Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pemuda dan Olahraga mengkampanyekan #olahragatanpabatas untuk mengajak masyarakat berolahraga, termasuk penyandang disabilitas. Menteri Pemuda dan Olahraga, Zainudin Amali mengatakan olahraga bermanfaat bagi jiwa dan raga, seperti membantu menjaga pikiran agar tetap positif, memperkuat imunitas tubuh agar terhindar dari penyakit, serta dapat berkontribusi menjadi prestasi yang membanggakan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami mengajak teman-teman penyandang disabilitas dan masyarakat luas untuk terus aktif berolahraga, tak hanya selama pandemi Covid-19 saja namun sepanjang waktu," kata Zainudin Amali dalam acara virtual Kampanye Olahraga Tanpa Batas secara virtual pada Jumat, 9 Oktober 2020. "Penyandang disabilitas sudah terbukti menjadi pencetak prestasi dalam berbagai kompetisi olahraga di tingkat nasional maupun internasional."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali saat memberikan sambutan dalam kampanye Olaharaga Tanpa Batas pada Jumat, 9 Oktober 2020. Dok. Kementerian Pemuda dan Olahraga
Sejumlah atlet difabel turut serta dalam kampanye Olahraga Tanpa Batas Tersebut. Mereka di antaranya Leani Ratri Oktilla, atlet bulu tangkis tunadaksa Asian Para Games 2018; Edy Susanto, atlet bulu tangkis tunarungu; Jendi Pangabean, atlet renang tunadaksa Asian Para Games 2018; Edy Johan, atlet basket tunadaksa; dan Fajar Trihadi, atlet renang tunanetra.
Leani Ratri Oktilla mengatakan, salah satu tantangan untuk tetap aktif bergerak dan berolahraga di masa pandemi Covid-19 ini adalah melawan diri sendiri. "Terkadang saya merasa jenuh. Di situ saya menyemangati diri dengan memelihara binatang, kuliah lagi, menylurkan hobi memasak, pokoknya harus berkegiatan," katanya.
Leaani mengatakan penyandang disabilitas yang baru mulai berolahraga atau mencoba menekuni cabang olahraga tertentu membutuhkan dukungan dari lingkungannya. "Enggak semua teman difabel punya mental yang kuat, mereka butuh dorongan dari orang-orang di sekitarnya," katanya. "Olahraga tanpa batas, atlet difabel juga berjuang di tengah keterbatasannya."
Edy Susanto, atlet bulu tangkis tunarungu. Dok. Kementerian Pemuda dan Olahraga
Edy Susanto menyarankan penyandang disabilitas yang ingin mahir di cabang olahraga tertentu harus rajin dan selalu semangat berlatih. Edy mengingat kembali pada mulanya dia lebih suka cabang olahraga sepakbola. Namun keinginannya itu bertentangan dengan keluarga yang mendorongnya untuk menekuni cabang olahraga badminton. "Awalnya malas, tapi keluarga terus mendukung dan akhirnya menjadi atlet," ucap dia.
Jendi Pangabean, atlet renang tunadaksa Asian Para Games 2018. Dok. Kementerian Pemuda dan Olahraga
Bagi Jendi Panggabean, wajar jika seseorang merasa jenuh atau malas bergerak. "Boleh izin (latihan), tapi jangan lama-lama. Setelah itu latihan lagi," kata Jendi. Untuk mengatasi kejenuhan dia memilih travelling untuk merasakan suasana baru. Mengenai urusan percaya diri, Jendi mengaku tak banyak mengalami tantangan karena sebagai atlet dia harus percaya dengan kemampuan diri dan selalu bersemangat.
Sementara Edy Johan melawan kejenuhan berada di rumah selama pandemi Covid-19 ini dengan membuat kerajinan tangan. Pada kesempatan itu, Edy Johan menunjukkan sebuah miniatur laci yang dia buat dari tongkat es krim. "Banyak kerajinan yang saya pelajari selama pandemi ini," ucapnya.
Edy Johan, atlet basket tunadaksa. Dok. Kementerian Pemuda dan Olahraga
Edy Johan juga menghias pekarangan rumahnya dengan bercocok tanam. "Bercocok tanam membuat hati kita senang, meningkatkan imunitas tubuh. Lagipula jadi ada pemandangan saat saya olahraga di depan rumah," katanya.
Fajar Trihadi mengingatkan bahwa olahraga adalah salah satu kegiatan yang bisa dilakukan oleh semua orang, tak peduli status sosial dan kondisi fisiknya. "Olahraga tidak memandang usia, miskin atau kaya, tidak memandang fisik seseorang," katanya. "Bagi teman difabel, bagaimanapun keadaannya, kita pasti bisa. Kuncinya kemauan, ketekunan, usaha, dan doa."
Fajar Trihadi, atlet renang tunanetra. Dok. Kementerian Pemuda dan Olahraga