Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Angka-Angka Mengkhawatirkan

Angka kebutuhan gedung sekolah meningkat di Jakarta. Ali Sadikin membangun sekolah di jakarta, sekolah di bagi-bagi gelombang pagi dan sore. pembangunan slp diprioritaskan karena sd mendapat banpres.

21 Februari 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KALAU ada keluarga yang mempunyai anak 8, itu namanya parasit. Jadi kalau ada keluarga yang mempunyai anak sampai 12, saya harus menyediakan 12 bangku sekolah, belum lagi mereka harus menggunakan bis, belum lagi mereka nanti harus cari pekerjaan, ujar Ali Sadikin. "lain soal kalau mereka bangun sekolah sendiri. Sekarang inii yang bangun kan saya". Jakarta yang memang sudah banyak membagun gedung sekolah itu, setiap tahun masih juga mengalami kekurangan bangku sekolah. Sehingga Gubernur yang tampak sewot ketika tampil di layar televisi akhir Januari yang lalu, merasa perlu untuk menunjuk hidung biang-biang kesalahan: orang tua yang banyak anak dan arus urbanisasi pelajar. Beberapa usaha untuk mengatasi kerepotan itu kini tengah dilaksanakan. Misalnya dengan membangun beberapa sekolah di kota-kota sekitar Jakarta: Bekasi, Tanggerang, Depok dan Bogor. Sehingga urbanisasi pelajar diharapkan bisa dikurangi. Sementara setiap bangunan sekolah di Jakarta akan dibagi dalam dua gelombang, sehingga satu bangunan bisa dimanfaatkan untuk dua buah sekolah (sekolah pagi dan sekolah sore). Idealnya memang pagi saja, bahkan kalau bisa sekolah itu sekaligus berfungsi juga sebagai Gelanggang Remaja," ujar Ali. Dcngan memprioritaskan pembangunan SLP (tidak SD lagi, karena Ali Sadikin menganggap pemerintah sudah memberikan bantuan Inpres untuk sekolah tingkat itu), Gubernur juga memberikan bantuan kepada masyarakat yang hendak membangun sekolah: sebesar Rp 1000 per meter untuk daerah pinggiran, Rp 3000 per meter untuk daerah padat. Usaha subsidi pembelian tanah itu dimaksudkan agar mampu menggugah partisipasi masyarakat. Dan prioritas pembangunan SLP itu, memang bukan tanpa alasan. Selain menurut Gubernur -- makin banyak SD semakin banyak pula kebutuhan SLP-nya, "juga agar anak-anak Jakarta minimal berpendidikan SLP, supaya kemampuannya meningkat", katanya. Itulah sebabnya, kalau pada Pelita I yang dibangun sebanyak 309 SD dan 95 SLP (sekolah lanjutan), pada Pelita II yang sudah dibangun sebanyak 187 SD dan 168 SLP ini masih akan ditambah pada sisa Pelita itu dengan 213 SD dan 432 SLP. Menurut Gubernur, pemerintah memang sudah saatnya juga untuk mengeluarkan Inpres buat SL. "Dan DKI mesti kecipratan juga." ujar Ali. "jangan rasa aneh, DKI sudah bisa membangun lantas tidak kecipratan". Tapi yang mengalami peledakan murid-murid sekolah tidak hanya Jakarta. Di beberapa daerah kecenderungan terhadap keadaan yang sama, mulai nampak. Itulah sebabnya di hadapan rapat Kepala-Kepala Bidang (SD, SLP dan SLA) di Cipanas Minggu lalu Prof Santoso Hamidjojo, Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah memasukkan masalah Program Sistim Ganda (seperti yang akan dilasanakan di Jakarta sekolah pagi dan sekolah sore) sebagai salah satu masalah yang patut mendapatkan perhatian. Sebab katanya, kebutuhan bangku sekolah kian lama menunjukkan kecenderungan bertambah. Misalnya Jawa Barat Di sana angka murid-murid yang tidak tertampung pada tahun pelajaran ini cukup mengkhawatirkan. Begitu juga di Sumatera Barat yang selama ini dianggap daerah termaju dalam masalah pendidikan. Mereka yang tidak tertampung tercatat: 11.839 tamatan SD yang tak tertampung di SLP dan 2.908 tamatan SLP yang tidak tertampung di SLA. Belum lagi umur usia sekolah yang tidak mendapat tempat di SD dan mereka yang tidak kebagian di perguruan-perguruan tinggi. Angka murid yang tak tertampung di propinsi Harun Zain itu memang belum mengejutkan benar. Namun pihak DPRD Komisi E pada Minggu pertama Januari lalu, buru-buul mengundang Amir Ali, Kepala Kantor Wilayah P dan K untuk konsultasi. Menurut Amir, dana yang dibutuhkan segera untuk menanggulangi peledakan murid-murid sekolah itu diperkirakan sebesar Rp 200 juta. Kota Padang saja memerlukan penambahan 8 SMP dan sebuah SMA. Sedangkan pada tahun anggaran 1976/1977 yang sudah bisa dipastikan ibukota propinsi itu baru akan mendapatkan sebuah SMA standard dengan biaya Rp l00 juta dan sebuah SMP dengan biaya Rp 70 juta. Sementara tiga buah kota lainnya juga akan mendapat masing-masing sebuah SMP. Dengan adanya rencana itu, Sumatera Parat sebenarnya masih mending dari pada daerah-dacrah lain. Apalagi kebutuhan tenaga guru sebanyak 1044 orang untuk SD, bukan lagi merupakan persoalan yang merepotkan, karena di sana kini sudah terdapat sebanyak 400 guru cadangan. Sebenarnya memang, kalau saja pihak kantor Wilayah atau siapa saja mau belajar dari pengalaman Jakarta misalnya, soal peledakan murid sekolah itu itu tak perlu dikuatirkan. Bukankah cara seperti yang akan dilakukan Jakarta (satu bangunan untuk dua sekolah) -- dan nampaknya akan dianjurkan untuk semua daerah itu -- bisa dilaksanakan? Apalagi murid yang tidak tertampung belum bengkak betul jumlahnya. Namun agaknya, para wakil rakyat daerah itu sudah keburu bikin -- petisi untuk Menteri P dan K dan Menteri Dalam Negeri serta sebuah memorandum untuk pemerintah daerah. "Petisi itu dibuat bukan sekedar karena ada anak-anak yang tak bisa melanjutkan sekolah, tapi lebih dari itu, kita tidak mampu menanggulangi sendiri baik dari anggaran daerah maupun dari kempuan masyarakat", ujar AA Navis angota DPRD yang bertindak sebagai jurubicara. Kalau petisi yang ditujukan kepada pemerihtah pusat itu menyangkut penambahan jumlah SLP/SLA, maka memorandum kepada pemerintah daerah memberi saran agar ada penyisihan Anggaran Daerah guna mendirikan SLP/ SLA baru Memorandum itu juga minta agar pemerintah daerah membangkitkan partisipasi masyarakat untuk membantu pembangunan sekolah-sekolah tersebut yang selama ini memang ada tapi nampaknya sudah mulai menurun. Alasan membuat petisi dan memorandum itu, "karena itikad baik dan murni", ujar Djohari Kahar SH, Ketua Fraksi Karya Pembangunan. Namun tentu saja murni atau tidak, usaha penanang- gulangan peledakan murid sekolah itu akan terpulang juga kepada angku-angku di Ranah Minang. Maklumlah soal duit, bukan cuma Sumbar, Jakarta juga sudah pusing tujuh keliling.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus