Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Wajah Partai di Kursi Romahurmuziy

Keputusan PPP mengangkat eks-narapidana korupsi, Romahurmuziy, sebagai Ketua Majelis Pertimbangan Partai menuai kritik. Dianggap wajah buruknya komitmen partai politik di Indonesia terhadap upaya pemberantasan korupsi.   

3 Januari 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Romahurmuziy di Jakarta. Dok Tempo/Dian Triyuli Handoko

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Keputusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan (PPP) untuk kembali memberi kursi kepengurusan kepada Muhammad Romahurmuziy, bekas terpidana perkara suap seleksi jabatan di Kementerian Agama, menuai kritik para pegiat antikorupsi. Langkah itu dianggap menambah bukti rendahnya komitmen partai politik di Indonesia dalam pemberantasan korupsi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Bagaimana partai politik bakal memperjuangkan gerakan antikorupsi jika ada orang dalam struktural yang pernah tersangkut perkara korupsi?” kata peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, pada Senin, 2 Januari 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Romy—panggilan Romahurmuziy—kembali ke jajaran kepengurusan PPP sebagai Ketua Majelis Pertimbangan Partai. Ia mengumumkan keputusan DPP PPP tersebut lewat akun Instagram-nya pada Ahad lalu, 1 Januari 2023. Dalam unggahan itu, Romy juga menyertakan gambar tangkapan layar Surat Keputusan DPP PPP Nomor 0782/SK/DPP/P/XII/2022 tentang Perubahan Susunan Personalia Majelis Pertimbangan DPP PPP Masa Bakti 2020-2025.

Diteken oleh pelaksana tugas Ketua Umum PPP, Muhamad Mardiono, pada 27 Desember 2022, surat ini mencatat nama Romahurmuziy sebagai Ketua Majelis Pertimbangan DPP PPP. Perombakan juga dilakukan pada lima kursi Wakil Ketua Majelis Pertimbangan serta Sekretaris dan Wakil Sekretaris Majelis Pertimbangan DPP PPP.

Pelaksana tugas Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan, Muhammad Mardiono, di Jakarta, 7 September 2022. TEMPO/M. Taufan Rengganis

Kurnia Ramadhana menilai kembalinya eks-narapidana korupsi di kepengurusan partai menandakan partai politik masih permisif terhadap kejahatan korupsi. Padahal, sebagai salah satu bentuk kejahatan luar biasa, korupsi harus diperangi dengan cara yang luar biasa pula. "Tidak hanya penegakan hukum, vonis, hingga hukuman di lembaga pemasyarakatan, tapi juga ketika koruptor selesai menjalani pemidanaan," kata Kurnia.

Kurnia mengingatkan bahwa partai politik merupakan salah satu badan publik. Itu sebabnya, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik juga mengatur khusus ihwal informasi publik yang harus diberikan partai politik kepada masyarakat luas.

Di sisi lain, Pasal 34 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dengan tegas mengatur bahwa salah satu sumber keuangan partai politik adalah bantuan dari anggaran negara atau anggaran daerah. Karena itu, kata Kurnia, pengurus partai politik semestinya tidak berbuat semaunya, seolah-olah institusi partai politik itu hanya milik mereka. "Seharusnya tindakan atau kebijakan mereka itu menjunjung tinggi nilai-nilai yang hidup di tengah masyarakat," ujarnya.

Menurut Kurnia, pengangkatan eks-narapidana korupsi menjadi pengurus partai seperti yang dilakukan PPP atas Romahurmuziy juga mencederai tujuan keberadaan partai politik. Undang-Undang Partai Politik jelas menyatakan tujuan khusus partai politik adalah membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. "Bagaimana mereka bisa membangun politik yang berintegritas jika mengangkat bekas narapidana korupsi di jajaran kepengurusan partai?" kata Kurnia.

Bagi Kurnia, tingkah terbaru PPP ini sebenarnya tak mengejutkan. Semua partai politik, kata dia, selalu menyatakan mendukung upaya pemberantasan korupsi. "Tapi itu sekadar untuk meraup suara masyarakat," ujarnya. "Dalam kerja mereka, kebijakan mereka, juga pernyataan anggota-anggota mereka, komitmen tersebut praktis tidak ada."

Pakar hukum pidana dari Fakultas Hukum Universitas Islam Negeri Imam Bonjol, Rony Saputra, sependapat dengan Kurnia. Ia menilai tak sepatutnya partai politik memberikan ruang bagi bekas narapidana korupsi untuk mengemban jabatan struktural. “Karena korupsi merupakan kejahatan luar biasa,” kata Rony. “Semestinya ada efek jera bagi pelaku tindak pidana korupsi.”

Menurut dia, masuknya koruptor di kepengurusan partai amat berbahaya. “Karena partai politik memiliki kekuasaan. Perwakilannya di parlemen juga punya kewenangan yang menyangkut hajat hidup orang banyak,” ujarnya. 

Lingkaran Politik Romahurmuziy Setelah Terjerat Korupsi

Saat mengunggah surat keputusan DPP PPP di akun Instagram-nya, Ahad lalu, Romahurmuziy juga membubuhkan tulisan berima. "Kuterima pinangan ini dengan bismillah. Tiada lain kecuali mengharap berkah, agar warisan ulama ini kembali merekah,” tulis Romy dalam unggahan tersebut. “Kuterima amanah ini dengan innalillah, karena di setiap jabatan itu mengintai fitnah, teriring ucapan la haula wa laa quwwata illa billah.”

Empat tahun lalu, tepatnya 16 Maret 2019, ia juga menyebarkan surat kepada awak media yang menunggunya di lobi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi. "Saya merasa dijebak dengan sebuah tindakan yang tidak pernah saya duga, saya pikirkan, atau saya rencanakan. Bahkan firasat pun tidak," tulis Romy dalam surat bertulis tangan tersebut. Hari itu, KPK resmi menetapkan Romy sebagai tersangka.

Sehari sebelumnya, tim komisi antirasuah menangkap Romy—waktu itu masih menjabat Ketua Umum PPP—dan empat orang lainnya di depan Hotel Bumi Surabaya, Jawa Timur. Romy diduga menerima suap untuk pengisian jabatan di Kementerian Agama. Ketika itu, jabatan Menteri Agama dipegang oleh politikus PPP, Lukman Hakim Saifuddin. 

Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menyatakan Romahurmuziy terbukti bersalah dan menghukumnya dengan vonis 2 tahun penjara pada 20 Januari 2020. Namun vonis ini tak bertahan lama. Tiga bulan setelahnya, majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengorting vonis terhadap Romy menjadi 1 tahun kurungan, ditambah denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan penjara.

Vonis di tingkat banding itu membuat Romy menghirup udara bebas pada 29 April 2020. Upaya jaksa penuntut umum KPK mengajukan kasasi atas putusan ringan itu tak membuahkan hasil karena Mahkamah Agung justru menguatkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Romahurmuziy keluar dari Rumah Tahanan Klas I  Cabang KPK setelah pengajuan bandingnya dikabulkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta untuk dibebaskan dari tahanan di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 29 April 2020. TEMPO/Imam Sukamto

Sejak kesandung kasus suap, Romahurmuziy terlempar dari kepengurusan DPP PPP. Posisinya sebagai Ketua Umum PPP digantikan Suharso Monoarfa—kini Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional. Dan kini, Romy kembali menjadi Ketua Majelis Pertimbangan Partai menggeser Suharso, yang pada September lalu juga terdepak dari kursi Ketua Umum dalam drama konflik internal PPP melawan kubu Mardiono.

Sebelum diangkat lagi menjadi Ketua Majelis Pertimbangan DPP PPP, Romahurmuziy memang tak benar-benar hilang dari lingkaran elite partai berlambang Ka'bah tersebut. Setahun terakhir, pria berusia 48 tahun itu kerap muncul di kegiatan partai. Terakhir kali, pada 1 Desember 2022, Romahurmuziy duduk satu meja dengan Mardiono dan Ketua DPP PPP, Achmad Baidowi, dalam acara peringatan hari lahir Gerakan Muda Pembangunan Indonesia (GMPI) ke-29 di Aula Lembaga Ketahanan Nasional, Jakarta. GMPI, yang dipimpin Baidowi, merupakan satu dari tiga organisasi sayap kepemudaan PPP.   

Sepekan terakhir, Romy mulai gencar di acara partai tersebut. Ahad lalu, ia menghadiri peringatan hari lahir PPP ke-50 di Pondok Pesantren Al-Fiel Kesugihan, Cilacap, Jawa Tengah. Sebelumnya, ia juga bertemu dengan pengurus Dewan Pimpinan Cabang PPP Kota Yogyakarta.

Dalih PPP dan Tanggapan KPK

Sebelum woro-woro Romahurmuziy di Instagram menarik perhatian khalayak, Mardiono sebenarnya telah mengumumkan perombakan pejabat struktural di partainya pada Selasa, 27 Desember 2022. Perubahan pengurus itu disusun tim revitalisasi pada rapat pengurus harian ke-15 di kantor DPP PPP, Menteng, Jakarta Pusat.

Namun Mardiono tak menjabarkan detail perubahan yang dimaksud. "Tidak banyak perubahan, hanya ada penambahan yang semula 46 personel menjadi 49 personel," kata Mardiono dalam keterangan tertulis. "Seluruh kader yang ditetapkan telah sepakat akan bekerja sekuat tenaga, mencurahkan waktu, pikiran, dan tenaga untuk memenangi Pemilu 2024."

Adapun Achmad Baidowi berharap kembalinya Romy ke kepengurusan partai tidak dipersoalkan. “Pertama, beliau ini sudah bebas sejak tiga tahun lalu,” kata Baidowi. Selain itu, kata dia, putusan pengadilan tidak menyebutkan bahwa hak politik Romy dicabut.

Menurut Baidowi, vonis terhadap Romy kurang dari lima tahun penjara sehingga diperbolehkan mencalonkan kembali sebagai anggota legislatif dan pengurus partai politik. “Mas Romy di mata teman-teman PPP masih memiliki kemampuan untuk membesarkan partai, berkontribusi membesarkan partai ini,” ujarnya.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, menyatakan lembaganya menghormati hak setiap bekas narapidana korupsi dalam berserikat, berkumpul, dan beraktivitas dalam lingkungan masing-masing. “Termasuk kegiatan politik, sepanjang memang tidak dibatasi oleh putusan pengadilan terkait dengan pencabutan hak politik,” kata Ali, kemarin. "Tentu aktivitas tersebut setelah para pihak menyelesaikan masa hukumannya."

Menurut Ali Fikri, hukuman bagi para narapidana sepatutnya tidak hanya dimaknai sebagai bentuk memberi efek jera, tapi juga pembelajaran bagi narapidana dan masyarakat agar tidak kembali terjerat tindak pidana korupsi. "Kami berharap para bekas narapidana korupsi ini dapat menyampaikan pesan kepada lingkungannya bahwa efek jera dari penegakan hukum tindak pidana korupsi itu nyata,” ujar dia dalam siaran pers menanggapi kembalinya Romahurmuziy ke gelanggang politik PPP.

AVIT HIDAYAT | IMA DINI SHAFIRA | FAJAR PEBRIANTO

 

 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Avit Hidayat

Avit Hidayat

Alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas PGRI Ronggolawe, Tuban, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo sejak 2015 dan sehari-hari bekerja di Desk Nasional Koran Tempo. Ia banyak terlibat dalam penelitian dan peliputan yang berkaitan dengan ekonomi-politik di bidang sumber daya alam serta isu-isu kemanusiaan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus