Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Makna Lambang Pancasila, Sejarah, Fungsi, dan Contohnya

Memahami makna lambang Pancasila 1-5 pada perisai burung garuda serta sejarah pembuatannya sejak 1950.

16 Desember 2024 | 16.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pancasila merupakan dasar negara serta falsafah bangsa dan negara Republik Indonesia (RI), sebagaimana menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Kata panca yang berasal dari bahasa Sansekerta, menunjukkan bahwa Pancasila terdiri atas lima dasar yang menjadi ideologi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Melansir laman Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), lambang Pancasila dituangkan ke dalam lima wujud benda pada perisai yang digantungkan di leher burung garuda. Perisai tersebut menunjukkan perjuangan dan perlindungan bangsa, karena sering dibawa ke medan perang oleh para prajurit untuk melindungi diri. Lantas, apa makna lambang Pancasila 

Makna Lambang Pancasila

Dilansir Jurnal Intelektiva (2022), berikut makna dari setiap poin Pancasila: 

Bintang

Sila pertama Pancasila yang berbunyi, “Ketuhanan Yang Maha Esa”, dilambangkan dengan bintang. Bintang menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang religius, serta mempunyai kebebasan untuk beribadah sesuai dengan agama masing-masing yang diakui negara tanpa paksaan, meliputi Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kemudian, latar belakang dari simbol bintang yang berwarna hitam berarti alam bangsa Indonesia yang selalu dikaruniai rahmat oleh Tuhan. Selain itu, warna hitam juga bermakna bahwa alam Indonesia berada di dalam perlindungan Sang Maha Pencipta. 

Rantai

Sila kedua Pancasila yang berbunyi, “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”, dilambangkan dengan rantai. Rantai tersebut digambarkan dengan tujuh belas buah bulatan dan persegi yang tidak putus, bermakna laki-laki dan perempuan yang saling bahu-membahu. Latar belakangnya yang berwarna merah menunjukkan keberanian dan kekuatan. 

Pohon Beringin

Sila ketiga Pancasila yang berbunyi, “Persatuan Indonesia”, dilambangkan dengan pohon beringin. Pohon beringin menunjukkan bahwa Indonesia menjadi tempat yang nyaman untuk berteduh. Akar pohon beringin yang menjalar ke segala arah dan berukuran besar mempunyai makna bahwa adanya keberagaman di tanah air. 

Kepala Banteng

Sila keempat Pancasila yang berbunyi, “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan”, dilambangkan dengan kepala banteng. Banteng dikenal sebagai hewan yang suka berkumpul, sehingga menunjukkan identitas bangsa Indonesia yang selalu bergotong royong dan saling membantu sesama. 

Padi dan Kapas

Sila kelima Pancasila yang berbunyi “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Indonesia”, disimbolkan dengan padi dan kapas. Padi melambangkan makanan pokok masyarakat Indonesia, sedangkan kapas bermakna sandang (pakaian). Dua lambang tersebut bermakna bahwa tujuan bangsa Indonesia adalah memenuhi kebutuhan primer bangsa, sehingga tidak terjadi kesenjangan sosial. 

Sejarah Lambang Pancasila

Merujuk pada buku Kisah Pancasila oleh Panitia Peringatan Hari Lahir Pancasila (2017), sosok garuda dengan lima lambang Pancasila pada perisainya muncul pertama kali pada 1950. Setelah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada 1949, penyusunan lambang resmi negara dianggap sebagai kebutuhan. 

Pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS) pun menyelenggarakan sebuah sayembara desain lambang negara. Adapun putra sulung Sultan Pontianak ke-6, Syarif Abdul Hamid Alkadrie atau Sultan Hamid II memenangkan sayembara itu. 

Desain yang dibuat menghadirkan sosok garuda tunggangan Dewa Wisnu yang mengacu pada arca dan relief di candi-candi, seperti Mendut dan Prambanan. Garuda berdiri di atas tahta bunga teratai dengan dada terlindungi oleh perisai. Pada perisai, hanya ditemukan gambar keris, pohon beringin, kepala banteng, dan tiga batang padi, serta tidak ada selendang bertuliskan “Bhinneka Tunggal Ika”. 

Setelah menang, Sultan Hamid II kemudian berdialog dengan Sukarno dan Mohammad Hatta, sehingga diputuskan untuk melakukan perbaikan desain dengan mencantumkan lima lambang negara seperti yang dikenal sekarang. Selain itu, sehelai kain bertuliskan Bhinneka Tunggal Ika juga sudah dicantumkan. 

Adapun desain garuda Pancasila tercatat beberapa kali mengalami perubahan, yaitu pada 15 Februari 1950 di Hotel Des Indes, Jakarta, dan saat itu juga diperkenalkan kepada masyarakat. Namun, karena dirasa kurang cukup, maka dilakukan perbaikan kembali oleh pelukis istana, Dullah. Hingga pada akhirnya, Sultan Hamid II kembali menjalankan penyelarasan akhir. 

Fungsi Lambang Pancasila

Mengacu pada repository.uinjkt.ac.id, sejatinya lambang-lambang sila dalam Garuda Pancasila berfungsi sebagai:

-   Simbol filosofis yang menggambarkan isi dan maknanya.

-   Lambang bintang tunggal secara harmonis dapat menyatukan rakyat Indonesia yang mempunyai berbagai perbedaan keyakinan agama.

-   Lambang rantai emas secara filosofis menyatakan bahwa Indonesia bukanlah satu bangsa yang berdiri sendiri, tetapi satu bangsa dalam keluarga bangsa-bangsa.

-   Lambang pohon beringin secara filosofis menyatakan perbedaan yang bermacam-macam, tetapi tetap menjadi satu kesatuan, yaitu bangsa Indonesia.

-   Lambang kepala banteng secara filosofis menyatakan harapan agar rakyat Indonesia menjadi bangsa yang kuat dengan senantiasa bersatu dan bermusyawarah untuk mewujudkan cita-cita kedaulatan.

-   Lambang padi dan kapas secara filosofis berkaitan dengan kesejahteraan rakyat Indonesia. 

Contoh Pengamalan Nilai-Nilai Pancasila

Adapun contoh perilaku yang menunjukkan pengamalan setiap sila Pancasila, di antaranya:

-   Sila pertama: saling menghormati dan tidak memaksakan kepercayaan agama kepada orang lain.

-   Sila kedua: mengakui kesetaraan hak tanpa mendiskriminasi suku, agama, ras, dan budaya.

-   Sila ketiga: rela berkorban demi kepentingan bangsa dan negara.

-   Sila keempat: menerima dan melaksanakan keputusan bersama dengan penuh tanggung jawab.

-   Sila kelima: tidak menggunakan fasilitas umum dengan sewenang-wenang. 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus