Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Yapto tanpa saingan

Pemuda pancasila (pp) adalah menyambut musyawarah besar ingin menciptakan lembaga presidium. yapto s sumarno diharapkan lagi sebagai pemimpin pp. ada tiga calon kuat untuk ketua dewan harian.

15 September 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Yapto tanpa Saingan Kabar angin: DPP Pemuda Pancasila menciptakan "lembaga presidium" -- agar Yapto tetap memimpin. DEWAN Pimpinan Pusat Pemuda Pancasila (DPP PP), dalam rangka menyambut Musyawarah Besar ke-5 -- dimulai Senin ini di Balai Sidang Senayan selama empat hari -- menyerahkan 2.500 "pasukan"nya kepada Pangdam Jaya. Mereka akan ikut menjaga pelaksanaan ketertiban di Ibu Kota. PP juga menyelenggarakan aksi sosial dan penelitian kesehatan di lima wilayah DKI, bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran UI. Seratus tenaga medis dilibatkan. Pemuda Pancasila, yang dulu punya citra sebagai organisasi preman, kini muncul sebagai kekuatan pemuda yang potensial. Didukung tiga juta anggota yang militansinya tinggi, di 24 Dewan Pimpinan Wilayah (minus NTB, NTT, dan Timor Timur). Mubes kali ini antara lain mencanangkan perubahan struktur organisasi. Pucuk pimpinan, yang dulu berada di bawah jabatan Ketua Umum, kini nampaknya (jika rancangan diterima Mubes) akan beralih ke tangan Ketua Presidium. Sebagai eksekutif, akan ditunjuk Ketua Pelaksana Harian. Siapa yang akan menjabat Ketua Presidium dan Ketua Pelaksana Harian? Yapto S. Sumarno, S.H., Ketua Umum periode 1985-1990, disebut-sebut akan duduk sebagai Ketua Presidium meskipun jauh-jauh hari Yapto yang pengacara itu sudah menyatakan ingin melepaskan jabatannya sebagai Ketua Umum PP. "Saya merasa gagal melakukan kaderisasi jika saya tetap sebagai ketua umum," kata Yapto. Toh suara yang mengalir di bawah menginginkan pemimpin PP lebih dari sembilan tahun itu tetap di kursinya. "Kami mendukung seratus persen," kata Yoris Rawerai, Ketua DPW PP DKI. "Sampai hari ini, belum ada yang bisa menggantikan peran Mas Yapto sebagai pimpinan PP. Dia punya karisma dan bersedia berkorban apa pun untuk PP," kata H. Susanto, salah seorang Ketua PP. Dia juga mengatakan, sebagai organisasi yang berciri "keras", tokoh seperti Yapto masih dibutuhkan. Selama kepemimpinan Yapto, banyak keberhasilan yang dicapai PP. Antara lain, mengubah citra tadi. Banyak anggota PP, yang dulu "liar", kini mendapatkan pekerjaan di tempat-tempat hiburan. Juga Yaptolah yang dianggap berhasil mempertahankan nama Pemuda Pancasila, ketika Gafur -- selaku Menpora pada waktu itu menginginkan kata-kata Pancasila ditanggalkan dari ormas pemuda tersebut. Konon, untuk tetap mempertahankan Yapto, antara lain, dibuatlah lembaga presidium itu. Lembaga ini diharapkan bisa menampung keinginan Yapto untuk tidak lagi menangani langsung urusan PP, tetapi tetap mengikat Yapto di PP. Meskipun Ketua Presidium dan anggotanya tetap berperan sebagai lembaga tertinggi, selain sebagai penggalang dana. Tugas sehari-hari Ketua Umum dilaksanakan oleh Ketua Dewan Harian. Dengan cara ini, pada masa mendatang, wibawa Yapto pribadi -- yang ada selama ini -- bisa ditularkan menjadi wibawa lembaga. Ada tiga nama yang disebut-sebut sebagai calon kuat untuk jabatan sebagai Ketua Dewan Harian ini. Mereka adalah H. Susanto, Ketua Bidang Kader DPD Golkar DKI, Erwan Sukardja, anggota DPR dari FKP, dan Tagor Lumban Radja, Sekjen PP yang sekarang. Nampaknya H. Susanto lebih berpeluang. Karena syarat bagi pemangku jabatan tersebut: harus bisa mencurahkan perhatian sepenuhnya untuk organisasi. Apalagi ia dikenal bisa bekerja sama dengan Yapto dan salah seorang konseptor di DPP. Hal lain yang akan dihasilkan dari Mubes seharga 350 juta rupiah ini, antara lain, berupa statement politik. "Jelas, kami tetap akan menyalurkan aspirasi politik ke Golkar, seperti lima tahun lalu," kata seorang pengurus PP meskipun sebetulnya PP lahir dari Partai IPKI yang kemudian berfusi ke PDI. "Bukankah Sekber Golkar juga lahir dari IPKI. Jadi, kalau PP ke Golkar, kan enggak apa-apa," kata Yapto. Rustam F. Mandayun dan Moebanoe Moera (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus