Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengeluhkan banyaknya pendirian bangunan di pinggir-pinggir sungai yang setiap tahun jadi sumber langganan banjir. Masyarakat berbondong-bondong mendirikan bangunan, lantas daerah membiarkannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ini sering saya lihat di lapangan," kata Jokowi dalam Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana di Jakarta, Kamis, 2 Maret 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seharusnya, kata Jokowi, daerah memasukkan risiko bencana dalam rencana pembangunan dan investasi. Sehingga menjadi jelas area mana yang boleh dibangun dan yang tidak boleh.
"Ada orang mau bangun, eh enggak boleh, eh ini tanah rawan, ada sungai," kata Jokowi. Kepala negara yakin sebagian daerah sudah punya rencana ini, tapi implementasi di lapangan tidak dimonitor.
Persoalan bangunan liar di pinggir sungai, atau Daerah Aliran Sungai (DAS) jadi persoalan menahun. Januari 2022 lalu, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mencatat adanya 1.839 bencana sepanjang 2022 atau 51,8 persen dari total 3.545 bencana secara nasional, dari ujung barat sampai timur Jawa.
Walhi menilai tingginya angka kejadian bencana di Pulau Jawa bukan hanya disebabkan faktor alam, melainkan perpaduan antara dampak perubahan iklim, salah urus penataan ruang, mega infrastruktur, dan ekonomi politik penguasaan ruang.
Saat itu, Walhi Jawa Timur menyoroti wilayah hulu DAS Brantas yakni Kota Batu, dengan penataan ruang benar-benar kacau. Kawasan lindung beralih fungsi menjadi hotel, wisata buatan dan peruntukkan lain. Sementara di Surabaya, perluasan perumahan mewah ke kawasan pinggir seperti Surabaya Barat dan Timur oleh korporasi besar menyebabkan area resapan air hilang seperti alih fungsi waduk dan mangrove.
"Peningkatan kejadian bencana dan peningkatan kerentanan kota mengakibatkan peningkatan dampak dan perluasan area terdampak bencana," kata Wahyu Eka dari Walhi Jawa Timur.
Pendirian bangunan di pinggir sungai hanya satu dari sederet keluhan yang diutarakan Jokowi dalam acara yang ikut dihadiri para kepala daerah ini. Jokowi juga menyoroti urusan tata ruang dan konstruksi bangunan, yang jadi tugas Dinas Pekerjaan Umum dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.
Jokowi mencontohkan praktik pembangunan di Kota Palu, Sulawesi Tengah, daerah yang diterjang Gempa Bumi dan Tsunami 2018 silam. Di sana, kata Jokowi ada satu kecamatan yang selalu jadi langganan gempa setiap 20 hingga 50 tahun.
Akan tetapi, bangunan seperti perumahan terap saja di bangun. Begitu pun di daerah yang rawan longsor, pemerintah daerah setempat masih saja memberikan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). "Hati-hati mengenai ini," kata mantan Gubernur DKI Jakarta ini.
Dinas di daerah, kata Jokowi, harusnya sudah punya peta di mana area rawan erupsi gunung, di mana gempa. Seharusnya pemerintah mulai mewajibkan masyarakat untuk mendirikan bangunan dengan konstruksi antigempa terutama di daerah rawan gempa.
Jokowi mencontohkan kejadian Gempa Turki dan Suriah yang menewaskan 50 ribu orang lebih. Di sana, gedung-gedung tinggi runtuh karena tidak dibangun dengan konstruksi antigempa. untuk itu, Jokowi meminta daerah segera mengidentifikasi potensi bencana di daerah masing-masing.
Daerah juga diminta menyiapkan anggarannya. Jokowi berharap tidak ada daerah yang jelas-jelas jadi langganan bencana, akan tetapi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di daerah tersebut berteriak kekurangan anggaran.
"Jangan setiap bencana yang ditelepon Kepala BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), Menko PMK (Pembangunan Manusia dan Kebudayaan), daerah dulu mestinya (menyiapkan anggaran)," kata Jokowi.