Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Wakil Sekretaris Jenderal Golkar, Dave Laksono, mengatakan pihaknya akan tetap mengajukan Setya Novanto sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, menggantikan Ade Komaruddin. Langkah itu tetap dilakukan meskipun Dewan Pembina serta Dewan Kehormatan Partai Golkar berharap sebaliknya.
Sebelumnya, Jumat lalu, Wakil Ketua Dewan Kehormatan Golkar, Akbar Tandjung, bertemu dengan Ketua Dewan Pembina Aburizal Bakrie di Bakrie Tower, Jakarta. Akbar menyatakan lebih baik Setya tidak menjadi Ketua DPR agar bisa lebih berkonsentrasi sebagai ketua umum. "Fokus tugas-tugas partai," ujarnya. Hal senada juga diungkapkan Aburizal yang khawatir Setya akan sulit membagi waktu jika merangkap jabatan Ketua DPR dan Ketua Umum Golkar. "Dua jabatan yang membutuhkan waktu yang sangat penuh," ujarnya. Selain itu, kinerja Ade Komaruddin sebagai Ketua DPR selama ini dianggap tidak buruk. "Kinerja Ade sebagai Ketua DPR pun sudah baik."
Ihwal sikap Akbar Tandjung dan Aburizal Bakrie itu, menurut Dave, tidak wajib dituruti. Sebab, ketetapan para senior Partai Golkar tersebut hanya berupa saran. "Batasnya hanya masukan," ujar dia ketika dihubungi kemarin.
Menurut Dave, keputusan tertinggi ada pada kesepakatan Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar. Kesepakatan DPP Golkar, ujar Dave, menyebut Setya layak kembali menjadi Ketua DPR. Pertimbangan utama keputusan tersebut adalah putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa barang bukti berupa rekaman dalam kasus dugaan permintaan saham PT Freeport Indonesia oleh Setya Novanto tidak sah.
Dave menyayangkan Akbar dan Aburizal yang menyampaikan sikap di hadapan media. Padahal, ucap dia, pendapat itu sebaiknya disampaikan langsung ke pihak internal partai, bukan dijadikan konsumsi publik. "Matahari di Golkar hanya ada satu, ketua umum," katanya.
Penunjukan Setya kembali menjadi Ketua DPR menggantikan Ade Komaruddin itu merupakan hasil rapat pada 21 November lalu. Keputusan itu me rupakan lanjutan dari rapat pada 8 November, yang berlangsung penuh interupsi. Salah seorang petinggi Golkar menuturkan, perdebatan muncul karena Ade dianggap berprestasi selama memimpin DPR, sehingga tidak layak diganti. "Kalau pakai istilah mencopot dan mengganti akan menimbulkan kegaduhan," katanya.
Pengurus Golkar lantas mencari cara agar tidak terjadi kegaduhan, terutama di internal partai dan DPR. Mereka khawatir, hal itu bisa memicu perpecahan di tubuh Golkar.
Akhirnya, menurut pejabat teras Golkar, DPP memutuskan mengambil sejumlah langkah untuk mengamankan pergantian posisi Ade ke Setya. Langkah pertama adalah sosialisasi ke para senior Golkar, yakni Dewan Pembina, Dewan Pertimbangan, dan Dewan Pakar Golkar. Selanjutnya, sosialisasi ke DPP, Pengurus Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Golkar, Fraksi di DPR, dan terakhir ke organisasi sayap Golkar.
Jumat lalu, DPP Golkar mengumpulkan seluruh pengurus daerah di Hotel Inaya Bali. Dikutip dari Antara, Setya menyetujui hasil rapat pleno. Ketua DPD Jawa Timur, Nyono Suharli, mengklaim seluruh DPD Golkar bersepakat mengembalikan Setya sebagai Ketua DPR. "Secara bulat dan solid mendukung keputusan partai," ujarnya.
Aburizal dan Akbar belum bisa dimintai konfirmasi mengenai pernyataan Dave. Pesan pendek dan telepon dari Tempo belum berbalas. Adapun Ade, pada Jumat lalu, bertemu dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. "Pesan beliau taat aturan di Dewan dan partai," ujarnya. MAYA AYU PUSPITASARI | DANANG FIRMANTO | HUSSEIN ABRI DONGORAN
Bola Panas di Pimpinan DPR
Surat pergantian Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dari Fraksi Golkar ke pimpinan Dewan ibarat bola panas. Pimpinan DPR harus mengadakan rapat terlebih dulu sebelum meneruskan surat itu ke Badan Musyawarah, lalu masuk ke rapat paripurna. "Pimpinan yang hadir harus dua pertiganya," ujar Wakil Ketua DPR Agus Hermanto.
Pasal 37 huruf D: Pemberhentian karena diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 41 huruf A: Partai politik mengajukan usul pemberhentian salah satu pimpinan DPR secara tertulis kepada pimpinan DPR.
Pasal 41 huruf B: Pimpinan DPR menyampaikan usul pemberhentian dalam rapat paripurna DPR.
Pasal 41 huruf C: Keputusan pemberhentian harus disetujui dengan suara terbanyak dan ditetapkan dalam rapat paripurna.
Pasal 41 huruf D: Sejak putusan dalam rapat paripurna DPR, pimpinan DPR memberitahukan pemberhentian kepada presiden. HUSSEIN ABRI DONGORAN
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo