Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Aktivis Perempuan Indonesia Antikorupsi, Anita Wahid, mengatakan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) yang baru malah mereduksi kewenangan KPK. Bahkan, dikhawatirkan akan mempersulit upaya pemberantasan korupsi ke depan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Korupsi menjadi musuh bersama sehingga kolaborasi mutlak dibutuhkan. Dalam hal ini perempuan harus mengambil bagian secara aktif karena akan menjadi pihak yang paling rentan terkena dampak korupsi. Pada dasarnya kita semua akan terkena dampaknya bila korupsi terus merajalela,” kata dia dalam keterangan tertulis pada Kamis, 16 Januari 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anita pun berharap, gerakan kolaborasi ini juga datang dari kelompok muda dan ikut mengawal pemberantasan korupsi.
Sementara itu, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Pancasila Ade Iva Murti mengatakan, nilai-nilai antikorupsi harus ditanamkan sejak awal oleh keluarga. “Jangan sampai kita memikirkan bagaimana cara memberantas korupsi, tapi kita tidak tahu apa yang ditanamkan pada anak supaya di masa depan mereka tidak tergoda untuk melakukannya," kata Ade.
Ade mengatakan, berdasarkan penelitian yang ia dan teman-temannya lakukan, keluarga sangat berperan membentuk karakter berintegritas pada diri anak. Mulai dari penanaman nilai kejujuran, kedisiplinan, kesederhanaan, dan tanggung jawab.
Sementara itu Bvitri Susanti, ahli hukum tata negara, memandang perlunya evaluasi terhadap upaya pemberantasan korupsi, tetapi tidak dengan melakukan lompatan logika untuk langsung menyasar KPK secara kelembagaan. Semua lembaga terkait, termasuk kepolisian, kejaksaan, dan peradilan, serta seluruh peraturan soal korupsi, harus dilihat secara keseluruhan.
“Banyak yang harus dibenahi untuk membuat pemberantasan korupsi efektif. Misalnya membuat UU Penyadapan sesuai dengan perintah UU Mahkamah Konstitusi, atau membenahi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) atau UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) agar sesuai dengan Konvensi PBB tentang Pemberantasan Korupsi,” ujar Bvitri.