Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Amnesty International membicarakan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan di depan Kongres Amerika Serikat pada Kamis, 25 Juli 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kasus Novel dibicarakan Amnesty bersama dengan dugaan pelanggaran HAM lain di negara kawasan Asia Tenggara. Misalnya saja, soal konflik Rohingya, dan perang narkoba Presiden Filipina Rodrigo Duterte.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Manajer Advokasi Asia Pasifik Amnesty International USA, Francisco Bencosme secara khusus berbicara soal kasus Novel di hadapan anggota kongres. Dia mengatakan Amnesty sudah mengkampanyekan penuntasan kasus penyiraman air keras terhadap Novel sejak 2017.
"Ia adalah korban penyiraman air keras di wajahnya," kata Fransisco seperti dikutip dari siaran langsung forum Human Rights in Southeast Asia: A Regional Outlook' di Subcommittee on Asia, the Pacific, and Nonproliferation House Foreign Affairs Committee, Kamis, 25 Juli 2019.
Fransisco mengatakan serangan terhadap Novel terjadi saat ia sedang memimpin penyidikan kasus korupsi proyek e-KTP. Novel, kata dia, adalah Ketua Wadah Pegawai KPK dan sangat vokal menentang upaya pelemahan terhadap komisi antikorupsi.
Fransisco menuturkan investigasi kepolisian dalam kasus penyerahan itu diwarnai oleh penyimpangan dan kebuntuan. Karena itu, Novel akhirnya melaporkan hal tersebut ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Hasil pemantauan Komnas HAM menyebutkan bahwa serangan terhadap Novel merupakan upaya pihak tertentu untuk menghalangi penyidikan terhadap kasus korupsi yang sedang diusut KPK.
Komnas HAM, kata dia, juga menyimpulkan dugaan bahwa Kepolisian telah melakukan kesalahan prosedur selama menyelidik kasus ini.
Menurut Fransisco, kasus Novel Baswedan tak berisi sendiri. Dia mengatakan serangan terhadap aktivis antikorupsi dan HAM telah sering terjadi dan jarang diungkap. Kegagalan ini telah melemahkan upaya pemberantasan korupsi, yang membuat negara gagal melindungi dan memenuhi HAM pada warga negaranya.