Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Komnas HAM Sebut Revisi UU TNI Berisiko Kembalikan Dwifungsi Militer dan Stagnansi Regenerasi

Perluasan prajurit aktif di lembaga sipil pada Pasal 47 ayat (2) revisi UU TNI berisiko menghidupkan kembali praktik dwifungsi TNI.

20 Maret 2025 | 09.54 WIB

Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Anis Hidayah memaparkan catatan penegakan hak asasi manusia (HAM) sepanjang 2023 di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis 25 Januari 2024. ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin.
Perbesar
Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Anis Hidayah memaparkan catatan penegakan hak asasi manusia (HAM) sepanjang 2023 di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis 25 Januari 2024. ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM mengungkapkan revisi UU TNI berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi militer dan stagnansi regenerasi di tubuh Tentara Nasional Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Temuan ini diperoleh dari hasil kajian Komnas HAM terhadap pembahasan revisi UU TNI sejak 2024. Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM pada Komnas HAM, Anis Hidayah, mengatakan perluasan prajurit aktif di lembaga sipil pada Pasal 47 ayat (2) revisi UU TNI berisiko menghidupkan kembali praktik dwifungsi TNI.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

“Pasal tersebut bertentangan Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/2000 yang mengatur tentang peran TNI dan Polri sebagai aparat pertahanan dan keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” kata Anis Hidayah dalam konferensi pers di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat pada Rabu, 19 Maret 2025.

Komnas HAM mencatat adanya perubahan yang memungkinkan prajurit TNI aktif dapat menduduki jabatan sipil pada kementerian atau lembaga sipil. Selain itu, kata Anis, ada pengaturan bahwa Presiden ke depan bisa saja membuka ruang penempatan prajurit TNI aktif di sejumlah kementerian lainnya. 

Poin kedua yang disoroti Komnas HAM adalah perpanjangan usia pensiun prajurit TNI. Menurut Anis, menaikkan batas usia pensiun prajurit aktif beresiko menyebabkan stagnansi regenerasi kepemimpinan, inefisiensi anggaran, serta penumpukan personel tanpa kejelasan penempatan tugas. 

“Usulan perubahan ini akan menjadikan pengelolaan jabatan di lingkungan organisasi TNI menjadi politis dan memperlambat regenerasi tubuh di TNI,” kata dia.

Ketentuan tentang usia pensiun atau masa dinas keprajuritan diatur dalam Pasal 53 serta Pasal II revisi UU TNI. Dalam draf sebelumnya, perwira tinggi bintang tiga yang berumur 57 tahun pada saat revisi UU TNI berlaku akan diperpanjang usia dinas keprajuritannya hingga paling tinggi 58 tahun. Sementara itu, tentara yang ketika revisi UU TNI berlaku berusia 56 tahun, masa kedinasannya diperpanjang sampai paling tinggi 59 tahun. 

Aturan tersebut kemudian berubah. Dalam draf terbaru yang beredar pada Rabu malam, 19 Maret 2025, perwira tinggi bintang tiga yang berusia 56 tahun dan 57 tahun saat UU TNI diberlakukan akan diperpanjang masa dinasnya menjadi paling tinggi 60 tahun. Adapun jenderal bintang tiga, yang saat UU TNI berlaku berusia kurang dari 56 tahun, masa dinas keprajuritannya akan diperpanjang sampai paling tinggi 62 tahun. 

DPR akan menggelar rapat paripurna pengesahan revisi UU TNI hari ini, Kamis, 20 Maret 2025. Namun, sejumlah kelompok masyarakat sipil menganggap proses pembahasan revisi UU TNI terburu-buru dan minim keterlibatan partisipasi publik. 



Fransisca Christy Rosana berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Eka Yudha Saputra

Alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bergabung dengan Tempo sejak 2018. Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini meliput isu hukum, politik nasional, dan internasional

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus