Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sudah 23 tahun Khadijah menembus Pegunungan Meratus untuk menyiapkan generasi penerus bangsa lewat pendidikan. Sebuah desa kecil bernama Desa Juhu adalah tempat Khadijah mengabdi sebagai guru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Desa itu terletak di lereng Gunung Besar, Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Di pelosok desa ini, berdiri sebuah sekolah kecil yang menjadi tempat bagi anak-anak setempat menimba ilmu, yaitu Sekolah Dasar Negeri (SDN) Juhu, di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Langkah kaki Khadijah dimulai dari Desa Kiyu, desa terakhir yang dapat diakses menggunakan kendaraan bermotor. Khadijah berangkat menuju SD Negeri Juhu bersama dua orang saudaranya dan satu warga Kiyu pembawa logistik. Ia menggendong tas berisi buku pelajaran dan pakaian ganti yang disusunnya rapi.
Bermacam medan rela ia lalui. Tanjakan dan turunan yang curam, hingga akar pohon yang menjulang di jalur tanah berbatu adalah hal yang biasa ia temui. Di tengah perjalanan, tak jarang pula rintangan seperti lintah-lintah yang menempel di kaki hingga bertemu dengan hewan liar.
Hal tersebut kerap menjadi salah satu penghambat langkahnya melintasi kawasan hutan hujan tropis Pegunungan Meratus. Namun, semua itu sirna oleh keyakinan Khadijah bahwa pendidikan adalah kunci untuk membebaskan anak-anak desa dari belenggu kemiskinan.
Pengabdian di desa terpencil itu bukan baru saja dilakoni Khadijah. Perempuan berusia 53 tahun itu telah memulai perjalanannya sebagai pionir pendidikan di Desa Juhu pada 2001.
Kala itu, desa tersebut belum punya akses pendidikan yang layak. Ia pun terpanggil dan tergerak untuk membawa sinar pendidikan ke desa itu. Ia punya niat mulia, membantu anak-anak setempat agar mendapatkan ilmu pengetahuan yang memadai.
Perjuangannya tidaklah mudah. Saat itu, fasilitas di sekolah belum ada. Tak kehilangan akal, perempuan keturunan suku Dayak ini bersama kepala desa atau pembakal setempat menemui bupati dan meminta pertolongan ke Kota Barabai, yakni Ibu Kota Kabupaten Hulu Sungai Tengah.
Usai pertemuan itu, secercah harapan muncul. Dengan penuh semangat, Khadijah bersama masyarakat mencari anak-anak untuk dididik. Tak hanya dari Desa Juhu, bahkan mereka pergi ke desa-desa lainnya. Di samping itu, ia masih harus berjuang untuk meyakinkan masyarakat pedalaman Pegunungan Meratus akan pentingnya pendidikan.
Khadijah bersama dengan pembakal desa mendatangi setiap upacara adat di seluruh balai desa. Ia meyakinkan masyarakat khususnya orang tua, hingga akhirnya terkumpul sebanyak 90 murid kala itu. Khadijah membawa kabar baik itu kembali ke bupati. Ia melaporkan setiap kegiatannya bersama pembakal.
Berdirinya SDN Juhu
Pada 17 Mei 2001, sekolah yang sebelumnya bernama Sekolah Dasar Kelas Kecil Abdurrahman Wahid itu pun berganti menjadi Sekolah Dasar Negeri Juhu. Pembangunan sekolah tersebut dibantu oleh Menteri Kehutanan dan Perkebunan Marzuki Usman.
Saat pertama mengajar, rata-rata usia murid di sekolah itu lebih dari 10 tahun. Khadijah mengungkapkan, persyaratan utama saat itu adalah yang terpenting anak-anak mau sekolah.
"Sangat bersyukur mendapatkan murid-murid itu dan sekarang sudah ada menjadi guru seperti saya dan mengabdikan diri di SD ini juga,” kata Khadijah, dikutip dari Antara pada Selasa, 28 November 2023.
Empat tahun berjalan, Khadijah telah berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil lewat pengangkatan pada 2005. Kini, ia menjadi Plt Kepala SDN Juhu.
Khadijah berpesan kepada guru muda agar tidak mengeluh bila ditempatkan mengajar di pedalaman. Baik guru kontrak maupun guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja.
"Apabila dari kota ditempatkan di pedalaman, ilmu yang didapat itu harus disampaikan. Masyarakat di pedalaman perlu dibuka wawasannya. Dari siapa lagi, kalau tidak dari guru, demi mencerdaskan anak-anak bangsa,” kata dia.
ANTARA