Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Rencana pembangunan kawasan industri kilang minyak di Teluk Tapang ditolak masyarakat..
Pengunjuk rasa menuntut bertemu dengan Gubernur Sumatera Barat.
Pembangunan kawasan industri kilang minyak diusulkan oleh Gubernur Sumatera Barat.
JAKARTA – Kantor Gubernur Sumatera Barat digoyang unjuk rasa dalam tiga hari terakhir. Massa menuntut pemerintah segera menyelesaikan konflik agraria di Nagari Air Bangis dan menolak rencana pembangunan industri kawasan kilang minyak (oil refinery) di Teluk Tapang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jumlah pengunjuk rasa diperkirakan lebih dari 1.000 orang, termasuk perempuan dan anak-anak. Mereka menduduki Jalan Jenderal Sudirman yang menjadi akses utama ke kantor gubernur. Massa mengancam akan melanjutkan aksi selama Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi Ansharullah, tidak mau menemui mereka. “Besok kami akan datang lagi,” kata Suardi, 39 tahun, warga Nagari Air Bangis, Kecamatan Sungai Beremas, Kabupaten Pasaman Barat, yang kemarin ikut berunjuk rasa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Koordinator aksi, Haris Ritonga, mengatakan konflik agraria di Nagari Air Bangis terjadi di wilayah Jorong Pigogah Patibubur. Masyarakat telah mengelola lahan di kawasan itu sejak 1970. Pada 2016, pemerintah menjalankan program hutan tanaman rakyat (HTR) yang dikelola koperasi. Masalah muncul karena area HTR bertumpang-tindih dengan lahan yang selama ini digarap masyarakat. "Padahal kami sudah tinggal puluhan tahun di kawasan tersebut, tiba-tiba pemerintah datang dan mengusir kami," kata dia.
Gara-gara konflik ini, kata Haris, ada sejumlah warga yang ditangkap atas tuduhan pencurian sawit. Padahal mereka memanen sawit dari kebun yang selama ini dikelola secara turun-temurun. "Banyak penangkapan dan intimidasi didapati masyarakat," ujar dia.
Sejumlah masyarakat asal Air Bangis menuntut Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi, membatalkan rencana proyek strategis nasional dan menyelesaikan konflik agraria di Nagari Air Bangis, Pasaman Barat, Sumatera Barat, 1 Agustus 2023. ANTARA/Iggoy el Fitra
Adapun rencana pembangunan kawasan industri kilang minyak menjadi usulan Gubernur Sumatera Barat untuk dimasukkan dalam proyek strategis nasional (PSN). Proyek ini akan dibangun di atas lahan seluas 30 ribu hektare di Teluk Tapang. Lahan itu terdiri atas lahan hutan produksi, area penggunaan lain (APL) atau non-kawasan hutan, serta sebagian wilayah hak guna usaha milik dua perusahaan swasta.
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Barat mencatat wilayah yang akan dijadikan kawasan industri kilang minyak bukanlah hamparan tanah kosong. Paling tidak, saat ini, lahan di kawasan APL ditempati sekitar 45 ribu jiwa. Jumlah itu belum termasuk penduduk yang bermukim di kawasan hutan produksi.
Menurut Suardi, masyarakat yang menempati lahan di APL hanya mengantongi izin dari datuk (setingkat kepala desa). Karena itu, jika PSN itu benar-benar direalisasi, akan ada banyak penduduk yang tersingkir. “Termasuk saya,” ujar dia.
Mayoritas penduduk Nagari Air Bangis, kata Suardi, memiliki mata pencarian sebagai petani dan nelayan. Jika di tempat itu terdapat kilang, sudah bisa dipastikan mereka akan kehilangan pekerjaan. “Tidak pernah ada sosialisasi atas rencana pembangunan kilang minyak ini,” kata dia.
Seorang rekan Suardi, yang tidak bersedia dituliskan namanya, menyampaikan kekhawatiran serupa. Unjuk rasa yang mereka gelar saat ini menjadi puncak dari kekhawatiran itu. Apalagi sebelumnya masyarakat sudah berkali-kali berkirim surat kepada Gubernur Mahyeldi untuk meminta penjelasan, tapi tak pernah mendapat tanggapan. “Kalau enggak salah sudah tujuh kali (kirim surat),” kata dia.
Direktur Walhi Sumatera Barat, Wengki Purwanto, mengatakan rencana pembangunan kilang minyak berpotensi memicu konflik yang lebih besar di masyarakat. Sebab, masyarakat sudah bermukim di kawasan itu selama puluhan tahun. Rencana pemerintah untuk merevisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Sumatera Barat 2022-2042 tidak bisa diakomodasi. “Bagaimana skenario merelokasi mereka kalau (proyek) ini jadi?” kata Wengki. “Apalagi kalau RTRW sudah diakomodasi."
Pembangunan PSN akses jalan Pelabuhan Teluk Tapang di Nagari Air Bangis, Sungai Beremas, Pasaman Barat, Sumatera Barat, 2021. Pu.go.id
Wengki menambahkan, pengembangan kawasan seluas 30 ribu hektare merupakan rencana yang sangat besar. Luas kawasan itu hampir setengah luas wilayah administrasi Kota Padang atau 12 kali luas Kota Bukittinggi. Apalagi, selain kilang minyak, di sana akan dibangun industri petrokimia. Karena itu, rencana ini perlu dikaji ulang untuk memitigasi dampak sosial ekonomi dan lingkungan.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Sumatera Barat, Adib Alfikri, membenarkan soal rencana pembangunan kilang minyak di sekitar Teluk Tapang. Proyek ini rencananya digarap PT Abaco Pasifik Indonesia. “Proyek ini masih dalam tahap pencarian investasi,” kata dia. “PT Abaco Pasifik Indonesia menjadi perusahaan lokal yang akan B-to-B dengan perusahaan investasi.”
Menurut Adib, PT Abaco tengah mengusahakan investor dari Kerajaan Arab Saudi. Walhasil, kata dia, ketika pembangunan kilang minyak ini ditetapkan menjadi PSN, sudah ada kepastian tentang investor yang terlibat.
Untuk perizinan, kata Adib, sepenuhnya berada di tangan pemerintah pusat. Sedangkan untuk pengkajian, baru akan dilakukan setelah terjalin kesepakatan proyek dengan investor. Jika kajian mendukung, barulah pemerintah mensosialisasi rencana itu kepada masyarakat.
Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM, Yuliot, membenarkan adanya pengajuan proyek PT Abaco dari Gubernur Sumatera Barat kepada Kementerian. Namun, untuk penetapan PSN, sampai sekarang belum ada persetujuan. “Oil refinery ini harus ada stok lebih dulu dan ini stoknya belum jelas,” kata dia. “Infonya mau didatangkan dari Timur Tengah.”
JIHAN RISTIYANTI | FACHRI HAMZAH (PADANG)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo