Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Darurat Kekerasan Seksual, Ulama Perempuan Indonesia Gelar Istighosah

Kongres Ulama Perempuan Indonesia bersama jaringan masyarakat sipil menggelar acara doa bersama karena prihatin dengan maraknya kekerasan seksual.

15 Desember 2021 | 06.16 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi kekerasan seksual. Freepik.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kongres Ulama Perempuan Indonesia bersama jaringan masyarakat sipil menggelar acara doa bersama atau istighosah kubro karena prihatin dengan maraknya kekerasan seksual terhadap perempuan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebanyak 836 peserta yang terdiri dari santri berbagai pesantren di penjuru Indonesia, di antaranya Madura, Malang, Cirebon, dan Yogyakarta, komisioner Komnas Perempuan, aktivis perempuan, dan pegiat Hak Asasi Manusia ikut berdoa dalam acara yang digelar hampir tiga jam sejak pukul 19.00 pada Selasa, 14 Desember 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain lantunan Al Quran yang berisi pesan keadilan dan kemanusiaan, acara tersebut juga menampilkan sejumlah pemberitaan media massa yang berisi tentang fakta-fakta kekerasan seksual. Teranyar dan menyedot perhatian publik adalah pemerkosaan belasan santri di sekolah Manarul Huda, Bandung. Kasus ini melibatkan pemilik dan pengasuh sekolah, Herry Wirawan.

Korban rata-rata berusia 13-16 tahun. Delapan di antaranya telah melahirkan bayi. Bahkan, salah satu korban sudah melahirkan dua bayi. 

Ada juga kasus kekerasan seksual yang dialami mahasiswi hingga bunuh diri di Mojokerto, Jawa Timur, Novia Widyasari (23 tahun). Bripda Randy Bagus diduga sengaja menyuruh Novia Widyasari untuk melakukan aborsi sebanyak dua kali. 

Panitia juga menampilkan data kasus kekerasan seksual versi Komnas Perempuan. Ada juga testimoni korban kekerasan seksual melalui video, beberapa di antaranya berasal dari Yogyakarya.

Pendamping korban juga memberikan kesaksian tentang beratnya mendampingi korban. Satu di antaranya adalah Ria, pendamping korban kekerasan dari Sentra Advokasi Perempuan, Difabel, dan Anak atau Sapda dari Yogyakarta. Ria mendampingi difabel intelektual yang menjadi kekerasan seksual. "Pelaku dan keluarganya kerap mengancam korban," kata Ria.

Inisiator Kongres Ulama Perempuan Indonesia, Badriyah Fayumi membacakan pernyataan sikap Jaringan Kongres Ulama Perempuan Indonesia dan Jaringan Masyarakat Peduli Darurat Kekerasan Seksual. Beberapa poinnya adalah kekerasan seksual adalah kezaliman yang bertentangan dengan cita-cita Islam, Pancasila, dan hak dasar warga negara. Darurat kekerasan seksual mewajibkan negara sebagai ulil amri untuk menciptakan sistem perlindungan hukum untuk mencegah kekerasan seksual, memulihkan korban, dan merehabilitasi pelaku.

Jaringan ini merekomendasikan tokoh agama, tokoh masyarakat menjaga tafsir agama yang adil dan beradab. Pemerintah secara sungguh-sungguh harus mengupayakan sistem pendidikan publik membangun kesadaran tentang bahaya kekerasan seksual. Juga membangun sistem perlindungan hukum mencegah siapapun menjadi korban dan pelaku kekerasan seksual. "Lindungi dan penuhi hak korban," kata Badriyah.

Sebagian besar peserta juga mengirimkan pesan agar Dewan Perwakilan Rakyat segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU  TPKS). Bunyi pesan itu adalah RUU Penghapusan Kekerasan Seksual mencegah orang baik menjadi jahat. Jangan sampai orang-orang yang kita cintai menjadi pelaku dan korban.

Shinta Maharani

Shinta Maharani

Kontributor Tempo di Yogyakarta

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus