Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Bidang Advokasi Guru Perhimpunan Pendidikan dan Guru atau P2G Iman Zanatul Haeri mengatakan pihaknya menerima 107 laporan terkait guru honorer di DKI Jakarta yang mengalami cleansing. Para tenaga pengajar itu berasal dari berbagai jenjang, baik sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), dan sekolah menengah atas (SMA).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami contohkan di DKI Jakarta, laporan yang masuk ada 107 guru yang kena cleansing. Disdik (Dinas Pendidikan) mengatakan kalau kena itu yang tidak punya Dapodik (Data Pokok Pendidikan) dan NUPTK (Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan). Ada 76 persen, lebih dari setengahnya mengaku sudah punya,” kata Iman di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Rabu, 17 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lantas, Apa itu Kebijakan Cleansing Guru Honorer?
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Budi Awaluddin menyebut kebijakan cleansing dilakukan karena pengangkatan guru honorer diklaim tanpa seleksi yang jelas. Dia menuturkan bahwa pihaknya sudah menginformasikan kepada kepala sekolah sejak 2017 hingga 2022 untuk tidak merekrut guru honorer, tetapi masih banyak kepala sekolah yang nekat.
“Kondisinya adalah guru honorer ini diangkat oleh kepala sekolah, yang dibayar oleh dana BOS (bantuan operasional sekolah) tanpa seleksi yang jelas,” ucap Budi melalui saluran telepon kepada Tempo, Rabu, 17 Juli 2024.
Menurut Budi, sebenarnya para tenaga pengajar yang direkrut mandiri oleh kepala sekolah tidak banyak, hanya sekitar satu atau dua orang di masing-masing sekolah. “Namun karena jumlah sekolahnya banyak, kan jadi banyak (guru honorernya). Mereka juga memberikan gaji yang tidak manusiawi,” ujar Budi.
Dia mengklaim apa yang dilakukan Disdik DKI Jakarta sebenarnya untuk memanusiakan manusia. Hal itu disebut sebagai upaya penertiban dan agar perekrutan guru honorer yang lebih jelas, termasuk pemberian gaji sesuai standar.
Budi pun merinci empat kriteria guru honorer yang memperoleh gaji dari dana BOS, yaitu bukan aparatur sipil negara (ASN), terdata di dalam Dapodik, memiliki NUPTK, dan tidak menerima tunjangan guru. Namun, dari keempat kriteria itu, mereka yang terdampak cleansing adalah guru honorer yang tidak terdata di Dapodik dan tidak mempunyai NUPTK.
Dia menyampaikan, berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ada setidaknya 400 guru honorer yang tidak memenuhi empat kriteria tersebut. “Dalam sampling BPK, terdapat 400 jika dilihat yang tidak memenuhi aturan dana BOS,” kata Budi.
Atas temuan BPK pada 2023 tersebut, Disdik DKI Jakarta melakukan kebijakan cleansing. Tapi, Budi mengklarifikasi penggunaan istilah cleansing.
Menurutnya, guru honorer tidak dipecat, melainkan Disdik melakukan penataan dan penertiban. Penertiban dilakukan sebagai upaya pencegahan dari adanya penyimpangan, seperti calo atau calon guru diharuskan membayar sejumlah uang agar bisa mengajar. “Dalam memenuhi kebutuhan guru, Dinas Pendidikan sudah ada sarananya,” ucap Budi.
Diarahkan untuk Ikut Seleksi PPPK
Budi mengungkapkan bahwa selama ini, pengangkatan guru honorer tidak diketahui oleh Disdik dan berdasarkan subjektivitas kepala sekolah saja atau karena unsur kedekatan. “Tidak sesuai dengan kebutuhan. Informasi lowongan pengangkatannya juga tidak dipublikasikan,” ujarnya.
Perekrutan itu, lanjut dia, juga tidak didasari oleh kontrak yang jelas. Walaupun sudah ada perjanjian, mereka bisa saja diberhentikan sewaktu-waktu dan menyetujuinya. Namun lama-lama mereka akan menuntut untuk karier yang jelas. “Perjanjiannya mungkin tidak tertulis, antara dia dengan kepala sekolah, seperti itu,” kata Budi.
Dia pun mengklaim bahwa Dinas Pendidikan telah mewadahi guru honorer secara legal, yaitu mengadakan kontrak kerja individu (KKI) dengan gaji yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Kemudian, ada pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) dan ASN.
“Itu perekrutannya jelas dipublikasikan, sesuai dengan ketentuan dan diselenggarakan secara transparan,” ucapnya.
Dia pun menyarankan agar guru honorer yang terdampak cleansing untuk mempersiapkan diri dalam mengikuti seleksi PPPK. “Jadi, bagaimana nasib mereka? Kami nanti ada seleksi PPPK tahun ini. Kemarin dari Kemendikbudristek (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi) juga menyatakan kebutuhan kami hampir 1.900 orang. Mereka bisa mendaftar ke sana,” ujar Budi.
MELYNDA DWI PUSPITA