Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aceh Utara
DUA tangki minyak milik PT Humpus Aromatic di Desa Blang Lancang, Aceh Utara, Senin pekan lalu meledak. Dua dari 14 tangki yang terdapat di kawasan itu masing-masing berisi 8.000 meter kubik bahan bakar solar dan minyak tanah. Untung saja, meledaknya tangki pabrik yang dimiliki Hutomo Mandala Putra, putra bekas presiden Soeharto, itu tak merambat ke permukiman padat penduduk dan markas marinir di dekat lokasi kejadian.
Menurut Kepala Kepolisian Resor Aceh Utara, Superintenden Syafei Aksal, bahan peledak yang meledakkan tangki itu sejenis bom atau granat. Sampai sekarang, polisi belum bisa mengidentifikasi pelakunya. "Saya kira mereka itu dari kelompok yang selama ini mengacau dan melakukan keonaran," katanya. Memang peledakan itu bukan yang pertama kalinya. Juni lalu, granat meledak di kawasan pabrik, tapi tak sampai meluluhlantakkan tangki. Tak jauh dari tempat kejadian, di Kutamakmur, dua orang penduduk sipil tewas tertembak saat terjadi bentrokan bersenjata antara pasukan Brigade Mobil dan pasukan Angkatan Gerakan Aceh Merdeka. Seorang anggota Brimob dari Resimen I Jakarta luka tertembak.
Palembang
MAJELIS hakim di Pengadilan Negeri Palembang akhirnya menghukum Ali Kota, penusuk Meyer Ardiansyah, mahasiswa Fakultas Teknik Sipil Universitas IBA, Palembang. Vonis terhadap Ali dijatuhkan hakim Amarullah, Kamis pekan lalu, dengan hukuman penjara 7 tahun 6 bulan. Menurut hakim, Ali bersama empat anggota intel Kodam II Sriwijaya terbukti melakukan tindak kekerasan pada 5 Oktober 1999 yang menyebabkan kematian Meyer.
Saat itu, Meyer bersama mahasiswa sekota pempek ini melakukan unjuk rasa menentang dwi- fungsi TNI. Tapi unjuk rasa damai itu ditanggapi serangan aparat militer yang baru saja selesai mengadakan upacara Hari ABRI. Para mahasiswa yang terdesak ke pagar markas Kodam diperlakukan brutal. Salah seorang mahasiswa, Meyer, dikepung empat intel Kodam dan lambungnya ditusuk hingga tewas oleh Ali Kota, informan sipil. Kasus itu sempat dipetieskan. Namun, karena ada bukti kuat berupa rekaman video kejadian, kasus itu digelandang. Tapi empat anggota TNI itu sampai kini masih belum diajukan ke pengadilan. Keluarga Meyer tidak puas atas putusan itu. "Seharusnya si pembunuh dihukum seumur hidup. Dan kenapa aparat militer yang ikut menyerang anak saya belum juga diadili?" tanya M. Anas Rivai, ayah korban.
Bandung
KEANGKUHAN pejabat Orde Baru ternyata masih berbekas pada Gubernur Jawa Barat R. Nuriana. Walaupun sudah dipanggil tiga kali oleh DPRD Ja-Bar, ia bergeming. Padahal, Panitia Khusus (Pansus) DPRD Ja-Bar ingin mengklarifikasi hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) soal menguapnya dana Rp 192,8 miliar dari enam proyek pemerintah daerah selama ia memimpin. Gubernur yang sudah memasuki periode kedua itu, antara lain, dituduh menggelapkan dana pajak penerangan jalan umum, pengadaan tenda upacara se-Jawa Barat, dan pengadaan rumah dinas anggota DPRD. Sebelumnya, temuan BPK itu sudah sempat diproses oleh Kejaksaan Tinggi Ja-Bar, tapi sudah dua tahun tak ada kelanjutannya.
Karena itulah para wakil rakyat yang baru terpilih ingin mengungkap kembali kasus ini. Namun, sampai sekarang, tak ada hasil. Kejaksaan tinggidan sebagian anggota DPRDberusaha menghalang-halangi niat itu. Anggota Pansus terpecah dua, antara yang ingin menyelidiki dan yang tidak. Tak aneh jika muncul isu sogok kepada anggota dewan yang dilakukan Nuriana.
Ketua Pansus, Iwan Rosadi, dari PDI Perjuangan, yakin Nuriana menikmati uang rakyat yang menguap itu. "Hasil penyelidikan Pansus bisa dijadikan bukti awal oleh kejaksaan untuk menyeret Nuriana sebagai tersangka," katanya.
Jumat pekan lalu, di luar gedung DPRD, hampir saja terjadi bentrokan antara pendukung Nuriana (Pemuda Pancasila serta Angkatan Muda Siliwangi) dan kelompok anti-Nuriana yang dikoordinasi Forum Islam Se-Jawa Barat dan Pemuda Reformasi.
Kupang
KOMANDAN Milisi Aitarak, Eurico Guterres, bagaikan ayam kehilangan induk. Setelah Timor Timur merdeka, pejuang integrasi yang didukung militer itu seakan disapih induknya. Bahkan, Rabu pekan lalu, bekas warga Timor Timur itu diadili di Pengadilan Negeri Kupang, Nusatenggara Timur. Ia didakwa jaksa Mohammad Zein Indris memiliki dan menggunakan senjata ilegal.
Maret lalu, bagaikan koboi, Guterres menembaki mobil Kijang yang dikendarai Sersan Satu Polisi Yosafat Losata di jalan kota Kupang. Pasalnya, mobil bekas milik Dinas Peternakan Tim-Tim itu adalah barang jarahan Guterresdan dibawa ke Kupangsaat konflik terjadi di bumi Timor Loro Sa'e. Tapi mobil tersebut kemudian disita polisi saat razia kendaraan bermotor karena tak dilengkapi surat kepemilikan.
Kemarahan Guterres muncul ketika beberapa hari setelah penyitaan itu ia memergoki Sertu Yosafat mengendarai mobil tersebut berkeliling ibu kota Nusatenggara Timur. Dan menyalaklah pistol FN-45 milik Gutteres menembaki mobil itu hingga penyok. Polisi kemudian menangkap Guterres dan merampas pistol serta 19 butir pelurunya. Dalam sidang, jaksa mendakwanya memiliki dan menggunakan senjata secara ilegal. Ia juga dituduh memasukkan senjata secara gelap dari luar negeri (Tim-Tim) ke Indonesia.
Di ruang sidang, Guterres bersama 200 pendukungnya membuat kegaduhan. Komandan Aitarak itu juga mengusir polisi dan tentara yang mencoba mengamankan mereka. "Kalau komandan dihukum, gedung ini akan hancur," salah seorang pendukung Guterres mengancam. Akhirnya, sidang ditunda dan ratusan pendukung Guterres berkonvoi keliling Kota Kupang dengan truk terbuka. "Mereka sangat sedih dengan keadaan yang menimpa saya," kata Guterres kepada Setiyardi dari TEMPO. Menurut Gutteres, senjata selalu dibawanya untuk membela diri. "Kalau dibunuh lawan saya yang dulu, bagaimana?" tanyanya.
Tegal
SAMPAI Jumat pekan lalu, Desa Karangmalang, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, kosong penghuni. Warganya mengungsi, takut digaruk polisi. Sebab, sudah 90 orang warga desa itu ditahan dan diperiksa Kepolisian Resor Slawi. Ini tak lain karena ulah mereka sendiri yang membakari dan merusak ratusan rumah warga Desa Harjosari, tetangga mereka.
Kerusuhan itu berawal dari pengeroyokan yang dialami Bugel, warga Karangmalang, Senin dini hari pekan lalu. Bugel, yang baru pulang nonton wayang golek, dikeroyok empat pemuda asal Desa Harjosari hingga tewas. Dua orang kawan Bogel yang lolos dari pengeroyokan itu mengadu kepada warga desanya. Mendengar penganiayaan yang menewaskan Bugel, ratusan warga Karangmalang, bersenjatakan golok, parang, pacul, linggis, dan obor yang menyala, menyerbu Desa Harjosari. Penduduk Harjosari lari tunggang-langgang ketakutan. Tak mendapat orangnya, penyerang mengalihkan nafsu amarahnya dengan membakar dan merusak rumah penduduk Harjosari beserta isinya. Polisi yang ada tak mampu mencegah amuk massa itu.
Menurut Kepala Polres Slawi, Superintenden Wawan Ranuwijaya, pemuda dua desa bertetangga itu memang sering bentrok. Pendapat yang sama dikemukakan Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Kabupaten Tegal, Bambang Setiono. "Warga kedua desa memang sudah turun-temurun bertikai," katanya kepada Bandelan Amaruddin dari TEMPO. Dari 90 orang yang ditangkap, Jumat siang pekan lalu, 17 orang resmi ditahan, dituduh sebagai dalang kerusuhan, sedangkan 3 orang yang mengeroyok Bugel masih buron.
Walaupun satu kompi Brigade Mobil Kepolisian Daerah Jawa Tengah dan satu batalyon tentara berjaga-jaga di sekitar desa yang bertikai, situasi di kedua desa masih mencekam. Sekelompok pemuda Harjosari bersenjata tajam tiap hari melakukan sweeping kepada pejalan kaki serta pengendara motor dan sepeda yang memasuki daerah itu.
Ahmad Taufik dan laporan dari daerah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo