapat anggota partai politik. Sementara surat edaran tertanggal 1 Oktober 2023, Hasyim berdalih, itu sebagai langkah KPU mengikuti putusan MA.
Peneliti dari Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Ihsan Maulana, senada dengan Umbu. Dia menilai surat edaran tidak memperbarui Peraturan KPU yang pasalnya dibatalkan Mahkamah Agung. Satu-satunya jalan yang harus diambil KPU adalah menerbitkan PKPU baru.
Menurut Ihsan, secara hukum kekuatan surat edaran itu cukup lemah. Terutama tidak ada sanksi jika partai politik tidak mematuhi aturan tersebut. "Seharusnya pasca-putusan MA, KPU langsung mengubah PKPU, bukan menerbitkan surat itu," ucap Ihsan.