Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Delegasi Indonesia Sabet 11 Emas dan 9 Perak dalam Asia Arts Festival di Singapura

Para penari dari Gandrung Dance Studio dan UKM Rampoe UGM raih 11 emas dan 7 perak dalam Asia Arts Festival 2023.

20 Juli 2023 | 13.58 WIB

Delegasi Indonesia meraih 11 piala emas dan 7 perak dalam Festival Seni Asia ke-10 di Singapura. Dok: KBRI Singapura
Perbesar
Delegasi Indonesia meraih 11 piala emas dan 7 perak dalam Festival Seni Asia ke-10 di Singapura. Dok: KBRI Singapura

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Delegasi Indonesia yang diwakili oleh Sanggar Tari Gandrung Dance Studio Jakarta dan UKM Rampoe Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (UGM) meraih 11 piala emas dan tujuh perak dalam Asia Arts Festival (AAF) ke-10 yang dilaksanakan di Auditorium Seni School of the Arts (SOTA) di Singapura pada 11 – 15 Juli 2023.
 
Selain emas dan perak, tim Rampoe UGM juga terpilih untuk tampil secara khusus pada gala penutupan festival dalam kategori best folk dances di depan para dewan juri serta undangan dari kalangan pemerintah, kedutaan besar, serta lembaga kebudayaan di Singapura.
 
Digelar sejak 2013, AAF secara akumulatif sudah menampilkan 2.600 seniman muda dari 20 negara di benua Asia dan belahan dunia lainnya, seperti Jerman, Rusia, Skotlandia, Selandia Baru, dan negara lain di belahan Eropa dan Amerika.
 
Festival seni ini merupakan gagasan Francis Liew, seorang seniman dan tokoh musik di Singapura dengan dibantu penuh oleh sebuah lembaga nirlaba di Singapura yang berfokus pada pengembangan seni dan kebudayaan Asia.
 
Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Singapura, I Gusti Agung Ketut Satrya Wibawa menyatakan rasa bangganya atas partisipasi dan keberhasilan delegasi Indonesia pada festival ini. Terlebih lagi, delegasi Indonesia membawakan tarian tradisi Indonesia yang sangat beragam. 
 
Gandrung Dance Studio dan UKM Rampoe UGM, kata dia, menjadi duta budaya Indonesia yang menunjukkan keberagaman budaya Indonesia. Terlebih lagi, mereka menjadi pembeda di antara para peserta lain yang menampilkan seni kontemporer. 
 
“Keberhasilan ini juga menunjukkan bahwa seni tradisi Indonesia tetap diminati kalangan muda Indonesia dan punya kesempatan besar untuk berjaya di tingkat dunia,” katanya dikutip dari keterangan tertulis pada 20 Juli 2023.
 
Dia menyatakan Kemendikbudristek dan KBRI Singapura secara konsisten mendukung usaha-usaha untuk melestarikan kebudayaan dan seni tradisi Indonesia. 
 
Di bawah asuhan Rosmala Dewi, Gandrung Dance Studio mengirimkan 28 penarinya untuk berlaga di beberapa kategori. Tim penari ini membawakan beberapa tarian tradisional Sunda, Bali, Jawa, Sumatra, dan Sulawesi pada ketagori grup dan solo. 
 
Uniknya, di antara para penari terdapat satu orang penari termuda yang masih duduk di kelas satu SD dan berusia enam tahun. Dia berhasil meraih medali perak pada kategori grup.
 
Rosmala mengungkapkan rasa bangganya atas para penari karena membawa nama Indonesia dan menarikan tarian tradisional Indonesia yang beragam. 
 
“Awalnya, melihat para penari kami yang masih muda tampil pada event kompetisi internasional saja sudah bangga, tapi begitu tahu kerja keras mereka dihargai dengan piala emas, kebahagiaan kami berlipat ganda,” jelas dia yang rajin mengirim anak didiknya ke beragam kompetisi tari dunia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Sementara itu, tim Rampoe UGM menampilkan tari Ratoeh Pukat yang menggabungkan tari Ratoeh Jaroe dan Tarek Pukat. Di ajang tersebut, mereka menampilkan tari Ratoeh Jaroe sebagai bagian pertama dan Tarek Pukat sebagai bagian kedua. Ketika tari Tarek Pukat dimulai, penari menggunakan properti tali untuk membuat semacam jaring ikan sambil menari. 
 
Fatimah Khilwana sebagai Ketua Tim UGM mengungkapkan perasaan bangganya atas pencapaian yang diraih oleh timnya. Kemenangan di ajang itu menjadi kali pertama bagi mereka.
 
Namun, di balik kemenangan tersebut ada cerita menarik sebelum pentas. Fatimah bercerita bahwa karena satu dan lain hal, timnya harus mengubah gerakan dan juga formasi dalam waktu tiga hari.
 
“Hal tersebut awalnya sempat membuat kami sangat takut. Bahkan di hari penampilan, kami merasa gelisah dan sering muncul pertanyaan ‘Bisa, kan, kita?’” ungkapnya.  
 
Selain tantangan tersebut, tim Rampoe UGM yang saat itu baru menyelesaikan sebuah festival di Turki sempat mengalami kelelahan akibat perjalanan panjang. Tetapi pada akhirnya, semua tenaga dan waktu yang mereka berikan untuk acara ini terbayar dengan penghargaan yang didapat.
 
“Dengan keikutsertaan dan hasil yang kami peroleh dalam festival ini, kami berharap hal ini dapat menjadi motivasi bagi orang lain dan juga generasi selanjutnya untuk tetap semangat dalam memperkenalkan budaya Indonesia di internasional,” kata Fatimah dan Rosmala.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Nabiila Azzahra

Nabiila Azzahra

Reporter Tempo sejak 2023.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus